"Perjodohan memang terlihat begitu kuno, tapi bagiku itu adalah jalan yang akan mengantarkan sebuah hubungan kepada ikatan pernikahan," ~Alya Syafira.
Perbedaaan usia tidak membuat Alya menolak untuk menerima perjodohan antara dirinya dengan salah satu anak kembar dari sepupu umminya.
Raihan adalah laki-laki tampan dan mapan, sehingga tidak memupuk kemungkinan untuk Alya menerima perjodohannya itu. Terlebih lagi, ia telah mencintai laki-laki itu semenjak tahu akan di jodohkan dengan Raihan.
Namun, siapa sangka Rayan adik dari Raihan, diam-diam juga menaruh rasa kepada Alya yang akan menjadi kakak iparnya dalam waktu dekat ini.
Bagaimana jadinya, jika Raihan kembali dari perguruan tingginya di Spanyol, dan datang untuk memenuhi janjinya menikahi Alya? Dan apa yang terjadi kepada Rayan nantinya, jika melihat wanita yang di cintainya itu menikah dengan abangnya sendiri? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 : Tuntutan Menjadi Istri Ideal
..."Semua yang di awali harus bisa di jalani, karena setelah memutuskan untuk melangkah, maka di situlah semua tanggungjawab telah menanti."...
...~~~...
Matahari menyebut semua manusia dan makhluk bumi segera membuka kedua matanya dan menjalankan aktivitasnya kembali.
Sama seperti hari ini, semua laki-laki di rumah mewah milik Ayah Muzaki dan Bunda Zahra sudah ramai oleh penhuni rumah yang sudah siap-siap untuk ke kantor, dan sarapan terlebih dahulu di rumah, karena para perempuan sudah menyiapkannya dengan penuh cinta untuk sarapan pagi ini.
Seperti biasanya, sarapan pagi berjalan dengan lancar, dan pasangan suami istri yang selalu terlihat romantis itu telah kembali berbaikan, terlihat dari cara Raihan yang selalu bersikap manis kepada Alya, walaupun berada di tempat terbuka. Dan itu cukup di pastikan bahwa hubungan keduanya telah baik-baik saja.
Hanya membutuhkan waktu lima belas menit, semua anggota keluarga telah menyelesaikan sarapan paginya, dan Ayah Muzaki bersama Raihan telah berangkat ke kantor, dengan mobil yang berbeda, dan di antar ke teras oleh dua wanita cantik yang hebat.
Dan sekarang di rumah mewah itu hanya ada dua wanita, yakni Bunda Zahra dan Alya, serta para pelayan yang berkerja di dapur, dan juga di taman. Tidak lupa juga, Rayan yang masih berada di Kenya makan, tengah menikmati buah apel, karana hari ini ia cukup tenang, sebab pemotretannya berlangsung Jan sepuluh siang, sehingga pagi ini Rayan tidak terburu-buru seperti biasanya.
Begitu Alya dan Bunda Zahra masuk ke dalam rumah, diam-diam Alya menatap wajah mertuanya yang begitu kalem dan anggun, serba bisa, hebat, dan sangat disayangi serta di cintai oleh Ayah Muzaki.
Melihat bagaimana hebatnya Bunda Zahra meluluhkan hati Ayah Muzaki sampai tidak bisa berpaling pada siapapun membuat Alya kagum, dan sedikit iri karena belum bisa membuat suaminya itu puas dengan pencapaiannya.
Di rasa Alya terus menatapnya dari samping selama perjalanan keduanya menuju dapur, itu cukup membuat Bunda Zahra tersadar akan tatapan dari menantunya itu.
Dan seketika Bunda Zahra menghentikan langkahnya di dekat ruang tamu, serta menatap Alya yang larut dalam pikirannya, sembari kedua mata yang tidak bisa lepas dari sosok mertuanya.
"Alya, kenapa menatap Bunda seperti itu? Ada yang ingin. kamu bicarakan sama Bunda ya?" tanya Bunda Zahra karena takutnya Alya ada masalah lagu dengan putranya.
Alya pun tersadar dari lamunannya dan tersenyum tipis menatap wajah cantik yang berada tepat di hadapannya itu.
"Enggak ada kok, Bunda, Hanya saja, Alya kagum lihat Bunda yang bisa mengurus rumah dan anak-anak dengan sangat baik," seru Alya semberi menatap dalam wajah mertuanya itu.
Mendekatkan pujian seperti itu dari Alya membuat Bunda Zahra tersenyum. Ia tahu betul apa yang tengah Alya rasakan saat ini, apalagi ia baru menjadi seorang istri, sudah pasti banyak yang akan di hadapi oleh Alya.
"Kamu juga pasti bisa menjalani semuanya, Bunda pun belajar secara perlahan dan seringnya waktu," ucap Bunda Zahra dengan tersenyum manis.
"Bunda mau ajari Alya?" tanya Alya dengan kedua mata yang terlihat seperti memohon.
Bunda Zahra pun langsung menganggukan kepalanya dan menjawab, "Iya sayang, Bunda akan bantu kamu kok."
"Alhamdulillah, terimakasih Bunda. Sekarang saja ya kita belajarnya, Alya pengen cepat-cepat bisa," tutur Alya dengan cukup gembira.
"Boleh," balas Bunda Zahra dengan tersenyum manis kepada Alya.
"Ya udah, ayo kita ke dapur sekarang, Bunda!" ucap Alya dengan begitu gembira dan berjalan bersama mertuanya itu ke dapur.
***
Begitu keduanya telah sampai di dapur, Rayan diam-diam memperhatikan Alya yang tengah belajar memasak bersama bundanya di meja makan.
Dan di dapur Alya baru saja selesai mencuci sayur-sayuran di wastafel, lalu membawanya ke meja dekat Bunda Zahra yang tengah menyiapkan bumbu untuk memasak.
"Bunda ini sudah selesai di cuci," ucap Alya sembari menyerahkan sayuran itu kepada Bunda Zahra.
"Terimakasih, Al. Simpan saja di sana," ujar Bunda Zahra yang langsung di angguki oleh Alya.
Melihat Bunda Zahra yang sibuk, membuat Alya ingin membantunya, kerena jika melihat saja ia tidak akan bisa dan jenuh juga.
"Bunda, ada yang Alya bisa bantu gak?" tanya Alya dengan menawarkan diri untuk membantu sang mertua.
"Oh bisa sayang, itu coba kamu potong-potong wortelnya. Bisa kan?" kata Bunda Zahra karena takut Alya tidak bisa.dan dapat melukainya.
Dengan tersenyum tipis Alya pun mengangguk dan menjawab, "Bisa kok, Bun. Ini Alya potong-potong ya?"
"Iya Alya, tapi hati-hati ya itu pisaunya tajam," ucap Bunda Zahra dengan memberikan pengertian.
"Iya Bun," sahut Alya dan meraih papan untuk memotong wartel, lalu meraih pisau yang ada dekat dirinya.
Dengan membawa wartel yang sudah di cuci, Alya pun memegangnya di atas papan, lalu mengarahkan pisau itu secara perlahan kepada wartel.
Dengan sedikit ketakutannya, Alya mencoba untuk tenang, karena rasanya tidak mungkin baginya untuk memegang pisau itu, tapi demi tuntunan untuk menjadi seorang istri yang baik untuk Raihan, membuat Alya mengambil keputusan yang besar di dalam hidupnya.
"Bismillah, aku pasti bisa. Alya kamu pasti bisa untuk menjadi istri yang baik untuk Mas Raihan. Kamu pasti bisa belajar memasak dan mengurus rumah dengan baik seperti Bunda Zahra," ucap Alya di dalam hatinya sembari keyakinan diri.
Perlahan tapi pasti, pisau itu memotong wartel yang ada di atas talenan, dan suara potongan wartel pun terdengar di dapur itu.
Tak! Tak!
Senyuman terukir indah begitu Alya berhasil menghilangkan rasa takutmu dan memotong wartel walupun dengan pelan.
"Yay! Alya bisa potong wartel," seru Alya pelan dan langsung mendapatkan tatapan berbeda dari Bunda Zahra.
"Loh, kamu bilang barusan Alya? Kamu bisa potong wartel?" ujar Bunda Zahra menatap curiga.
"Ah iya Bunda, itu tadi Alya bilang wartelnya bagus Bunda jadi mudah di potong, jawab Alya dengan sedikit menyembunyikan yang sebenarnya.
"Oh gitu, kirain apa. Itu emang wartel yang bagus sayang, Bi Narsih beli di toko sayuran yang sehat dan masih baru makanya warnanya juga masih seger kayak gitu," sahut Bunda Zahra dengan tidak mencurigai Alya lagi.
"Iya Bunda, kelihatan segar," ucap Alya dan ia pun melanjutkan memotong wortel yang ada di talenan.
Awalnya terlihat biasa saja, tapi telah potongan terakhir dari wortel yang Alya potong sedari tadi, tiba-tiba pisau tajam itu menggores tangannya.
Sreett!
"Aaaww!" pekik Alya dengan cepat meraih melepaskan pisau di tangganya, lalu memegang luka goresan yang ada di tangannya.
"Alya," ucap Rayan yang duduk di kursi meja dengan begitu terkejut dengan suara ringisan Alya.
Dan Rayan yang melihatnya dari kejauhan langsung bergegas untuk menghampirinya. Namun, tiba-tiba saja Bisa Zahra menghampiri Alya, dan menyentuh tangannya, sehingga membuat Rayan berhenti dan mengurunkan niatnya.
"Astaghfirullah Alya, kamu kenapa sayang?" tanya Bunda Zahra dengan begitu khawatir dan memegang tangan Alya.
"Sakit Bunda, jari Alya kegores pisau," jawab Alya dengan kedua mata yang sudah terlihat berkaca-kaca, seperti anak kecil yang terjatuh.
"Loh, sini kita duduk di kursi sana dulu ya? Bunda ambilkan obat dulu," ucap Bunda Zahra dengan membawa Alya untuk duduk di kursi meja makan dan ada Rayan di sana.
Alya hanya menurut saja dan meringis kesakitan, membuat Bunda Zahra tidak tega melihatnya.
"Loh, Kak Alya kenapa Bun?" tanya Rayan dengan begitu khawatir pada saat Alya di bawa ke kursi makan oleh sang bunda.
.
.
.