Sinopsis
Arta, Dewa Kekayaan semesta, muak hanya dipuja karena harta dan kekuasaannya. Merasa dirinya hanya 'pelayan pembawa nampan emas', ia memutuskan menanggalkan keilahiannya dan menjatuhkan diri ke dunia fana.
Ia terperangkap dalam tubuh Bima, seorang pemuda miskin yang dibebani utang dan rasa lapar. Di tengah gubuk reot itu, Arta menemukan satu-satunya harta sejati yang tak terhitung: kasih sayang tulus adiknya, Dinda.
Kekuatan dewa Arta telah sirna. Bima kini hanya mengandalkan pikiran jeniusnya yang tajam dalam menganalisis nilai. Misinya adalah melindungi Dinda, melunasi utang, dan membuktikan bahwa kecerdasan adalah mata uang yang paling abadi.
Sanggupkah Dewa Kekayaan yang jatuh ini membangun kerajaan dari debu hanya dengan otaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 30
Risa menurunkan ponselnya. Wajahnya yang semula berseri karena kebahagiaan Dinda dan kesuksesan kontrak kini memucat, digantikan oleh ekspresi ketegangan yang nyata. Suara bising dari truk kontainer yang masih menderu terasa jauh, seolah teredam oleh ancaman yang baru ia dengar.
Bima, yang masih menggendong Dinda, segera menyadari perubahan itu. Tubuhnya seketika menegang, naluri "Arta" kembali aktif memindai ancaman.
"Siapa itu, Risa?" tanya Bima, suaranya pelan dan rendah, namun memiliki otoritas yang dingin.
Risa menelan ludah, berusaha menyaring informasi yang baru saja ia terima. "Itu... perwakilan Tante Elina," bisiknya. "Dia bilang Kontrak Pasokan Primer ini mengesankan, tapi dia mengingatkan kalau dunia korporat bukan hanya soal kontrak. Ini soal siapa yang mengendalikan dewan direksi. Dan dia... belum selesai bermain."
Dinda, yang mulai mengantuk, memeluk leher Bima erat-erat. Tuan Banu dan Rio, yang mendengar nama Elina, seketika membeku.
{Ancaman baru. Bukan Asset Suppression seperti Pak Tejo, tapi Control Acquisition. Tante Elina menyerang fondasi Kekayaan Fungsional Yura yang paling rentan: legalitasnya. Yura masih Bima Inc., sebuah usaha individu.}
Bima menyerahkan Dinda kepada Tuan Banu. "Tolong, Tuan Banu. Bawa Dinda ke dalam. Temani dia. Rio, siapkan rapat darurat di ruang belakang. Batalkan semua jadwal untuk satu jam ke depan."
"Siap, Bos," jawab Rio dan Tuan Banu serempak, mengerti bahwa prioritas kini telah bergeser dari operasional ke pertahanan.
Bima menarik Risa menjauh dari keramaian logistik. "Apa yang Roni katakan di pertemuan dewan dulu? Bahwa aku harus mendapatkan izin dari Dewan Keluarga? Tante Elina tidak menyerang Yura dari luar. Dia menyerang kepemilikan. Dia akan menggunakan jalur hukum untuk membuktikan bahwa Yura adalah aset keluarga yang harus diadministrasikan di bawah kontrolnya."
"Tapi Yura adalah modalmu, Bima. Kau membangunnya dari nol," Risa membalas, rasa takutnya kini bercampur dengan kemarahan.
"Itu tidak penting di mata pengadilan, Risa. Yura saat ini adalah usaha dagang individu. Tidak ada struktur hukum yang melindunginya. Dia akan menggunakan 'kasus martabat' itu sebagai alasan untuk mengklaim Yura adalah aset yang berpotensi merusak nama baik keluarga dan harus berada di bawah 'pengawasan' formal Tante Elina," Bima menjelaskan, logikanya kembali bekerja dengan kecepatan penuh.
"Jadi, apa yang harus kita lakukan?" tanya Risa.
Bima menatap Risa. Matanya kini memancarkan perpaduan antara perhitungan dingin "Arta" dan tekad murni "Bima".
"Kita melakukan dua hal sekaligus," kata Bima. "Satu: Kita akan segera mengubah Yura dari usaha individu menjadi Perseroan Terbatas. Ini akan melindungi aset kita dengan Struktur Legal. Dua: Kita akan membentuk Dewan Direksi dan Dewan Komisaris yang tidak bisa disentuh oleh Tante Elina."
Bima menarik napas dalam-dalam. "Aku tidak bisa lagi menyimpang dari integrasi. Konsolidasi Hati harus segera diintegrasikan dengan Konsolidasi Kontrol. Aku butuh kamu, Risa. Bukan hanya sebagai Jaring Pengaman Emosional. Tapi sebagai Kredibilitas Fungsional yang sah. Sebagai pemegang saham utama dan Direktur Utama Yura."
Risa terkejut mendengar usulan Bima, yang setara dengan memberikan setengah dari kerajaannya.
"Aku... Bima, aku tidak bisa menerima ini. Ini kerjamu," kata Risa, suaranya tercekat.
Bima menggeleng. "Ini bukan hadiah. Ini adalah pertahanan. Tante Elina menyerang kelemahan struktural kita. Aku butuh kamu untuk menjadi tembok yang tidak bisa dirobohkan oleh hukum. Kontrak dan modal kita tidak akan berarti jika kita kehilangan kontrol."
Ia mengambil jeda, membiarkan Risa memproses informasi tersebut. Bima melangkah lebih dekat. Tangan Bima meraih kedua tangan Risa, sentuhannya lembut, melepaskan semua ketegangan yang ia rasakan.
"Risa," kata Bima, suaranya kembali ke nada Bima yang tulus, mencampur logika dan emosi dalam satu kalimat yang kuat. "Aku telah menutup buku 'Arta' di danau tadi malam. Aku sudah memilih untuk menjadi Bima. Tapi menjadi Bima berarti memiliki fondasi yang kuat. Aku butuh kamu di sampingku, Risa. Sebagai kekasih, sebagai mitra hidup, dan sebagai administrator terkuat di Yura."
Bima menatap Risa lurus di matanya, matanya yang memancarkan kejujuran tak terbatas.
"Aku ingin kamu menjadi yang pertama dan satu-satunya yang memegang kendali penuh di Yura, bersamaku. Aku ingin melamarmu, Risa. Melamarmu untuk hidupku, dan untuk sistem yang aku bangun. Maukah kamu menjadi Kontrol Aset-ku, Risa?"
//////////////////////////////
Risa tidak menjawab dengan kata-kata romantis atau tangisan haru, tapi dengan kepastian strategis yang dingin, sebuah respons yang jauh lebih jujur dibandingkan janji emosional. Ia menatap mata Bima, tatapannya menyiratkan pemahaman penuh atas risiko hukum yang mengancam Yura.
"Aku mau," jawab Risa, menggenggam tangan Bima dengan erat. "Aku mau, Bima. Aku akan menjadi tembok legal yang tidak bisa dirobohkan oleh Tante Elina. Tapi ingat, ini bukan hadiah. Ini adalah aliansi. Kita harus membagi kendali itu, Bima. Lima puluh satu persen untukmu, empat puluh sembilan persen untukku. Dan aku akan menjadi Direktur Utama yang bertanggung jawab penuh atas semua kepatuhan legal dan operasional harian. Kau harus menjadi Komisaris Utama, fokus pada strategi jangka panjang dan ekspansi pasokan korporat."
{Keputusan yang sempurna. Risa menuntut kendali operasional, membebaskan Bima untuk fokus pada Kekayaan Fungsional inti Yura, sementara dia melindungi legalitas. Ini adalah pembagian kekuasaan yang efisien.}
Bima tersenyum, senyum penuh kelegaan yang tidak lagi tegang. "Aku terima, Kontrol Aset-ku. Lima puluh satu persen untuk Bima, empat puluh sembilan persen untuk Risa. Rio dan Tuan Banu akan menjadi Dewan Komisaris. Kita akan membentuk struktur yang tak tersentuh. Aku akan segera menelepon notaris."
Bima segera mengeluarkan ponselnya, menjauh sedikit, lalu menghubungi nomor kontak yang ia dapatkan dari Tuan Satya, seorang notaris korporat terkemuka bernama Pak Wira.
"Pak Wira, saya Bima dari Yura Restorasi Aset. Saya butuh kecepatan. Saya ingin mengubah usaha dagang individu menjadi Perseroan Terbatas yang memiliki struktur Dewan Komisaris dalam waktu dua puluh empat jam ke depan. Bisakah Anda mengamankan struktur legal ini? Saya akan memberikan seluruh detail kepemilikan dan modal malam ini juga."
Suara notaris itu terdengar cepat dan profesional di ujung telepon. Bima berbalik ke Risa setelah menutup panggilan, tatapannya menunjukkan bahwa pertahanan telah dimulai.
"Pak Wira akan datang ke markas kita dalam satu jam. Dia akan membawa semua dokumen awal. Kita akan segera menjadi PT. Tante Elina tidak akan punya celah untuk menyerang aset pribadi. Rio dan Tuan Banu sudah menunggu. Ayo kita buat struktur yang tak terhancurkan."
Mereka berdua berjalan cepat menuju ruang rapat di markas Yura. Tuan Banu dan Rio sudah duduk di meja, wajah mereka menunjukkan ketegangan karena ancaman yang datang dari Tante Elina.
Bima mengambil tempat duduk di kepala meja, sementara Risa duduk di sampingnya, memancarkan otoritas baru yang ia dapatkan dari lamaran strategis itu.
"Tuan Banu, Rio," Bima memulai, suaranya tenang. "Tante Elina tidak menyerang operasional kita, dia menyerang struktur kita. Yura, yang selama ini adalah usaha perorangan, sangat rentan di mata hukum. Dia berencana menggunakan narasi lama tentang 'aset keluarga' untuk mengambil alih kontrol."
Rio mengerutkan kening. "Tapi kita baru saja mendapatkan Kontrak Pasokan Primer yang besar, Bos. Bagaimana dia bisa melakukan itu?"
"Kontrak itu justru adalah pemicunya, Rio," jawab Risa, mengambil alih penjelasan dengan lancar. "Kontrak itu menunjukkan bahwa Yura adalah aset bernilai tinggi, dan bagi Tante Elina, aset bernilai tinggi harus berada di bawah kendalinya. Untungnya, Bima sudah menyiapkan pertahanan."
Bima mengangguk. "Mulai sekarang, Yura akan menjadi Perseroan Terbatas. Risa akan menjadi Direktur Utama dan pemegang saham mayoritas kedua. Aku akan menjadi Komisaris Utama. Kalian berdua akan menjadi Dewan Komisaris. Ini adalah benteng legal kita."
Tuan Banu tersenyum lebar. "Pembagian kekuasaan. Itu adalah sistem yang jauh lebih kuat, Bos."
Namun, di tengah suasana lega itu, ponsel Bima berdering lagi. Itu Pak Wira, notaris yang baru saja ia hubungi. Bima mengangkat panggilan itu, nalurinya mengatakan bahwa ini bukanlah kabar baik.
"Ya, Pak Wira? Ada masalah dengan dokumen kepemilikan?" tanya Bima.
Suara notaris itu di ujung telepon terdengar serius. "Bima, saya sudah melakukan due diligence awal di sistem. Anda harus tahu ini: ancaman Tante Elina bukan hanya retorika. Dua jam yang lalu, sebuah entitas hukum baru yang diwakili oleh firma hukum yang sangat agresif telah mengajukan petisi ke pengadilan. Mereka menuntut pembekuan aset Yura atas dasar 'risiko moral dan legalitas modal awal' yang Anda gunakan untuk mendirikan Yura, menuntut pengawasan penuh oleh Kurator yang ditunjuk keluarga."
Bima merasakan rasa dingin menusuk di hatinya. Wajahnya menegang. Tante Elina tidak hanya mengancam. Dia sudah bergerak, dan dia menyerang titik terlemah yang Bima bahkan tidak menyadarinya: legalitas modal awal.
{Sial. Dia tidak menyerang modal sekarang. Dia menyerang modal masa lalu. Dia menyerang Fondasi Sejati Yura. Ini adalah jebakan yang tidak pernah kubayangkan.}
"Pembekuan aset?" Risa berbisik, panik.
Bima menutup telepon, matanya yang tajam menatap kosong ke meja rapat. "Dia tahu," kata Bima, suaranya keras. "Dia tahu bahwa aku mendirikan Yura dari Nol. Dia menyerang uang hasil rongsokan itu. Dia menyerang fondasi Yura, yang berarti... seluruh sistem kita berada di ambang kehancuran."
//////////////////////////////
Rio dan Tuan Banu saling pandang, rasa takut terlihat jelas di wajah mereka. Pembekuan aset akan menghentikan semua pengiriman dan kontrak mereka, termasuk Kontrak Pasokan Primer yang baru dimenangkan.
{Sial. Aku fokus pada kelemahan struktural, tapi Tante Elina menyerang Kelemahan Historis. Dia tahu modal awal $Rp68.000.000$ berasal dari perputaran uang tunai yang tidak tercatat, modal dari 'rongsokan'. Dia akan mendiskreditkan semua yang Yura bangun, mengklaimnya sebagai kekayaan yang berasal dari sumber gelap yang merusak nama baik keluarga Sanjaya.}
Bima mengabaikan tatapan mereka, fokusnya hanya pada Risa. Ia mencengkeram bahu Risa, tatapannya menyiratkan perintah untuk tetap tenang. Rio dan Tuan Banu, menyadari bahwa situasi ini membutuhkan strategi terpusat, segera kembali ke kursi mereka dan menunggu instruksi.
"Dia tidak menyerang PT yang akan kita bentuk, dia menyerang legalitas modal awal," jelas Bima, suaranya kini kembali dingin. "Jika modal awal kita dianggap tidak sah, seluruh rantai Yura akan dibekukan, Kontrak Pasokan Primer batal, dan dia akan menempatkan kurator untuk mengelola aset kita."
"Lalu, apa yang bisa kita lakukan, Bima? Notaris itu bilang dia mengajukan petisi dua jam yang lalu. Itu terlalu cepat," kata Risa, suaranya bergetar. Dia tahu Tante Elina tidak akan berhenti, terutama saat dia mencium darah.
Bima menarik napas dalam-dalam. "Dia memberi kita celah, Risa. Dia menuntut 'legalitas modal awal'. Kita tidak bisa berbohong tentang $Rp68.000.000$ dari rongsokan. Tapi kita bisa menggantinya dengan $modal$ yang tidak bisa ia sentuh."
Bima segera menarik Risa berdiri, memosisikan dirinya di depan Rio dan Tuan Banu yang kini tampak tegang.
"Risa," Bima berbisik, hanya cukup didengar Risa. "Kita akan segera menemui Pak Wira. Kita harus mendaftarkan PT itu sekarang, bahkan di bawah ancaman pembekuan. Tapi kita akan melakukan Pivot Strategis terakhir."
"Pivot apa?"
"Modal baru," jawab Bima. "Bukan uang dari rongsokan. Tapi uang yang paling mereka takuti: Warisan yang dicuri dari Dinda. Aku akan menggunakan akses ke Pak Wira untuk membuka kembali kasus Warisan yang mereka curi, dan mengklaim modal itu sebagai modal sah Yura."
Bima menatap lurus ke mata Risa, menegaskan aliansi mereka. "Kita harus bertindak cepat. Aku butuh kamu untuk membela Yura dan Dinda. Kita tidak hanya membentuk PT, Risa. Kita akan membentuk keluarga. Dan keluarga ini akan mengklaim kembali apa yang menjadi haknya."
Risa mengangguk, semua ketakutan tergantikan oleh tekad baru. Ia melihat peluang, bukan hanya pertahanan. "Ayo kita lawan dia, Bima. Kita tuntut balik martabat Dinda dengan sistem."
Bima tersenyum tipis, senyum yang menunjukkan kepercayaan total. "Pertahanan legal Yura, Risa. Waktunya mengeksekusi." Bima dan Risa segera berjalan cepat keluar dari ruang rapat, menuju notaris, meninggalkan Tuan Banu dan Rio yang menatap kepergian mereka dengan penuh harap dan ketegangan.
"Kita akan tuntut kembali Warisan Dinda," gumam Tuan Banu, sebuah ide yang selama ini hanya menjadi bisikan, kini menjadi rencana aksi. "Elina tidak hanya menyerang Yura. Dia membuka pintu ke nerakanya sendiri."