NovelToon NovelToon
Jodoh Di Tangan Semesta

Jodoh Di Tangan Semesta

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Aliansi Pernikahan / Beda Usia / Keluarga / Karir
Popularitas:21.3k
Nilai: 5
Nama Author: nowitsrain

Anindya Semesta hanyalah gadis ingusan yang baru saja menyelesaikan kuliah. Daripada buru-buru mencari kerja atau lanjut S2, dia lebih memilih untuk menikmati hari-harinya dengan bermalasan setelah beberapa bulan berkutat dengan skripsi dan bimbingan.

Sayangnya, keinginan itu tak mendapatkan dukungan dari orang tua, terutama ayahnya. Julian Theo Xander ingin putri tunggalnya segera menikah! Dia ingin segera menimang cucu, supaya tidak kalah saing dengan koleganya yang lain.

"Menikah sama siapa? Anin nggak punya pacar!"

"Ada anak kolega Papi, besok kalian ketemu!"

Tetapi Anindya tidak mau. Menyerahkan hidupnya untuk dimiliki oleh laki-laki asing adalah mimpi buruk. Jadi, dia segera putar otak mencari solusi. Dan tak ada yang lebih baik daripada meminta bantuan Malik, tetangga sebelah yang baru pindah enam bulan lalu.

Malik tampan, mapan, terlihat misterius dan menawan, Anindya suka!

Tapi masalahnya, apakah Malik mau membantu secara cuma-cuma?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Semesta 30.

Kalau mobil di belakang tidak memberikan klakson panjang, Malik mungkin tidak akan bisa melepaskan tangannya dari genggaman Anindya tanpa merasa bersalah. Sifat tidak enakannya ini memang terkadang menyusahkan. Membuatnya jadi terlalu berhati-hati dalam bertindak.

Syukurnya, tidak tampak kekecewaan di wajah Anindya. Gadis itu hanya kembali ke posisi duduknya dengan segaris senyum menghias bibir.

Mobil kembali melaju. Jalanan sore itu lumayan padat, tapi tidak sampai menimbulkan kemacetan. Di kiri-kanan, deretan toko mulai menyalakan lampu papan nama, memberi warna-warni di sela cahaya matahari yang mulai merendah. Malik fokus menyetir, berusaha tidak terdistraksi oleh gerak-gerik Anindya di sebelahnya.

"Tangan Mas Malik lembut, tapi agak basah ya," ujar Anindya tiba-tiba, nadanya santai.

Malik tidak langsung merespons, hanya melirik sekilas lalu kembali fokus menatap jalanan.

"Kalau tangan Anin kering, jadi harus sering-sering pakai lotion biar lembab dan nggak gampang luka," lanjutnya. Jemari dari tangan yang sedang dia deskripsikan itu saling menyentuh, seolah sedang memberikan demo langsung perihal seberapa kering kondisinya.

Ya terus? Malik ingin menyambar begitu, tapi urung dan memilih membiarkan Anindya mengoceh lebih jauh.

"Berarti kita nggak bisa sharing produk perawatan kulit ya nanti, harus punya sendiri-sendiri."

Malik masih tidak bereaksi. Pupil matanya fokus pada garis marka jalan, tapi telinganya masih terbuka lebar.

"Oh, ya." Si gadis bergerak pelan, mengubah posisi duduknya sedikit miring menghadap Malik. "Kata Oma, Mas Malik nggak suka nonton film horor karena nggak rasional, ya?"

"Iya."

"Terus kalau film superhero, gimana? Nggak masuk akal juga? Kan pemeran utamanya nggak mati-mati tuh walaupun udah kena hantam berkali-kali."

Di sini, Malik terlihat mulai tertarik. Tampak dari gesturnya membenarkan posisi duduk dan kepalanya yang menoleh singkat.

"Kalau itu masih masuk akal," jawabnya.

"Kok bisa?"

"Karena hidup dan mati itu di tangan Tuhan," jelasnya. Dia menoleh lagi, kali ini cukup lama memandang gadis di sebelahnya. "Tuhan ciptakan dia buat jadi superhero, jadi udah diatur supaya nggak mati cepat. Karena kalah dia mati cepat, nanti nggak ada lagi perpanjang tangan Tuhan buat lindungin manusia lain."

Anindya manggut-manggut. Malik masih bisa melihatnya dari ekor mata sejak pandangannya kembali tertuju pada jalanan.

"Kalau pernikahan kita, gimana? Termasuk rencana Tuhan atau enggak?"

"Itu sih rencana kamu. Cuma kebetulan aja diacc sama Tuhan."

Jawaban Malik yang cepat dan tanpa ragu menaikkan antusiasme Anindya sampai 100 persen banyaknya. Gadis itu kembali bertanya, "Terus Mas Malik terima aja gitu?"

Malik kembali tidak menjawab. Maka Anindya lanjutkan pertanyaannya, "Kenapa Mas Malik bisa pasrah banget sama keadaan?"

"Karena udah capek." Menembus satu pertigaan, mereka sampai lagi di lampu merah. Malik melemparkan pandangannya ke luar jendela. Tampak seperti mencari-cari sesuatu.

"Capek kenapa?"

Itu dia. Yang Malik cari akhirnya muncul. Seorang penjual bunga, bapak-bapak usia lanjut, rambut sepenuhnya memutih, jalan agak pincang, dengan setelah kemeja dan celana bahan disetrika rapi. Malik menurunkan kaca, melambaikan tangan memanggil si bapak.

Sambil menunggu si bapak sampai di sebelah mobilnya, Malik menjawab pertanyaan Anindya. "Capek protes ke Tuhan, karena nggak ada hasilnya. Nggak peduli seberapa banyak saya ngamuk, nangis, bahkan mengutuk Tuhan atas keputusan-Nya, tetap nggak ada yang berubah. Hidup saya tetap jalan dengan kondisi harus terima keadaan."

Sebelum Anindya membuka mulutnya lagi, si bapak penjual bunga sudah lebih dulu sampai. Senyumnya mereka serupa kelopak mawar segar yang dia bawa di dalam keranjang anyaman bambu. Bunga-bunga merah merekah cantik itu sudah diwrap menggunakan kertas khusus satu-satu, memudahkan perpindahan tangan kepada para pembeli.

"Saya ambil semua ya, seperti biasa." Kata Malik sambil menyerahkan lima lembar uang seratus ribu.

Si bapak mengangguk lembut, kemudian menyerahkan seluruh bunga mawar dagangannya, lengkap beserta keranjangnya sekalian.

"Keranjangnya buat saya juga?"

Si bapak mengangguk.

"Terus besok jualan pakai apa kalau keranjangnya buat saya?"

Malik memperhatikan si bapak menggerakkan tangannya. Menjelaskan padanya bahwa, saya masih punya keranjang lain di rumah, menggunakan bahasa isyarat.

"Oh, banyak ya keranjangnya?"

Si bapak mengangguk lagi.

Malik ikutan mengangguk dan mengambil alih keranjang bunga. Bertepatan dengan perpindahan itu, lampu hijau kembali menyala. Dia melambaikan tangan kepada si bapak sebelum menaikkan kaca dan melajukan kembali mobilnya.

"Sampai mana kita tadi?" tanya Malik setelah meletakkan keranjang bunga di jok belakang, lalu menginjak pedal gas.

"Sampai Mas Malik yang udah capek protes ke Tuhan."

Malik mengangguk. "Kamu sendiri gimana? Udah berapa kali selama hidup, kamu ngamuk ke Tuhan karena nggak terima sama keputusan-Nya?"

"Berkali-kali." Setelahnya, Anindya tertawa pelan. Malik tahu sang gadis masih ingin bicara, jadi ia tahan interupsi dan kembali menyediakan telinga.

"Ada banyak hal yang Tuhan izinkan terjadi, tapi nggak sesuai sama apa yang Anin mau. Makanya, Anin masih sering ngamuk sama Tuhan."

"Nggak capek?"

"Capek," ucapnya. "Tapi rasanya jadi lebih lega kalau udah ngamuk-ngamuk. At least, Anin udah berhasil membuang emosi buruk dari dalam diri. Jadi waktu marahnya udah habis, tinggal jalanin aja apa yang udah Tuhan tetapkan, sambil minta maaf karena udah marah-marah."

Kalimat Anindya belum sepenuhnya selesai, tapi ia sengaja memberi jeda untuk melihat reaksi Malik. Begitu tak didapati sang adam tampak terusik, ia melanjutkan ocehan.

"Karena kita kan cuma manusia biasa, ya. Tuhan ciptakan kita lengkap dengan bermacam-macam emosi, dan nggak ada salahnya untuk meluapkan serta memvalidasi setiap emosi itu. Toh habis itu, kita tetap lanjutkan hidup meski apa yang terjadi nggak sesuai sama apa yang kita mau."

Malik tertegun. Rasanya seperti ditampar berkali-kali. Dan dari tamparan itu, berbagai memori dari masa lalu hilir-mudik di kepalanya.

Banyak hal buruk terjadi dalam hidupnya; kehilangan calon adik bayi, ditinggal meninggal Mama dan Papa dengan rentang waktu berdekatan, tersingkir dari kelompok pertemanan karena sebuah kesalahpahaman, juga ketika menemukan Oma pingsan nyaris tak tertolong. Tapi, Malik bahkan lupa kapan terakhir kali dirinya protes kepada Tuhan atas apa yang terjadi. Dia tidak ingat kapan tepatnya mulai berhenti meratap, sebab sadar hasilnya akan nihil.

Tanpa sadar, Malik mencengkeram kemudi terlalu erat. Mungkin akan sampai membuat tangannya memerah, jika Anindya tidak segera menyadari gerak-geriknya dan menyentuh punggung tangannya lembut.

"Mas Malik juga boleh luapin apa pun yang Mas Malik rasain," kata gadis itu pelan. Nadanya menenangkan. Serupa lullaby yang menemani tidur larutnya agar terbebas dari mimpi buruk.

"Jangan ditahan," lanjutnya. "Jangan biarin semuanya menumpuk di dalam diri Mas Malik, lalu cuma punya dua pilihan: menunggu waktu untuk meledak sekaligus, atau malah membakar diri Mas Malik sampai habis jadi abu."

Malik menoleh. Tatapannya tampak lebih rapuh daripada biasanya.

Sementara Anindya, gadis itu malah menyuguhkan senyum yang terlampau bijaksana. Ia seperti hendak menunjukkan pada Malik sisi lain dalam dirinya. Yang tidak selamanya kekanakan. Tidak selamanya ceroboh. Tidak selamanya suka bertindak semaunya sendiri.

Dan itu berhasil. Setelah Anindya berkata, "Sama Anin, Mas Malik bebas mengekspresikan diri. Mas Malik boleh tunjukkan apa pun yang sedang Mas Malik rasakan. Anin akan temani dan dengarkan, jadi Mas Malik nggak perlu terus-menerus sembunyi dan menderita sendirian." Pandangan Malik terhadap Anindya sepenuhnya berubah.

Bersambung...

1
Zenun
Sekarang sudah jadi istri orang Ma🥲
Zenun
awas nek, nanti encok
Zenun
Anin gak gila, emang begitu apa adanya seorang istri ke suami tu😄
Zenun
Lalu, bagaimana peperangan itu detailnya?😁
Zenun
Buar kedengeran urgent
Zenun
udah dong, tapi malu lah kalau diceritain, eheummmp🙃
Zenun: siapa ya
total 2 replies
Zenun
emangnya kalau ada Anin, semvak mas Malik di umpetin?😁
nowitsrain: Takut kebablasan maksudnya
total 3 replies
Zenun
Dan gak mungkin kamu menghindar terus Malik, buat Anindya mati kutu😁
nowitsrain: Takut bocahnya lebih gragas 😭😭
total 1 replies
Zenun
diladeni mah tackut
Zenun
hadiahnya tolong bikinin dedek bayi dong😁
nowitsrain: Alamak
total 1 replies
Zenun
bocahnya udah ngadu duluan 😁
nowitsrain: Cari aman...
total 1 replies
Zenun
Sepertinya bapake hanya kaget bentar, terus biasa lagi, mengingat waktu dibohongi kehamilan Anin, beliau cepat berdamai dengan masalah 😁
nowitsrain: Hihihi
total 1 replies
Zenun
Jadi pengen perkaos ya
nowitsrain: Astaghfirullah Kakak 😭😭
total 1 replies
Zenun
sebentar lagi jreng.. jreng.. jreng
Zenun
si om udah mateng banget pasti
Zenun
akhirnya jadi suami istri, penisirin Anindya bijimana menjalani irt😁
Zenun
jangan memupuk rasa takut, Bang
netizen nyinyir
akhirnya nikah juga tu si malik
Zenun
Biar gak kaku, sekali-kali random kaya Anin
Zenun
heleh, kau pun acc😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!