IG : embunpagi544
Kematian istri yang paling ia cintai beberapa saat setelah melahirkan kedua buah hatinya, membuat hati seorang laki-laki bernama Bara seolah membeku, dan dunianya menjadi gelap. Cintanya ikut ia kubur bersama mending sang istri. Alasan kenapa Bara masih mau bernapas sampai detik ini adalah karena kedua buah hatinya, si kembar Nathan dan Nala. Bara tak pernah sedikitpun berniat untuk menggantikan posisi almarhumah istrinya, namun demi sang buah hati Bara terpaksa menikah lagi dengan perempuan pilihan sang anak.
SYAFIRA seorang gadis berusia 20 tahun yang menjadi pilihan kedua buah hatinya tersebut. Syafira yang sedang membutuhkan uang untuk pengobatan adik satu-satunya dan juga untuk mempertahankan rumah dan toko kue kecil peninggalan mendiang ayahnya dari seorang rentenir, bersedia menikah dengan BARATA KEN OSMARO, seorang duda beranak dua. Mungkinkah hati seorang Bara yang sudah terlanjur membeku, akan mencair dengan hadirnya Syafira? Akankah cinta yang sudah lama ia kubur bersama mendiang sang istri muncul kembali?
"Aku menikahimu untuk menjadi ibu dari anak-anakku, bukan untuk menjadi istriku..." Bara.
"Lebih baik aku menikah dengan om duda itu dari pada harus menjadi istri keempat rentenir bangkotan dan bulat itu..." Syafira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 (Malam pertama...?)
Acara pesta selesai sekitar pukul 22.00 WIB. Tak ada acara menginap di hotel malam ini. Syafira langsung di boyong ke kediaman Osmaro begitu acara selesai. Sementara keluarga Syafira pulang ke rumahnya, karena keesokan harinya mereka akan langsung pulang ke kampung.
Sesampainya di kediaman Osmaro, bu Lidya langsung pamit pulang.
"Sebentar, kami bawa si kembar ke atas dulu," ucap Bara yang menggendong Nathan yang sudah tertidur. Sementara Nala yang juga sudah tidur di gendong oleh Varell.
Bara dan Varell naik ke lantai dua menggunakan lift supaya cepat sampai.
"Ibu tidak menginap di sini saja?" tanya Syafira.
"Tidak Nak, ibu tidak ingin mengganggu malam kalian," jawab bu Lidya tersenyum penuh arti.
Syafira pun memeluk bu Lidya, mengucapkan terima kasih atas semua yang sudah bu Lidya lakukan untuk pernikahannya dengan Bara.
"Itu sudah kewajiban ibu, Fira kan anak ibu juga," ucap bu Lidya tulus. Syafira langsung menitikkan air matanya.
"Ibu titip Bara dan si kembar ya, tolong anggap dan perlakukan mereka seperti anak Fira sendiri. Terutama Bara, kamu harus lebih sabar menghadapinya, ibu percaya kamu bisa jadi istri yang baik buat dia dan suatu saat, sepenuhnya dia akan membuka hatinya untukmu, berikan dia sedikit waktu untuk menyadarinya," tutur bu Lidya dengan mata berkaca-kaca.
"Syafira akan berusaha bu, doakan Syafira ya?"
"Pasti itu," sahut bu Lidya.
"Ma, yakin mau pulang?" tanya Varell uang beru saja turun bersama Bara.
"Tidak mau kepo sama malam pertama kakak?" godanya.
"Tidak ah, nanti mama pengen lagi," canda bu Lidya.
Syafira dan Bara sama-sama mengerutkan keningnya mendengar celotehan tidak penting sepasang ibu dan anak tersebut.
Varel pamit kepada Bara dan Syafira.
"Varel tunggu di mobil," ujarnya kepada bu Lidya. Ia tahu, bu Lidya masih ada yang ingin di bicarakan dengan Bara.
Bu lidya langsung memeluk Bara. Bara membalas pelukan ibu mertuanya tersebut. Cukup lama mereka berpelukan dalam diam. Mata bu Lidya mulai berkaca-kaca lagi dan akhirnya air mata yang selama ini ia sembunyikan tak dapat lagi terbendung. Bahkan tadi selama acara akad sampai resepsi ia tak menitikkan air mata sama sekali di depan umum. Namun, kali ini ia menangis. Mengenang almarhumah Olivia. Seikhlas apapun beliau, tetap saja rasa sedih itu tetap ada karena yang menikah itu menantunya, suami dari almarhumah anak kandungnya.
"Sekarang kamu sudah ada istri lagi Bara, mama harap kamu bisa mencintai Syafira seperti kamu mencintai Olive dulu. Mulailah lembaran baru bersama Syafira. Perlakukan dia dengan baik, bukalah hatimu untuknya. Dan...jangan lupakan mama," ucap bu Lidya dengan berlinang air mata.
"Mama bicara apa, Selamanya mama akan menjadi mama Bara. Akan menjadi oma kesayangan si kembar," sahut Bara, ia tak menangis, namun hatinya begitu sakit dan menangis.
"Bara minta doanya ma," imbuhnya.
"Pasti, pasti mama akan selalu mendoakan kalian,"
Syafira oun tak bisa menahan air matanya melihat pemandangan mengharukan yang ada di depannya. Terlihat sekali kalau Bara begitu menyayangi ibu mertuanya dan sebaliknya.
"Ya udah, mama pulang dulu," pamit bu Lidya sambil mengusap air matanya.
Bara dan Syafira mengantar bu Lidya sampai ke mobil.
"Kalian, hiduplah dengan rukun," pesan bu Lidya sebelum masuk ke dalam mobil.
"Hem," sahut Syafira, sementara Bara hanya mengangguk.
"Ibu sering-sering ya ke sini," pinta Syafira.
"Hem, pasti," jawab bu Lidya. Ia lalu masuk ke dalam mobil. Setelah mobil melaju, air matanya kembali pecah.
"Semua ini benar kan Rel," ucapnya meminta dukungan.
"Iya ma, ini yang terbaik. Percayalah kak Olive pasti senang," sahut Varel menoleh dan tersenyum untuk menguatkan bu Lidya.
🌼🌼🌼
Setelah kepergian bu Lidya dan Varel, Bara naik menuju ke kamarnya. Syafira mengikutinya di belakang. Ketika Bara memasuki kamarnya, Syafira menghentikan langkahnya tepat di depan pintu. Ia ragu antara masuk atau tidak.
"Kenapa berhenti?" tanya Bara.
"Kamar saya mana om?" tanya Syafira dengan polosnya.
"Masuklah!" pinta Bara.
Syafira tetap masih mematung. Hatinya mulai deg-degan tidak karuan. Ia membayangkan apa yang akan terjadi di dalam setelah ini. Bagaimana kalau Bara memintanya melakukan itu.
"Kenapa masih berdiri di sana?" dengus Bara.
"Aku...takut di serang!" ucap Syafira dengan cepat lalu menunduk dan mukanya langsung merah. Terlihat menggemaskan sekali.
Bara tersenyum mendengarnya. Bisa juga gadis itu merasa grogi.
"Tidak akan aku serang, masuklah," Bara menarik tangan Syafira. Senyum devil tersemat di bibirnya. Tangannya di tarik seperti itu membuat Syafira semakin deg-degan. Ia tidak bisa percaya dengan ucapan Bara begitu saja.
Sampai di dalam kamar, Syafira melihat photo berukuran besar, photo seorang wanita cantik bersanding dengan Bara. Serasi sekali. Tapi, dalam hatinya, Syafira merasa sakit, ia tahu Bara masih belum bisa menerimanya sebagai istri secara utuh, tapi haruskah photo itu tetap terpajang di sana? Ia tak berharap photo itu di gantikan dengan photonya bersama Bara. Akan tetapi alangkah lebih baiknya jika photo itu di simpan saja.
Syafira kembali teringat pesan bu Lidya, bahwa ia harus sabar dan memberi waktu buat Bara untuk semua ini.
Syafira mendekati ranjang yang di atasnya penuh bunga-bunga mawar merah dan putih yabg di susun menjadi bentuk hati yang indah. Ia juga baru sadar jika kamar itu di hias sangat cantik, lantainya juga di tabur banyak bunga mawar merah, ada banyak lilin-lilin yang membuat suasana begitu romantis. Ya, romantis jika yang ada di sana sepasang pengantin baru yang saling mencintai. Tapi jika bukan? kamar itu terkesan horor.
Suasana yang seharusnya romantis, kini malah terasa canggung untuk keduanya. Syafira duduk di tepi ranjang, ia melepas high heels yang sedari tadi sudah membuat kakinya sakit. Berdiri cukup lama mengenakan high heels membuat betisnya terasa pegal. Sayangnya, ia susah melepasnya apalagi kini ia masih memakai gaun yang membuat ruang geraknya terasa kaku.
Syafira menghentak-hentakkan kakinya kesal karena masih belum terbuka juga.
Bara yang melihatnya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kalau butuh bantuan bisa ngomong, ada orang di sini," ucap Bara, ia berjongkok dan meraih kaki Syafira. Syafira langsung menarik kakinya cepat.
"Jangan bergerak!" Bara memaksa menarik kaki Syafira lagi lalu melepas high heels dari kaki mulusnya.
"Huh menikah itu ribet ya, bikin capek. Enggak lagi-lagi deh," gerutu Syafira.
"Kalau begitu jangan menikah lagi," sahut Bara.
"Apa itu artinya dia akan menjadikan aku istrinya selamanya? Atau selamanya aku akan menjadi ibu dari anaknya?" batin Syafira.
"Emmm, saya mau mandi om. Gerah," Syafira merasa aneh jika terus berdekatan dengan Bara seperti itu. Ia langsung bangun dan berjalan ke pintu. Alasan buatnya supaya malam ini terlepas dari laki-laki itu.
"Katanya mau mandi? Tuh kamar mandi, di sana tempat baju," tunjuk Bara.
"Eh itu maksudnya, mau mengecek si kembar, takutnya ada nyamuk yang gigit mereka," alasan tidak berguna Syafira.
"Enggak usah bikin geger malam-malam dengan alasan yang aneh-aneh. Cepat mandi sana!" tegas Bara, ia mendekati ranjang dan hampir menyapu bunga yang ada di atasnya.
"Eeehh om mau ngapain?"
"Ini mengganggu!" ujar Bara menatap bunga-bunga itu.
"Oh tidak, jangan bilang itu mengganggu untuk..."
"Jangan di berantakin om, cantik gitu, kasihan yang bua, pasti susah itu menata bunganya satu-satu," alasan Syafira.
"Terus saya harus meniduri bunga-bunga ini? Begitu?" Bara mulai kesal.
"Ish gitu aja marah, jangan galak-galak cepat ubanan nanti," cebik Syafira, ia langsung balik badan dan masuk kamar mandi. Melihat bath up yang sudah terisi air dengan penuh bunga, ia langsung menanggalkan gaunnya, untung tidak susah melepasnya, sehingga ia tak perlu meminta bantuan Bara.
Syafira berendam cukup lama, mencoba merilekskan seluruh badannya yang terasa pegal. Sengaja mengulur waktu supaya Bara tertidur duluan. Dengan begitu, ia bisa bebas malam ini.
Biarpun tidak mencintainya, tapi namanya manusia pasti memilik hasrat, apalagi Bara yang sudah pernah merasakannya dan sudah cukup lama ia berpuasa.
Bara yang sudah tidak sabar ingin mandi, kehabisan kesabaran menunggu Syafira yang terlalu lama di kamar mandi.
"Dia mandi atau pingsan di dalam?" kesalnya.
Baru mau menggedor pintu kamar mandi, Syafira sudah membuka pintunya duluan.
"Om mau ngapain?" tanya Syafira.
"Saya pikir kamu pingsan di dalam," jawab Bara.
Posisi mereka yang sangat dekat membuat jantung Syafira berdetak sangat kencang. Ternyata laki-laki yang kini sudah sah menjadi suaminya tersebut sangat tampan. Wajahnya memerah.
"Sudah lihatnya?" Syafira langsung terkesiap mendengar ucapan Bara.
"Kenapa mukamu merah begitu?" tanya Bara, ia menempelkan telapak tangannya ke pipi Syafira.
"Gerah," gumam Syafira. Jantungnya semakin kencang berdetak.
"Gerah? bukannya baru mandi?" Bara mengangkat satu alisnya.
"Kalau begini makin panas nggak?" Bara menarik pinggang Syafira ke pelukannya. Ia sengaja menggoda Syafira yang dilihatnya sangat menggemaskan jika salah tingkah begitu, tidak bar-bar seperti biasanya.
"Panas," gumam Syafira tanpa sadar.
Kali ini Bara mengangkat kedua alisnya sambil tersenyum jahil.
"Eh itu, maksudnya panas dalam! iya panas dalam!" Syafira langsung mendorong tubuh Bara dan langsung menghindar.
Bara tersenyum kecil dan berdecak sebelum akhirnya ia tenggelam di balik pintu kamar mandi.
"Huh, untuk pakai handuk kimono, coba kalau cuma dililit doang, bisa-bisa melorot dan... oh tidak!" Syafira langsung menggedikkan bahunya membayangkan hal yang bikin wajahnya semakin memerah.
Ia lantas masuk ke ruang ganti baju. Di sana ia melihat ada banyak sekali baju. Ragu-ragu ia mengambil salah satu pakaian.
"Kayaknya ini lebih aman dan tidak mengundang itu," Syafira mantap memakai piyama polos berwana maroon, dengan atasan dan bawahan lengan panjang semua.
Selesai memakai baju, Syafira kembali ke kamar.
"Ya allah, beneran di sapu bunga-bunganya. Tahu gitu kenapa pakai di hias tadi," Syafira baru sadar ternyata bunga-bunga yang di rangkai indah tadi sudah tidak ada. Ia duduk dengan kaki menjuntai, bingung harus melakukan apa selanjutnya. Ingin tidur tapi was-was.
🌼🌼🌼
Bara mengernyit ketika melihat tempat tidurnya sudah di batasi dengan bantal guling di tengah-tengahnya.
"Apa ini?"
"Om pilih yang mana? Mau yang sini atau sebelah sini?" tunjuk Syafira.
Bara hanya mendesah. Ia merebahkan diri di sisi kanan tempat tidur.
"Kenapa masih berdiri? Cepat tidur, jangan bikin ulah lagi. Saya capek pengen istirahat," ucap Bara.
Syafira berangsur pelan-pelan duduk lalu merebahkan diri di sisi kiri. Ia membelakangi Bara yang tidur menghadap ke atas dengan kedua tangannya sebagai bantalan.
Beberapa kali mencoba memejamkan matanya, Syafira tetap tidak bisa tidur. Bara merasa terganggu dengan tingkah Syafira yang badannya tidak bisa anteng tersebut.
"Bisa anteng nggak sih? Cepat tidur! jangan lupa berdoa biar nggak mimpi buruk, di terkam garong," ucap Bara tanpa membuka matanya.
"Situ garongnya!"batin Syafira mencibir.
"Tapi om jangan macam-macam ya?" ucap Syafira tanpa menoleh.
"Jangan melewati batas guling ini," imbuhnya
"Kalau kamu yang macam-macam bagaimana?" tanya Bara.
"Mana mungkin?" sangkal Syafira.
"Udahlah tidur, saya capek. Kalau kamu tidak nyaman, kamu bisa tidur dengan anak-anak tapi besok. Sekarang tidur, jangan banyak tingkah. Saya tidak akan macam-macam. Sekali lagi kamu bergerak saya akan menyerang kamu beneran," ancam Bara.
"Iya iya!" Beneran ya om,"
"Bawel! Sekali lagi bicara, saya kirim ke bulan!"
"Seneng banget ngomongin bulan, ada apa sih sama bulan om?"
"Besok saya aja kamu bulan madu. Mau?"
"Belum siap om!" seru Syafira, ia langsung menutup mulutnya sendiri.
"Makanya diam dan tidur!"
"Jangan marah om, nanti ubannya makin banyak,"
"Fira!" sentak Bara.
Syafira langsung bungkam. Tak berani bicara, lama-lama ia menguap dan tahu-tahu sudah pulas.
Bara melirik ke arah Syafira karena sudah tak mendengar suaranya lagi. Bara mendesah lega, ia pun memejamkan kembali matanya.
"Maafkan saya, saya belum siap," gumamnya dalam hati.
🌼🌼🌼
gak salah memang bara, kamu tuh gak perlu melupakan almarhumah istrimu karena bagaimana pun kisah kalian itu nyata. dia orang yang kau cintai.
tapi kan sekarang kau dah menikah, maka cobalah buka perasaan mu buat istri mu.
jangan lupakan almarhumah istrimu, namun jangan juga terus membayangi pernikahan mu yang baru dengan almarhumah istri mu
cukup dihati dan di ingatan aja.
gak mudah memang tapi bagaimana pun, istri mu yang sekarang berhak untuk dapat cintamu.
saya relate sih, mungkin bukan dalam hubungan suami istri lebih tepatnya ke ibu.
Ibu saya meninggal 2 tahun lalu dan ayah saya menikah lagi.
saya awalnya gak senang dengan dia, tapi ibu sambung saya itu baik.
dulu awal, saya selalu bilang Mak lah, Mak lah ( maksudnya ibu kandung saya)
tapi perlahan saya tidak ungkit2 Mak kandung saya di depan ibu tiri saya untuk menjaga perasaannya.
cukup saya ingat dalam hati saya aja.