Pertemuan pertama begitu berkesan, itu yang Mada rasakan saat bertemu Rindu. Gadis galak dan judes, tapi cantik dan menarik hati Mada. Rupanya takdir berpihak pada Mada karena kembali bertemu dengan gadis itu.
Rindu Anjani, berharap sang Ayah datang atau ada pria melamar dan mempersunting dirinya lalu membawa pergi dari situasi yang tidak menyenangkan. Bertemu dengan Mada Bimantara, tidak bisa berharap banyak karena perbedaan status sosial yang begitu kentara.
“Kita ‘tuh kayak langit dan bumi, nggak bisa bersatu. Sebaiknya kamu pergi dan terima kasih atas kebaikanmu,” ujar Rindu sambil terisak.
“Tidak masalah selama langit dan bumi masih di semesta yang sama. Jadi istriku, maukah?” Mada Bimantara
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Ancaman Rindu (1)
“Kenalkan, Rindu Anjani kekasihku,” ujar Mada bangga, tangannya semakin merangkul erat bahu Rindu.
Rindu tersenyum dan mengulurkan tangan pada Arba yang masih menatapnya tajam. Uluran tangannya diabaikan oleh Arba membuat Rindu menoleh pada Mada. Arba akhirnya menjabat tangan Rindu.
“Arba.”
“Rindu.”
Arba dan Rindu saling mengucapkan nama mereka.
“Kalian benar pacaran?” tanya Arba langsung bersedekap setelah melepas jabat tangan Rindu. Bahkan tatapannya masih tertuju pada Rindu, memindai dari kepala sampai kaki.
“Hm. Ayo, sayang,” ajak Mada saat pintu lift terbuka.
Arba berdecih karena penampilan Rindu sangat sederhana. Meski diakui wajah nya cantik, tapi penampilan sangat sederhana. Pakaian, sepatu dan tas bukan branded seperti yang dia pakai. Sangat tidak elegan menurutnya dan tidak cocok mendampingi Mada. Arba gegas ikut masuk ke dalam lift.
“Mas, mami mau undang makan malam di rumah. Bukan Cuma kamu, tapi Tante Sarah dan Om Arya juga. Datang ya,” ujar Arba, tidak segan menyentuh lengan Mada.
“Lihat nanti.”
“Tante Sarah dan Mamiku sepupuan, tapi jarang ketemu ya. Kalau ada acara keluarga, tante Sarah kenapa jarang ikut?”
Mada terkekeh mendengar pertanyaan Arba.
“Kenapa ketawa, aku serius loh.”
“Kenapa nggak tanya mami kamu aja. Mungkin Mama malas ikut acara unfaedah. Kami duluan,” ucap Mada saat pintu lift terbuka di lantai tujuan mereka.
Rindu melepaskan tangan Mada saat mereka berjalan di koridor berpapasan dengan karyawan lain. Orang pasti bisa menilai kalau mereka ada hubungan, tapi Rindu berusaha profesional dan tidak ingin membuat Mada malu atau menjadi bahan gunjingan karyawan lain.
“Arba masih kerabat kamu?”
“Iya.”
“Kayaknya dia suka kamu, mas.”
“Tapi aku sukanya sama kamu, gimana dong?” tangan Mada kembali merangkul bahu Rindu yang segera ditepis.
“Ini di kantor, nggak enak kalau ada yang lihat. Kamu itu manager, harus berwibawa.”
“Ck. Ini sama aja dekat, tapi jauh,” keluh Mada.
Sampai di depan ruang kerja, Mada mengenalkan Rindu pada sekretarisnya juga menginstruksikan agar menyiapkan meja kerja untuk Rindu di dalam ruangannya. Melihat Rindu memberikan tatapan tidak setuju Mada meralat perintahnya agar menyiapkan meja untuk Rindu di samping meja sekretarisnya.
***
Hari ketiga Rindu bekerja bersama Mada dan sejak tadi siang pria itu keluar untuk rapat dengan direksi dan bersama klien didampingi Doni. Rindu memantau jadwal kerja dan menerima dokumen serta file yang harus di approve oleh Mada.
“Hanya ini mbak?” tanya Rindu pada sekretaris Mada.
“Iya. Itu saja, yang paling atas paling urgent.”
Rindu memasuki ruang kerja Mada dan meletakan tumpukan berkas di atas meja. Mengirimkan pesan pada Mada terkait berkas yang urgent untuk segera di approve. Sudah sore dan jam kerja sudah berakhir, Rindu sudah bersiap pulang.
“Pak Mada masih di luar, kamu pulang sama siapa?”
“Hm. Kayaknya taksi,” jawab Rindu.
Ada pesan masuk dari sang kekasih kalau ada jemputan sudah bersiap di lobby utama. Rindu tersenyum, Mada memang sedetail itu. Padahal bisa saja dia naik taksi atau ojek online, tapi sudah pasti tidak akan diperbolehkan.
Belum menikah bahkan hubungan mereka masih baru, cinta pun mungkin baru seujung kuku, tapi Mada sudah memperlakukannya bagai ratu.
“Aku duluan ya, mbak. Sudah dijemput di bawah,” ujar Rindu pamit pada sekretaris Mada.
Keluar dari lift, Rindu bergegas melangkah menuju lobby. Terkejut saat tangannya ditarik seseorang. Dengan langkah setengah berlari sambil berusaha melepaskan tangannya.
“Mbak, tolong lepas.”
“Mbak, lo pikir gue mbak lo!” pekik Arba menghempas tangan Rindu. Mereka berada di koridor menuju toilet.
“Kenapa tarik tangan saya?”
Arba bersedekap dan senyum sinis pada Rindu. Bahkan tatapannya seakan melihat sesuatu yang menjijikan.
“Lo serius pacaran sama Mada?”
“Serius atau nggak, bukan urusan kamu,” sahut Rindu sambil mengusap lengannya yang sempat terkena kuku Arba.
“Pastinya urusan gue. Berani lo ya,” ujar Arba lalu mendorong bahu Rindu. “Lo itu nggak pantes untuk Mada, lihat penampilan lo.” Arba melangkah mundur dan berdecak bahkan sambil menggeleng pelan seakan Rindu berpenampilan paling buruk.
“Kalau Cuma berharap uangnya Mada, lo salah orang. Cari sugar daddy di luar sana, tapi bukan Mada.”
“Jaga mulutmu, aku tidak serendah itu.”
“Halah, lo pikir gue nggak tahu. Mada suka sama lo lihat apanya kali. Seorang SPG ingin bersanding dengan pewaris Bimantara, ngaca lo!” Arba kembali mendorong bahu Rindu.
“Hebat juga trik lo ya. Biasa jual diri kayaknya.”
Emosi Rindu pun terpancing. Dia tidak suka diremehkan apalagi dihina begitu. Hal yang tidak dia lakukan. Selama ini mencari uang dengan cara yang halal. Siapa pula Arba menghinanya sedemikian rupa.
“Mada suka sama saya, apa salahnya.”
“Nggak mungkinlah, pasti lo rayu dia ‘kan.”
Rindu membalas senyum sinis. “Sayangnya nggak tuh. Malah dia yang sering rayu saya ngajak nikah. Nggak percaya tanya aja sendiri. Ah, sekalian juga tanya Pak Doni dan Om Arya.”
Arba semakin kesal mendengar Rindu malah menantangnya bahkan dengan bangga seakan Mada yang mengejar dan bucin padanya. Akan mendorong tubuh Rindu lagi, tapi gerakannya sudah terbaca. Rindu menghindar dan balas mendorong bahu Arba.
“Kamu!” Tunjuk Arba dan tangannya ditepis oleh Rindu.
Ponsel Rindu berdering ternyata dari Mada. Sepertinya supir yang menunggu menghubungi Mada karena lama menunggu.
Sengaja meloudspeaker panggilan tersebut.
"Iya, mas."
"Sayang, kamu kok belum turun. Supir aku sudah tunggu di bawah."
"Lagi di toilet mas, mendadak mulas" ujar Rindu melirik Arba yang semakin kesal mendengar percakapan itu.
"Ya udah pulang gih, tunggu aku di rumah. Dandan yang cantik ya, anggap aja tryout jadi istri aku."
Obrolan akhirnya berakhir.
"Dengar sendiri 'kan, Mada yang bucin dan serius denganku."
Arba mengump4t saat Rindu meninggalkannya.
kamu memank luar biasa 😆