Novel ini sakuel dari novel "Cinta yang pernah tersakiti."
Tuan, Dia Istriku.
Novel ini menceritakan kehidupan baru Jay dan Luna di Jakarta, namun kedatangannya di Ibu Kota membuka kisah tentang sosok Bu Liana yang merupakan Ibu dari Luna.
Kecelakaan yang menimpa Liana bersama dengan suami dan anaknya, membuatnya lupa ingatan. Dan berakhir bertemu dengan Usman, Ayah dari Luna. Usman pun mempersunting Liana meski dia sudah memiliki seorang istri dan akhirnya melahirkan Luna sebelum akhirnya meninggal akibat pendarahan.
Juga akan mengungkap identitas Indah yang sesungguhnya saat Rendi membawanya menghadiri pesta yang di adakan oleh Jay.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua pilihan
"Fina, jangan lupa hubungi bagian Finance untuk merubah data sesuai hasil meeting tadi." Pinta Jay pada Fina saat mereka baru saja keluar dari ruang rapat.
"Baik Pak." Sahut Fina.
Keduanya berjalan beriringan menuju ruangan masing-masing yang saling berdekatan.
"Ohhh ya, tolong kamu pesankan tiket pesawat untuk keberangkatanku ke Bali, sekalian pesankan tiket untuk istriku juga ya, selain untuk meninjau proyek di sana, aku juga ingin sekalian mengajak istriku jalan-jalan, itung-itung bulan madu lah." Pinta Jay.
"Siap." Fina mengangkat jempolnya, "Sekalian aku akan pesankan hotel terbaik untuk kalian di sana bulan madu, bagaimana?" Tawarnya.
"Hahaha, Oke oke atur saja, aku tau selera kamu tidak pernah mengecewakan." Jawab Jay.
"Oke deh." Sahut Fina, Jay tersenyum.
"Aku masih tidak menyangka ternyata kamu sudah menikah, jahat kamu tidak memberitahu aku." Ucap Fina yang memang berteman baik dengan Jay.
"Hehehe, maaf, tapi memang kondisinya tidak memungkinkan, tapi kamu tidak perlu khawatir, di pesta pernikahan ku nanti, kamu orang pertama yang akan aku repotkan untuk menjadi panitia." Ucap Jay.
"Hahaha, siap siap, aku siap di repotkan, tapi jangan kaget kalau aku menghabiskan hidangan disana, karena aku akan bawa pasukan." Ucap Fina terkekeh.
"Hahaha, pasukan mu paling suamimu dan dua bocil mu yang super usil." Sahut Jay.
"Justru itu, aku tidak ingin anak-anakku mengacau, makanya aku akan bawa dua babysitter sekaligus." Ucap Fina.
"Ya Ya Ya, kau boleh bawa siapapun, aku akan siapkan hidangan yang banyak untuk menyambut kalian biar ngga kehabisan, kasihan yang lain kalau ngga kebagian."
"Hahaha oke, awas aja kalau sampai kurang." Celetuk Fina.
"Beres." Sahut Jay.
Merekapun mengakhir obrolan dan berpisah di ujung lorong untuk masuk ke ruangan masing-masing.
***
CEKLEK!!!
Jay masuk ke dalam ruangannya dengan berkas berkas di tangannya. Dua hari lagi, dia diminta Aryas untuk menggantikannya meninjau pembangunan villa di sana.
Karena Aryas tak mungkin meninggalkan Rahma yang sudah hamil besar.
Jay tersenyum saat melihat Luna yang masih terlelap, wajah Luna terlihat begitu damai, Jay menaruh berkas di atas meja lalu perlahan mendekati sang istri dan duduk di sisi sofa bed.
Perlahan Jay mengusap lembut pipi Luna lalu mendaratkan satu kecupan di kening Luna.
Luna yang merasakan sentuhan di pipi serta kecupan di kening nya, seketika terbangun, "Mas." Kaget nya.
"Maaf ya, Mas ganggu tidur kamu." Ucap Jay mengusap puncak kepala Luna.
Luna bangkit lalu duduk di sisi Jay, "Luna yang minta maaf Mas, Luna ketiduran." Ucapnya merasa tidak enak hati pada suaminya.
"Ngga apa apa sayang, Mas kan emang nyuruh kamu istirahat." Jawab Jay.
"Sini." Jay menarik tangan Luna lalu mendudukkan Luna ke pangkuannya.
"Ihh Mas, Malu, nanti kalau ada yang liat gimana?" Protes Luna yang hendak berdiri lagi, namun Jay dengan cepat menahannya.
"Tetap seperti ini dulu sayang, Mas butuh mengcharger diri Mas, rasanya meeting tadi begitu menguras pikiran Mas." Ucap Jay memeluk tubuh Luna erat.
Akhirnya Luna pasrah. Tubuhnya terasa di remas oleh kedua tangan kekar Jay, namun Luna merasa nyaman dengan pelukan hangat tersebut.
"Mas, apa meetingnya tadi lancar?" Tanya Luna.
"Alhamdulillah lancar sayang, meski benar benar menguras energi, tapi untung ada kamu disini, tinggal peluk beres, energi Mas Full lagi." Jawab Jay.
"Hahaha, lebay kamu Mas, bilang aja Mas ingin peluk Luna." Kekeh Luna.
"Ihhh beneran sayang, kamu itu penyemangat hidup Mas." Ucap Jay membuat pipi Luna merona.
Setelah merasa puas meneluk Luna, Jay perlahan melepaskan pelukan nya.
"Sayang." Panggil Jay.
"Iya Mas." Sahut Luna menatap Jay seraya tersenyum.
"Lusa Mas ada pekerjaan di Bali, kalau Luna Mas tinggal di rumah, ngga apa apa kan?" Tanya Jay, sontak senyuman Luna memudar.
"Berapa hari Mas?" Tanya Luna yang hatinya merasa tak rela kalau harus jauh dari sang suami.
"Kemungkinan seminggu sayang." Jawab Jay.
"Iya Mas, Luna ngga apa apa kok, kan Luna ngga sendiri di rumah, banyak yang nemenin Luna." Ucap Luna namun matanya tak bisa bohong.
Dia masih sangat baru di Jakarta, hingga dia merasa berat kalau harus jauh dari sang suami.
"Sayang, kenapa kamu menangis?" Tanya Jay saat melihat air mata membasahi pipi Luna, dengan sigap Jay mengusap air mata Luna.
Luna menggelengkan kepalanya, "Luna ngga apa apa kok Mas." Jawab Luna dengan suara serak seraya mengalihkan pandangannya dari Jay untuk menghapus sisa air mata di pipinya.
Luna pun tak mengerti, kenapa dia jadi begitu cengeng, padahal dulu Luna wanita yang kuat, bahkan saat Ibunya menyakitinya, Luna tak bisa menangis di hadapan orang, dia akan menangis saat dirinya sedang sendirian.
Jay meraih dagu Luna, lalu menariknya agar Luna kembali menatap nya, "Sayang." Panggilnya.
"Hmmm." Sahut Luna menundukan kepalanya seraya menahan buliran air yang hampir menetes.
"Mas akan pergi ke Bali selama seminggu, dan Mas ingin kamu ikut menemani Mas." Ucap Jay tersenyum sontak Luna mendongak menatap Jay kembali.
"Apa Luna ngga salah dengar Mas? Mas mau ajak Luna... ke Bali?" Tanya Luna yang takut kalau salah menangkap ucapan Jay.
"Iya sayang, Mas ngga mungkin meninggakan kamu, ke mana pun Mas pergi, Mas pasti akan bawa kamu." Ucap Jay, "Kamu mau kan ikut sama Mas, Ke Bali?" Tanya nya kemudian.
Luna tersenyum lalu menganggukan kepalanya, "Iya Mas Luna mau." Jawab nya yang langsung memeluk Jay.
Jay mengusap kepala Luna, "Tapi Mas, emang boleh Luna ikut? Bukannya Mas kesana untuk pekerjaan? Apa nanti aku ngga menganggu Mas yang sedang bekerja?" Tanya Luna melepas pelukannya.
"Boleh dong sayang, Aryas juga sudah setuju, dan Mas ngga akan merasa terganggu dengan adanya kamu disana, justru Mas akan semakin semangat kerjanya." Jawab Jay.
"Terimakasih Mas, I Love you.. my.. my..my."
"My husband, sayang." Sela Jay saat Luna kesulitan mengingat bahasa inggris dari suamiku.
"Iya itu, hehehe, maaf Mas, Luna masih belajar, udah ketuaan jadi suka ngga nempel di otak." Celetuk Luna.
Keduanya pun tertawa, "Ngga apa-apa sayang, ngga ada kata terlambat untuk belajar." Ucap Jay mengusap pipi Luna.
***
"Saya tau semua rahasia anda, Pak Brama yang terhormat, dan saya bisa menyeret anda ke polisi sekarang juga." Ucap Nathan menatap tajam pada laki laki di hadapannya.
"Kenapa anda melakukan ini pada saya? Bukankah anda bilang Pak Marvin berhasil menyelamatkan anda, berarti semua rencana putri saya gagal, lalu kenapa anda tetap menghukum saya?" Protes Pak Brama yang tak rela di hukum saat rencananya gagal.
Nathan bangkit dari duduknya, lalu berjalan ke arah Pak Brama dengan wajah yang begitu datar.
"Memang! Marvin memang berhasil menyelamatkan saya, tapi karena perbuatan putri anda, saya menghancurkan hidup seseorang." Jawab Nathan
"Apa Maksud anda?" Tanya Pak Brama.
"Sudah lah, anda tidak perlu tau apa masalah yang saya hadapi karena perbuatan putri anda." Ucap Nathan yang tak mau orang lain tau masalah yang terjadi antara dirinya dan Via.
"Saya akan memberikan penawaran untuk anda, Pak Brama. Perusahaan anda pailit, dan mungkin sebentar lagi akan bangkrut dan anda jatuh miskin. Sebenarnya saya bisa saja melaporkan Anda dan juga putri Anda ke pihak berwajib, tapi karena saya masih melihat anda sebagai sahabat kakek saya, saya memberikan anda dua pilihan." Ucap Nathan.
"Apa itu?" Tanya Pak Brama yang berharap ada pilihan yang menguntungkan untuk dirinya.
Nathan mendekatkan mulutnya di telinga Pak Brama dan berbisik, "Mau anda yang mendekam di penjara atau putri kesayangan anda." Ucap Nathan seraya menyeringai.
Sontak Pak Brama terperangah, pilihan yang sangat sulit, dia tidak ingin di penjara, tapi dia juga tidak akan sanggup melihat putri satu-satunya mendekam di penjara.
Pak Brama berdiri menghadap Nathan, "Nak, tolong jangan lakukan itu, Maafkan Om Nak, Om salah dan putri Om juga salah, tapi tolong ampuni kami." Ucapnya...