Ardi, seorang ayah biasa dengan gaji pas-pasan, ditinggalkan istrinya yang tak tahan hidup sederhana.
Yang tersisa hanyalah dirinya dan putri kecil yang sangat ia cintai, Naya.
Saat semua orang memandang rendah dirinya, sebuah suara asing tiba-tiba bergema di kepalanya:
[Ding! Sistem God Chef berhasil diaktifkan!]
[Paket Pemula terbuka Resep tingkat dewa: Bihun Daging Sapi Goreng!]
Sejak hari itu, hidup Ardi berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hamei7, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Semudah Itu. Apa Rina Menyesal?
Rina Permata menatap kosong ke arah meja makan siangnya. Piring di depannya masih utuh, bahkan belum disentuh sedikit pun.
Duduk di kursi kerja yang luas, kedua tangannya yang putih dan lentik sibuk memijat pelipis. Kepalanya berdenyut sejak pagi.
Sejak resmi bercerai dengan Ardi, ia kembali ke bisnis keluarga. Keluarga Permata adalah pemilik Hotel Permata Indah, salah satu hotel bergengsi di kota ini. Begitu pulang, ia langsung diberi posisi penting: Manajer Umum.
Awalnya Rina percaya diri. Ia ingin membuktikan bahwa dirinya bukan hanya wanita cantik, tapi juga mampu menjaga nama besar keluarga. Namun kenyataan jauh berbeda dari yang ia bayangkan.
“Bu Rina,” kepala pelayanan melapor dengan wajah kaku, “tamu di ruang VIP 108 kecewa sekali dengan makan siang tadi.”
Rina menoleh, jantungnya langsung terasa berat. “Apa lagi kali ini?”
“Menu Sup Buntut Putri Salju, resep andalan hotel sejak zaman kakek buyut Ibu… katanya rasanya hambar. Tamu itu bahkan bilang, ‘Ini pertama kalinya saya makan sup buntut yang begitu mengecewakan di kota ini.’”
Rina terdiam. Kata-kata itu terasa seperti tamparan keras.
Hotel Permata Indah selama ini terkenal dengan hidangan khasnya yang otentik dan lezat. Sup buntut itu adalah kebanggaan keluarga, menu yang membuat banyak tamu rela datang jauh-jauh.
Tapi sekarang? Satu per satu keluhan datang. Kadang karena rasa yang berubah, kadang karena pelayanan yang kurang ramah.
Yang paling membuat Rina sakit kepala adalah… para koki dapur.
Secara resmi memang tidak ada perubahan staf. Tapi Rina tahu betul, mayoritas koki sudah lama dekat dengan Pak Surya, manajer lama yang kini diturunkan jadi manajer biasa setelah Rina masuk.
Pak Surya jelas menganggap itu sebuah penurunan. Walau wajahnya tetap ramah, Rina bisa merasakan bahwa pria itu diam-diam senang melihat dirinya kesulitan.
Dan benar saja, para koki yang loyal padanya mulai bekerja setengah hati.
Hasilnya jelas terlihat: masakan menurun drastis.
Baru dua hari sejak ia resmi menjabat, sudah ada belasan tamu yang mengeluh.
Memecat mereka? Percuma. Yang lain pasti ikut bermalas-malasan.
Mencari pengganti? Lebih sulit lagi. Sekarang banyak hotel besar, termasuk Grup Santoso—rival utama keluarga Permata—berani menggaji koki dengan bayaran selangit.
Rina memejamkan mata, menarik napas panjang. “Kalau saja ada koki ulung… yang bisa langsung membungkam geng mereka. Dengan begitu, semuanya akan kembali normal.”
Pilihan lain adalah memanggil kembali Pak Surya. Tapi itu sama saja dengan mengakui kelemahannya. Kalau begitu, bagaimana mungkin ia bisa dihormati sebagai pemimpin baru?
Bayangan Ardi sekilas muncul di benaknya.
Dulu, setiap kali ia kelelahan, Ardi selalu dengan sabar memijat pelipisnya, menenangkan dengan senyum hangat. Masakan sederhana Ardi pun selalu berhasil membuatnya bahagia.
Tapi sekarang? Semua itu tinggal kenangan. Mereka sudah berpisah.
Rina menggeleng, berusaha menghapus bayangan itu.
Ia kembali teringat pada pesan kakeknya dulu. Pernah ada seorang koki legendaris dari Jakarta, yang dipercaya memasak dalam jamuan kenegaraan. Bahkan, ketika Presiden Amerika berkunjung, koki itu yang bertanggung jawab di dapur!
Itu memang sudah terjadi dua atau tiga puluh tahun lalu. Kalau dipikir sekarang, kokinya pasti sudah tua. Tapi Rina yakin, seseorang sehebat itu pasti punya murid-murid berbakat.
Harapan tipis mulai menyala di hatinya.
“Tidak boleh kalah. Kalau Hotel Permata Indah runtuh, semua orang akan menertawakan perceraianku. Aku akan buktikan kalau aku bisa!”
Sementara itu, jauh dari gemerlap hotel mewah, Ardi justru sibuk di rumah kontrakannya.
Siang tadi ia baru saja membeli lima puluh kilo kacang hijau. Semuanya sudah ia rebus dan olah menjadi bubur kacang hijau dingin yang segar. Total ada lebih dari enam ratus porsi!
Jika habis terjual, ia bisa mendapat untung bersih hampir dua juta rupiah.
Saat jam menunjukkan pukul satu siang, terik matahari menyengat. Ardi duduk sebentar di kursi malas di teras rumah.
Namun berkat Stamina MAX dari Sistem Dewa Koki, tubuhnya segera segar kembali.
Daripada beristirahat, ia membuka peta kios virtual dari sistem.
Di layar, muncul data lokasi terbaik untuk berjualan hari ini. Kawasan Jalan …, pusat kuliner dan belanja kota, dengan arus pengunjung lebih dari tiga ribu orang per jam.
Ardi tersenyum puas.
“Kalau benar begitu, bubur kacang hijauku pasti laris manis!”
tapi untuk menu yang lain sejauh ini selalu sama kecuali MIE GORENG DAGING SAPInya yang sering berubah nama.
Itu saja dari saya thor sebagai pembaca ✌
Apakah memang dirubah?
Penggunaan kata-katanya bagus tidak terlalu formal mudah dipahami pembaca keren thor,
SEMAGAT TERUS BERKARYA.