NovelToon NovelToon
Adik Tiri Kesayangan Si Kembar

Adik Tiri Kesayangan Si Kembar

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Kembar / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Romansa / Fantasi Wanita
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Hazelnutz

Sejak bayi, Eleanor Cromwel diculik dan akhirnya diasuh oleh salah satu keluarga ternama di Kota Olympus. Hidupnya tampak sempurna dengan dua kakak tiri kembar yang selalu menjaganya… sampai tragedi datang.

Ayah tirinya meninggal karena serangan jantung, dan sejak itu, Eleanor tak lagi merasakan kasih sayang dari ibu tiri yang kejam. Namun, di balik dinginnya rumah itu, dua kakak tirinya justru menaruh perhatian yang berbeda.

Perhatian yang bukan sekadar kakak pada adik.
Perasaan yang seharusnya tak pernah tumbuh.

Di antara kasih, luka, dan rahasia, Eleanor harus memilih…
Apakah dia akan tetap menjadi “adik kesayangan” atau menerima cinta terlarang yang ditawarkan oleh salah satu si kembar?

silahkan membaca, dan jangan lupa untuk Like, serta komen pendapat kalian, dan vote kalau kalian suka

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hazelnutz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1 : Prolog

Malam itu sunyi. Hanya suara jangkrik yang menemani langkah tergesa seorang wanita yang menggendong bayi mungil. Bayi itu menangis kencang, suaranya melengking memecah keheningan. Seakan tahu, ia sedang dijauhkan dari pelukan yang seharusnya menjadi tempat paling aman.

“Diamlah, sayang… sebentar lagi semuanya akan baik-baik saja,” bisik wanita itu panik, meski hatinya sendiri diliputi ketakutan.

Tapi takdir berkata lain. Dalam gelap, sebuah mobil berhenti mendadak. Beberapa pria berseragam keluar, menghadang langkahnya. Bayi itu terlepas dari pelukannya, berpindah ke tangan orang asing. Tangisan kecil itu akhirnya mereda dalam pelukan yang baru, dan sejak malam itu, jalan hidupnya pun berubah selamanya.

 

Bertahun-tahun kemudian…

Awan kelabu menggantung di langit Kota Olympus. Hujan rintik turun membasahi tanah pemakaman. Di antara ratusan orang berpakaian hitam, seorang gadis berdiri kaku, tubuhnya sedikit gemetar.

Eleanor Cromwel.

Air matanya terus jatuh, meski sudah ia tahan sejak tadi. Di hadapannya, nisan ayah tirinya berdiri kokoh, menyakitkan sekaligus menenangkan.

“Selamat jalan, Ayah…” bisiknya lirih. Suaranya pecah, seakan setiap kata ikut menyeret hatinya yang hancur.

Dari balik kerudung hitam, ia melirik ke arah ibu tirinya. Wanita itu berdiri dengan wajah tanpa ekspresi, seakan kematian suaminya tidak meninggalkan luka sedikit pun. Tatapan dingin itu membuat Eleanor merasa semakin sendirian.

Namun, di sisi lain, ada dua orang yang membuatnya sedikit kuat. Kedua kakak tirinya.

Mereka berdiri di dekatnya, tidak mengatakan apa-apa. Hanya menatap dengan sorot mata penuh kehangatan. Tatapan yang seolah berkata, “Kau tidak sendirian, kami ada di sini.”

Eleanor menghela napas panjang. Meski hatinya perih, ia masih bisa merasakan sedikit kelegaan. Kehilangan ayah adalah pukulan besar, tapi ia tahu… masih ada kakak-kakaknya yang selalu siap melindunginya.

Hari itu, untuk pertama kalinya sejak kematian ayah, Eleanor belajar satu hal, yaitumeski rumah akan menjadi dingin dan penuh kebencian dari sang ibu tiri, ia masih punya tempat untuk bersandar.

Tempat itu ada pada dua sosok kakak kembarnya.

Tahun demi tahun berlalu…

Suatu pagi yang cerah, matahari menembus tirai putih kamar yang mewah dan luas. Di atas ranjang besar dengan sprei lembut, seorang gadis masih terlelap. Wajah cantiknya tampak begitu damai, seolah dunia luar tak sanggup mengganggu mimpinya.

Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama.

“Bangun! Dasar pemalas! Apa kau ingin tidur seharian?!”

Suara lantang itu menggema dari balik pintu, membuat Eleanor tersentak.

Ia membuka matanya perlahan, kelopak matanya masih berat. Dengan suara lembut yang nyaris serak, ia menjawab, “Iya, Ibu…”

Nada lembutnya kontras dengan kasar dan dinginnya suara sang ibu tiri. Meski hatinya terasa perih setiap kali mendengar bentakan itu, Eleanor sudah terbiasa.

Dengan rambut yang berantakan dan wajah yang masih kusut karena tidur, ia bergegas bangkit. Kakinya melangkah pelan menuju kamar mandi. Sebelum masuk, ia sempat menatap pantulan dirinya di cermin besar di sudut ruangan.

“Pagi yang panjang lagi…” gumamnya lirih, sebelum akhirnya membuka pintu kamar mandi dan membiarkan air membasuh rasa kantuknya

Air hangat membasuh tubuhnya, perlahan menghapus sisa kantuk yang masih menempel. Eleanor menutup matanya sejenak, membiarkan butiran air jatuh di wajahnya. Itu satu-satunya waktu di mana ia bisa merasa sedikit tenang—di bawah pancuran air, sendirian, jauh dari suara bentakan yang biasa ia dengar setiap hari.

Tak lama kemudian, ia keluar dengan rambut yang masih sedikit basah, mengenakan seragam sekolanya. Meski kehidupannya terlihat sempurna, berbeda dengan gadis-gadis biasa, Eleanor tahu ia tak pernah benar-benar dianggap istimewa oleh sang ibu tiri.

Begitu membuka pintu kamar, suara ketukan hak sepatu sudah terdengar di ujung koridor. Ibu tirinya berdiri di sana, dengan wajah dingin dan tatapan menusuk.

“Kau memang selalu lambat,” ucapnya ketus, menyapu Eleanor dari kepala hingga kaki. “Jangan membuatku repot mengingatkanmu setiap pagi. Kalau bukan karena ayahmu… aku tidak akan sudi membiarkanmu tinggal di rumah ini.”

Eleanor menunduk sopan, menahan gejolak di dadanya. Bibirnya bergetar, tapi ia tetap berusaha menjawab dengan suara lembut, “Maaf, Ibu. Aku akan lebih cepat lain kali.”

Wanita itu mendengus, lalu berbalik dengan langkah angkuh. “Cepat turun. Sarapan sudah siap. Dan jangan buat kedua kakakmu menunggu.”

Eleanor menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Setelah itu, ia berjalan menuruni tangga besar menuju ruang makan. Aroma roti panggang dan sup hangat tercium dari kejauhan.

Di meja panjang berlapis taplak putih, dua sosok kembar yang sudah sangat dikenalnya duduk berdampingan. Keduanya tampak rapi dengan kemeja hitam, aura dingin namun berwibawa. Begitu melihat Eleanor, mereka menoleh hampir bersamaan.

Tatapan hangat itu kembali menyambutnya—tatapan seorang kakak yang seolah berkata: “Kami ada di sini.”

Eleanor tersenyum tipis, meski hatinya masih terasa berat. Kehangatan sederhana itu cukup untuk membuatnya bertahan menghadapi hari yang baru.

Air hangat membasuh tubuhnya, perlahan menghapus sisa kantuk yang masih menempel. Eleanor menutup matanya sejenak, membiarkan butiran air jatuh di wajahnya. Itu satu-satunya waktu di mana ia bisa merasa sedikit tenang—di bawah pancuran air, sendirian, jauh dari suara bentakan yang biasa ia dengar setiap hari.

Tak lama kemudian, ia keluar dengan rambut yang masih sedikit basah, mengenakan gaun sederhana berwarna biru muda. Meski pakaiannya tampak indah, berbeda dengan gadis-gadis biasa, Eleanor tahu ia tak pernah benar-benar dianggap istimewa oleh sang ibu tiri.

Begitu membuka pintu kamar, suara ketukan hak sepatu sudah terdengar di ujung koridor. Ibu tirinya berdiri di sana, dengan wajah dingin dan tatapan menusuk.

“Kau memang selalu lambat,” ucapnya ketus, menyapu Eleanor dari kepala hingga kaki. “Jangan membuatku repot mengingatkanmu setiap pagi. Kalau bukan karena ayahmu… aku tidak akan sudi membiarkanmu tinggal di rumah ini.”

Eleanor menunduk sopan, menahan gejolak di dadanya. Bibirnya bergetar, tapi ia tetap berusaha menjawab dengan suara lembut, “Maaf, Ibu. Aku akan lebih cepat lain kali.”

Wanita itu mendengus, lalu berbalik dengan langkah angkuh. “Cepat turun. Sarapan sudah siap. Dan jangan buat kedua kakakmu menunggu.”

Eleanor menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Setelah itu, ia berjalan menuruni tangga besar menuju ruang makan. Aroma roti panggang dan sup hangat tercium dari kejauhan.

Di meja panjang berlapis taplak putih, dua sosok kembar yang sudah sangat dikenalnya duduk berdampingan. Keduanya tampak rapi dengan kemeja hitam, aura dingin namun berwibawa. Begitu melihat Eleanor, mereka menoleh hampir bersamaan.

Tatapan hangat itu kembali menyambutnya—tatapan seorang kakak yang seolah berkata: “Kami ada di sini.”

Eleanor tersenyum tipis, meski hatinya masih terasa berat. Kehangatan sederhana itu cukup untuk membuatnya bertahan menghadapi hari yang baru.

Ruang makan keluarga Cromwel terlihat mewah dengan lampu gantung kristal yang berkilauan. Meja panjang penuh dengan hidangan: roti, sup hangat, salad, hingga ayam panggang beraroma menggoda. Namun, bagi Eleanor, semua itu tidak ada artinya.

Ia duduk di kursinya dengan tenang, pandangan matanya hanya tertuju pada piring kosong di depannya. Tangannya yang rapi terlipat di pangkuan, seolah enggan menyentuh sendok garpu.

Daniel, kakak tertuanya, memperhatikan diamnya Eleanor. Dengan suara lembut penuh wibawa, ia berkata,

“Ela, makanlah. Kau perlu sarapan agar tetap sehat.”

Nada suaranya sopan, tidak memaksa, tapi cukup untuk membuat Eleanor mengangkat wajahnya sejenak. Ia hanya tersenyum tipis dan mengangguk pelan.

Sementara itu, Dominic, sang adik kembar, justru bertindak dengan cara berbeda. Tanpa berkata apa-apa, ia meraih gelas air di depannya lalu mendorongnya ke arah Eleanor.

“Minum dulu. Wajahmu kelihatan pucat,” ucapnya singkat, dengan nada santai khas dirinya yang nakal tapi peduli.

Eleanor tertegun sesaat, hatinya terasa sedikit hangat oleh perhatian mereka. Namun sebelum ia sempat menjawab, suara manis yang dibuat-buat terdengar dari seberang meja.

“Oh, sayangku”

Ibu tirinya tersenyum, suaranya berubah lembut—berbanding terbalik dengan nada kasar yang membangunkannya pagi tadi. “Kenapa hanya menatap piringmu? Kau harus makan. Lihat, Ayam panggang ini kesukaanmu, bukan?”

Wanita itu lalu mengambil sepotong ayam dengan senyum ramah, meletakkannya perlahan di piring Eleanor. Gestur penuh kasih sayang itu jelas hanya sandiwara. Semua tahu, di hadapan kedua putranya, ia selalu bersikap manis kepada Eleanor.

Eleanor mengangguk pelan, bibirnya tersungging senyum tipis. “Terima kasih, Ibu…” ucapnya lembut, meski hatinya berkata lain.

Eleanor menggeser garpu di tangannya, mencoba mencicipi ayam yang baru saja diletakkan sang ibu tiri ke piringnya. Potongan kecil itu ia kunyah perlahan, meski sebenarnya tak ada selera.

Daniel meliriknya sebentar, lalu membuka percakapan.

“Kau tidur nyenyak semalam, Ela? Belakangan ini kau terlihat sering lelah.”

Nada suaranya penuh perhatian, hangat, membuat Eleanor sejenak melupakan rasa canggungnya.

Eleanor tersenyum tipis. “Aku baik-baik saja, Kak. Hanya sedikit mengantuk.”

Belum sempat Daniel menanggapi, Dominic menyela sambil menopang dagu dengan tangan. Senyum nakalnya muncul.

“Ngantuk? Itu karena kau terlalu sering begadang, kan? Jangan bilang kau diam-diam membaca novel sampai pagi lagi?”

Eleanor tersipu, buru-buru menggeleng. “Tidak, Kak… aku tidak—”

Belum selesai ia menjelaskan, Dom sudah terkekeh pelan, jelas sedang menggoda.

“Aku tahu ekspresi itu. Kau selalu kelihatan polos saat berbohong.”

Daniel menggeleng kecil, menatap kembarannya dengan nada setengah menegur.

“Dom, jangan membuatnya tidak nyaman di pagi hari.”

“Tenang saja, aku hanya bercanda,” balas Dom santai, tapi matanya tetap terarah pada Eleanor yang menunduk.

Di sisi lain, ibu tirinya menyimak percakapan itu dengan senyum manis yang dibuat-buat.

“Lihatlah, kalian berdua selalu perhatian pada adik kalian. Ibu Senang Melihatnya…” katanya dengan nada manis.

Namun tatapan matanya pada Eleanor sesaat terasa dingin—tatapan yang hanya bisa Eleanor mengerti.

1
Nanabrum
Ngakakk woyy😭😭
Can
Lanjuuutttt THORRRRR
Andr45
keren kak
mirip kisah seseorang teman ku
air mata ku 😭
Andr45
wow amazing 🤗🤗
Can
Lanjut Thor
Cikka
Lanjut
Ken
Semangaaat Authooor, Up yang banyakk
Ken
Udah ngaku ajaaa
Ken
Jangan tidur atau jangan Pingsan thor😭😭
Ken
Nahh kann, Mulai lagiii🗿
Ken
Wanita Kadal 02🤣🤣
Ken
Bisa hapus karakter nya gak thor🗿
Ken
Kan, Kayak Kadal beneran/Panic/
Ken
Apaan coba nih wanita kadal/Angry/
Vytas
mantap
Ceyra Heelshire
gak bisa! mending balas aja PLAK PLAK PLAK
Ceyra Heelshire
apaan sih si nyi lampir ini /Panic/
Ceyra Heelshire
wih, bikin novel baru lagi Thor
Hazelnutz: ehehe iyaa😅
total 1 replies
RiaChenko♥️
Rekomended banget
RiaChenko♥️
Ahhhh GANTUNGGGGG WOYYY
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!