Ketika Ling Xi menjadi putri yang tak dianggap di keluarga, lalu tersakiti dengan laki-laki yang dicintai, apalagi yang harus dia perbuat kalau bukan bangkit? Terlebih Ling mendapatkan ruang ajaib sebagai balas budi dari seekor ular yang pernah dia tolong sewaktu kecil. Dia pergunakan itu untuk membalas dan juga melindungi dirinya.
Pada suatu moment dimana Ling sudah bisa membuang rasa cintanya pada Jian Li, Ling Xi terpaksa mengikuti sayembara menikahi Kaisar kejam tidak kenal ampun. Salah sedikit, habislah nyawa. Dan ketika Ling Xi mengambil sayembara itu, justru Jian Li datang lagi kepadanya membawa segenap penyesalan.
Apakah Ling akan terus bersama Kaisar, atau malah kembali ke pelukan laki-laki yang sudah banyak menyakitinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membuka Yang Seharusnya Dibuka
Waktu yang diberikan Lin Feng kepada Ling Xi untuk berbicara dengan ayahnya telah habis. Kini, tibalah saatnya ia harus menghabiskan waktu berdua dengan Lin Feng sebagai pasangan suami istri.
Masih dalam balutan busana pengantin berwarna merah, Ling Xi melangkah masuk ke kamar kaisar. Syukurlah, Lin Feng belum ada di sana. Ia masih memiliki sedikit waktu untuk menenangkan diri, juga untuk berbenah.
Sebenarnya Ling Xi heran dengan kaisar ini. Umumnya para kaisar memiliki kediaman tersendiri, sementara para permaisuri ditempatkan di istana bagian dalam dengan kamar masing-masing. Namun Lin Feng sejak awal memutuskan sekamar dengannya. Bahkan sejak ia masuk istana, Ling Xi tidak pernah benar-benar memiliki kamar pribadi.
Ling Xi menghela napas berat. Perasaan geram dan sedih akibat kehilangan A Mei membuat pikirannya kosong sesaat. Ia menjatuhkan tubuh ke kursi kebesaran kaisar, lalu mengepalkan tangan.
"A Mei… aku akan membalas kepergianmu. Jian Li tidak akan lolos. Kali ini aku akan menghentikannya, dan membuatnya menderita sampai akhir hayatnya."
Seketika tekad itu menyala dalam hatinya. Namun saat tatapannya teralih pada ranjang berkelambu merah, bibirnya terulas senyum getir.
"Apa aku harus menunggu pengantin pria dengan duduk di balik kelambu itu?" Gumamnya.
Pengantin wanita biasanya menunggu diam-diam di ranjang, sementara pengantin pria masuk membawa obor atau lilin merah, lalu membuka penutup sang istri sebelum meneguk arak pernikahan bersama. Semuanya tampak romantis bagi sebagian orang, tapi bagi Ling Xi saat ini, membayangkan hal itu, cukup membangunkan buluu roma. Dia lekas mengenyangkan pikirannya itu.
Kemana perginya Paduka suami? Apa yang sedang ia lakukan?
Tiba-tiba ia bergidik ngeri. Tidak mungkin beliau sedang mengasah pedang untuk mengobrak-abrikku, kan?
Tanpa sadar ia memegangi lehernya, jantungnya berdebar cepat.
Untuk mengusir rasa gugup itu, Ling Xi memilih berganti pakaian. Ia menanggalkan gaun pengantin dan mengenakan jubah sederhana berwarna biru pucat, pakaian sehari-harinya.
Selagi Lin Feng belum datang, Ling Xi menyelinap masuk ke ruang Fengyun. Ia memeriksa tanaman obat yang ia rawat sendiri, mengecek persediaan ramuan, lalu mengambil beberapa potong kayu yang sering ia gunakan untuk membuat replika kecil. Aktivitas itu menenangkannya disaat perasaannya campur aduk seperti sekarang ini.
Namun begitu ia kembali lagi ke kamar Kaisar, Lin Feng ternyata sudah ada di dalam. Tubuhnya tegak berdiri di tengah ruangan sembari bertolak pinggang. Sepertinya beliau sedang mencari keberadaan Ling Xi. Untungnya wanita itu ketika keluar dari ruang Fengyun, tidak muncul di depan Lin Feng. Ia muncul dari balik rak.
Ling Xi melangkah dari balik rak, tangannya penuh dengan potongan kayu. Lin Feng menoleh ke arahnya. Ia mengerutkan keningnya melihat Ling Xi yang sudah berganti pakaian dan membawa-bawa kayu di malam pertama mereka.
"Apa yang kau lakukan dengan semua kayu itu?" tanya Lin Feng.
Ling Xi meletakkan tumpukan kayu di meja, lalu berbalik menghadap Lin Feng.
"Aku ingin menunjukkan kebolehanku padamu, Paduka. Dan aku ingin pendapatmu tentang karya yang akan kubuat ini."
Lin Feng melipat tangannya di dada, tatapannya menyiratkan keheranan. "Menunjukkan kebolehan di malam pengantin begini? Yang benar saja."
Tanpa mempedulikan Lin Feng, Ling Xi mulai mengambil peralatan. Jari-jemarinya yang lincah mulai menyusun potongan kayu, membentuk detail-detail rumit. Sebuah jembatan kokoh mulai terbentuk di tangannya. Ia juga merancang beberapa infrastruktur lain seperti gerbang kota dan menara pengawas.
Ling Xi begitu fokus pada karyanya, ia tidak menyadari bahwa Lin Feng tidak hanya memperhatikan karyanya saja, tapi pada bagian lain. Pandangan mata Lin Feng tertuju pada dada Ling Xi.
"Paduka, aku sudah selesai membuatnya. Coba berikan pendapat Paduka tentang karyaku ini. Apakah ada yang perlu diperbaiki?"
Mendengar Ling Xi yang memanggilnya, Lin Feng segera mengalihkan pandangannya dari dada Ling Xi. Matanya kembali fokus ke replika. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan, meneliti setiap detail dari karya Ling Xi.
Lin Feng memulai meneliti, memperhatikan setiap detail dari replika yang dibuat Ling Xi.
Karyanya luar biasa. Gumam Lin Feng.
"Dari sisi struktur, desain jembatan ini bagus. Dan untuk masalah fondasi, idemu membuat tiang pancang sudah tepat agar jembatan bisa lebih kuat dan tahan lama, terutama saat diterjang arus air yang deras. Sedikit tambahan, kamu bisa menambahkan detail ornamen di bagian pagar jembatan, itu akan menambah nilai seni."
Ling Xi mengangguk, mencerna setiap masukan dari Lin Feng. "Baik, Paduka. Aku akan memperbaikinya."
Lin Feng lalu bersandar di kursinya, menatap Ling Xi dengan mata penuh rasa ingin tahu. "Karyamu ini memiliki potensi besar. Kamu memiliki bakat yang sangat mumpuni. Aku penasaran, dari mana kamu belajar tekhnik pembangunan ini?"
Ling Xi tersenyum tipis. Baru kali ini ada yang mengapresiasikan karyanya dengan tulus.
"Aku mempelajarinya secara otodidak, Paduka. Aku hanya mengikuti intuisi dan hatiku saja."
"Itu jawaban yang bagus. Kau memiliki bakat alami yang luar biasa." Lin Feng lalu menunjuk ke arah karya Ling Xi, detik kemudian sekonyong-konyong tangannya malah mengarah ke dada lagi. Sepertinya tangan itu hendak menjambaak baju yang dikenakan Ling Xi tanpa aba-aba terlebih dalu, karena Lin Feng merasa Ling Xi sedang mengulur-ulur waktu.
Tahu kalau mau di jambaak bajunya, Ling Xi langsung berseru, "Paduka, apakah aku boleh melihat peta wilayah Dong?"
Sontak tangan Lin Feng yang tadinya mau menjambbak baju kini berubah haluan membekuk Ling Xi, sehingga tubuh Ling Xi dalam genggaman seperti pencuri yang sedang menekan korban.
"Kau mau apa bertanya peta negeri Dong? Jika kau pengkhianat, akan kuhabisi detik ini juga! Lihatlah, lehermu sudah ada dalam genggaman ku."
Astaga, untung aku sudah amankan kalung portal ruang Fengyun. Kalau tidak, bisa putus nanti. Gumamnya dalam hati.
Sebelumnya saat Ling Xi mendekat ke Lin Feng tadi, wanita itu lekas mebuka kalungnya. Ia tahu kalau Lin Feng bakalan mengobrak-abriknya, sehingga ia amankan kalung itu karena tak mau Lin Feng tahu soal ruang Fengyun.
"Paduka, jangan berburuk sangka dahulu. Aku hanya ingin mengaplikasikan karya ku ini untuk pembangunan di negeri Dong. Dan aku perlu titik wilayah yang hendak diperbaiki. Aku yakin karya ini akan membuat Negeri Dong terlihat lebih makmur."
Lin Feng masih belum melunak. Alasan Ling Xi terasa dibuat-buat.
"Yasudah jika Paduka tidak berkenan memperlihatkan peta itu. Bagaimana kalau Paduka saja yang meberitahukan ku dimana letak wilayah yang tepat untuk diperbaiki, sekaligus habis ini, aku ingin membuka baju. Atau mau Paduka saja yang membukakannya?"
Mendengar itu, barulah Lin Feng melepaskan Ling Xi. Ling Xi bisa bernafas lega.
"Kau saja yang buka. Tunjukan kepada ku apa isi dibaliknya." Lin Feng kembali duduk dengan gaya penguasa, wajahnya petantang-petenteng, tak sabar melihat Ling Xi beraktivitas.
Dengan senyum tipis, Ling Xi mulai melepaskan jubah luarnya, lalu satu per satu lapisan pakaian dalaamnya. Lin Feng mengamati dengan cermat, menunggu sesuatu yang menarik. Namun setelah lapisan pertama, muncul lagi lapisan lain. Lin Feng mengerutkan dahi. Setelah lapisan kedua, ada lagi lapisan ketiga, lalu keempat. Ling Xi sengaja memakai banyak lapisan untuk mengerjai Lin Feng.
Wajah Lin Feng yang tadinya petantang-petenteng kini mulai memerah. Ia merasa dipermainkan. Saat Ling Xi hendak membuka lapisan kelima, kesabaran Lin Feng habis. "Cukup!" geramnya.
Ia bangkit dari kursinya, berjalan cepat menghampiri Ling Xi, dan tanpa ragu, langsung menjambak baju terluar yang masih dikenakan Ling Xi.
"Arrghh!" teriak Ling Xi terkejut.
Ternyata bahaya juga, berhadapan dengan Kaisar dong tanpa memakai kalung. Aku tidak bisa lari.
.
.
Bersambung.
sweete bangeeettt/Drool//Drool//Drool//Drool//Drool//Drool/
akhirnya........🥳