Laura Clarke tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis. Pertemuannya dengan Kody Cappo, pewaris tunggal kerajaan bisnis CAPPO CORP, membawanya ke dalam dunia yang penuh kemewahan dan intrik. Namun, konsekuensi dari malam yang tak terlupakan itu lebih besar dari yang ia bayangkan: ia mengandung anak sang pewaris. Terjebak di antara cinta dan kewajiban.
"kau pikir, aku akan membiarkanmu begitu saja di saat kau sedang mengandung anakku?"
"[Aku] bisa menjaga diriku dan bayi ini."
"Mari kita menikah?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bgreen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ciuman liar
Pagi itu, seberkas cahaya matahari menembus celah sempit jendela, jatuh tepat di wajah Connie yang masih terlelap. Perlahan, kelopak matanya berkedut.
Kesadaran merayap kembali, dibarengi denyutan tajam di pelipisnya—bekas pukulan yang menghantamnya.
Dengan susah payah, ia mengerjapkan matanya, berusaha membiasakan diri dengan kegelapan yang samar.
Napasnya tertahan saat menyadari pergelangan tangan dan kakinya terikat erat. Sebuah kain hitam kasar membekap mulutnya, merampas suaranya.
Sebuah erangan tertahan keluar dari balik kain itu. Panik mulai merayapi benaknya, namun Connie memaksa dirinya untuk tenang.
Ia mulai menggeliat, mencoba melonggarkan ikatan tali yang terasa begitu kuat menjerat.
Pandangannya menyapu sekeliling ruangan asing itu. Hanya ada penerangan minim dari sebuah lampu redup di pojok, menampakkan dinding-dinding kosong dan perabotan yang tertata rapi, seolah tak pernah disentuh, tak pernah dihuni.
Ceklek...
Suara pintu berderit memecah keheningan. Seorang pria memasuki ruangan tempat Connie disekap.
Langkahnya mendekat, membawa aroma menggoda dari sepiring roti dan telur di satu tangan, serta sebotol air mineral di tangan lainnya.
"Kau sudah sadar?" Suara berat pria itu memecah keheningan saat ia berdiri di hadapan Connie.
Connie hanya membisu, menatap tajam sosok yang berani menculiknya. Bagaimana bisa ia diculik, di tengah pengawalan ketat yang selalu melindunginya? Siapa pria ini sebenarnya?
Pria itu semakin mendekat, hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa inci. Connie dapat melihat jelas setiap detail wajahnya.
Garis rahang tegas, mata kelam yang menyimpan misteri, dan bibir yang tampak dingin namun menggoda.
Entah mengapa, Connie sedikit terpesona. Pria ini tampan, sangat tampan.
Mereka terdiam dalam tatapan yang intens, seolah waktu berhenti berputar.
Di sisi lain, Black pun tak dapat menyembunyikan kekagumannya. Dari jarak sedekat ini, kecantikan Connie terpancar begitu nyata.
Mata hazelnya memancarkan keberanian meski dalam ketakutan, bibirnya yang ranum tampak menggoda di balik kain yang membekapnya.
*
Black melepaskan ikatan di mulut Connie.
"Apa maumu?" tanya Connie, suaranya bergetar setelah sekian lama terbungkam.
Pria itu hanya diam, sorot matanya sulit dibaca. Ia justru semakin mendekat, membuat Connie panik.
Dalam benaknya, hanya ada satu pikiran: pelecehan. Tanpa ragu, ia menggigit bahu pria itu sekuat tenaga.
"Aakh... shit!" Pria itu mengumpat, terkejut dengan serangan tiba-tiba itu. Ia mendorong tubuh Connie hingga terjatuh ke lantai.
Dengan cepat, pria itu menekan tubuh Connie yang berusaha memberontak.
"Aaaakkk... apa yang kau lakukan? Kau tidak tahu siapa aku? Ayah dan kakakku tidak akan membiarkanmu!" Connie berteriak histeris, air mata mulai membasahi pipinya.
"Diamlah!" bentak pria itu, berusaha menahan tubuh Connie yang tak terkendali.
Connie terdiam, napasnya tersengal. Matanya menatap tajam pria yang kini menindihnya.
"Aku tidak akan menyakitimu," ucap pria itu, suaranya melembut. "Jadi, aku harap kau bisa tenang sampai masalah ini selesai."
Black perlahan menjauhkan tangannya yang menahan tubuh Connie, merasakan gadis itu mulai tenang.
"Aku akan membuka ikatan di tanganmu. Aku membawa makanan untukmu, jadi makanlah dengan tenang. Jangan berpikir macam-macam, apalagi kabur," ucap pria itu, nada suaranya kini lebih lembut.
*
Saat Black merasa Connie sudah tenang dan mengerti, ia pun membuka ikatan di tangan gadis itu.
Namun, di luar dugaan, Connie langsung menyerangnya begitu ikatan tangannya terlepas.
Dengan sekuat tenaga, Connie mendorong tubuh Black dengan tangan dan tubuhnya.
Pria itu tersungkur ke belakang, tak menyangka Connie memiliki kekuatan sebesar itu.
Dengan kedua kaki yang masih terikat, Connie menendang wajah pria itu.
BUAGH!
Dengan cepat, Connie membuka ikatan kakinya. Belum sempat ia berusaha kabur, pria itu kembali mendorong tubuhnya hingga terbaring di lantai.
Tangan Connie berusaha memukul pria itu, namun dengan sigap, Black mencengkram kedua tangan Connie sebelum sempat mengenainya.
Kedua tangan Connie dicengkram di atas kepalanya, dalam posisi berbaring.
Posisi ini membuat wajah pria itu begitu dekat dengan wajah Connie, bahkan pria itu menindih tubuh Connie hingga tak bisa bergerak.
Keduanya saling bertatapan, mata mereka bertemu dalam tatapan intens.
Napas pria itu terasa sedikit terengah, bercampur dengan aroma maskulin yang memabukkan.
*
Keheningan menyelimuti ruangan itu, hanya menyisakan deru napas mereka yang saling beradu, memecah kesunyian.
Black membawa Connie ke salah satu vila pribadi milik pria tua yang menyuruhnya menculik gadis itu.
Vila terpencil di tengah hutan belantara, tanpa akses jalan darat, hanya helikopter yang bisa menembus isolasinya.
Keduanya masih dalam posisi intim, tubuh Connie terkunci di bawah Black.
Pria itu tak menyangka wanita yang diculiknya kali ini bukanlah wanita biasa.
Keberaniannya terpancar jelas, tanpa rasa takut sedikit pun.
Mungkin karena ia putri seorang mafia, terbiasa menghadapi ancaman dan orang-orang yang mencoba menyakitinya.
Cukup lama mereka bertahan dalam posisi itu, saling menatap, pikiran masing-masing berkelana.
Hingga entah apa yang melintas di benak Connie, ia perlahan mendekatkan wajahnya ke wajah pria itu, lalu melumat bibir Black dengan lembut.
Black terkejut, membeku. Ia hanya terdiam, tak membalas lumatan lembut dari Connie.
Namun, ciuman Connie makin lama makin liar dan menuntut.
Gadis itu menggigit bibir bawah Black hingga sedikit terbuka, lalu lidahnya mulai menjelajah, melumat dengan gairah yang membara.
Awalnya Black tak merespons, namun sentuhan bibir Connie, napas hangat, dan lidah yang memabukkan itu akhirnya menggoda dirinya.
Ia pun membalas ciuman Connie, mengikuti setiap sentuhan bibir gadis itu.
"Hmph... haa... hmph... hmph... cup... haa..." Suara ciuman dan desahan mereka terdengar jelas, memenuhi setiap sudut ruangan yang sunyi itu.
Black yang semakin terhanyut dalam ciuman liar itu perlahan-lahan melepaskan cengkraman tangannya dari kedua tangan Connie.
Tangan Connie kini bebas, dan tanpa ragu, ia melingkarkan kedua lengannya di leher pria itu, memperdalam ciuman mereka yang kian liar dan tak terkendali.
Namun, kesempatan emas ini rupanya dimanfaatkan Connie dengan cerdik.
Di tengah gairah yang membara, tangannya meraba saku belakang celana Black.
Ia menemukan pistol yang terselip di sana, lalu dengan cepat menariknya dan menodongkannya ke kepala pria itu.
Black merasakan perubahan dingin dari benda keras yang kini menempel di pelipisnya. Perlahan, ia melepaskan ciuman mereka. "Haa... haaa... haa..." Napas keduanya terengah-engah, bukan lagi karena gairah, melainkan karena ketegangan yang tiba-tiba mencekik.
Black mengangkat kedua tangannya ke atas, tanda menyerah.
Ia perlahan mundur, menjauhkan tubuhnya yang tadinya menempel erat pada Connie.
Black bisa saja merebut pistol itu, namun entah mengapa, ia membiarkan Connie.
Matanya masih menatap wajah Connie yang serius, bibirnya terlihat sedikit bengkak akibat ciuman mereka tadi.
Connie dengan cepat memundurkan tubuhnya, namun tetap mengacungkan senjata pada pria itu.
Ia berdiri, mengusap bibirnya dengan telapak tangannya yang masih basah akibat ciuman mereka. Pandangannya tak lepas dari pria yang menculiknya.
"Not bad," ucap Connie, suaranya sedikit serak, mengomentari ciuman mereka tadi. Lalu, nadanya berubah tegas, "Jangan berani mendekat, atau aku akan menembakmu."
Black hanya terdiam di posisinya. Connie dengan hati-hati melewatinya, meraih kunci yang menancap di pintu, dan membukanya.
Tanpa menoleh, ia melangkah keluar, lalu tak lupa mengunci pintu itu dari luar, mengurung Black di dalam ruangan.
suka banget thor ,sama sifat kody yg begini😂😄