Kevin cuma anak SMA biasa nggak hits, nggak viral, hidup ya gitu-gitu aja. Sampai satu fakta random bikin dia kaget setengah mati. Cindy cewek sejuta fans yang dielu-elukan satu sekolah... ternyata tetangga sebelah kamarnya. Lah, seriusan?
Cindy, cewek berkulit cerah, bermata karamel, berparas cantik dengan senyum semanis buah mangga, bukan heran sekali liat bisa bikin kebawa mimpi!
Dan Kevin, cowo sederhana, dengan muka pas-pasan yang justru dipandang oleh sang malaikat?!
Gimana kisah duo bucin yang dipenuhi momen manis dan asem ini selanjutnya!? daripada penasaran, mending langsung gaskan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Proposal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malaikat Terganggu
Kevin menghela napas dalam-dalam sambil memandang Cindy yang duduk rapi di sebelahnya, kedua tangan dilipat di atas pangkuan dengan postur sempurna khasnya. Situasi yang benar-benar di luar kendali ini membuat dahinya berkerut.
"Ehm... aku benar-benar minta maaf," bisik Cindy dengan suara kecil seperti anak burung, matanya menunduk penuh penyesalan.
"Bukan salahmu kok," jawab Kevin cepat sambil menggelengkan kepala. Pipinya memerah karena malu melihat Cindy yang terlihat sangat tidak nyaman.
Setelah kejadian tak terduga di balkon tadi di mana Melia dan Revan ketahuan sedang mesra-mesraan oleh Cindy yang hanya ingin melihat salju. Kevin jadi terpaksa mengundang Cindy masuk. Kalau tidak, dua sahabatnya itu pasti akan membuat cerita-cerita aneh yang lebih parah.
"Wahhh! Jadi tetanggamu itu SI MALAIKAT sekolah kita, Kevin?!" teriak Melia tiba-tiba dengan suara nyaring sambil melompat dari tempat duduknya, matanya berbinar-binar seperti anak kecil melihat mainan baru.
Cindy mengerutkan hidung kecilnya. "Tolong... jangan panggil aku Malaikat," pintanya halus sambil memainkan ujung rok seragamnya.
Tapi Melia sudah tidak mendengarkan. Dia berputar-putar di sekitar Cindy seperti planet mengorbit matahari, mengamati setiap detail gadis itu dengan tatapan takjub. "Aku tidak percaya! SI MALAIKAT yang selalu dingin di sekolah ternyata sering masak buat Kevin? Ini kayak plot novel romantis di novel!"
Revan yang biasanya kalem kini juga terlihat bingung. Matanya bolak-balik memandangi Kevin dan Cindy seperti mencoba memecahkan teka-teki. "Jadi... kamu tinggal sebelahan sama Cindy, dan dia sering masakin kamu makan?" tanyanya perlahan, mencerna fakta ini.
Kevin mengangguk malas. "Iya. Awalnya cuma kebetulan aja."
"Ya... Kevin sering tidak makan dengan benar, jadi aku khawatir," tambah Cindy dengan suara lembut, jari-jarinya yang ramah saling bermain-main gugup.
Wajah Revan menunjukkan dia masih kesulitan mempercayai penjelasan ini. Kevin sebenarnya mengerti. Kalau posisinya terbalik, dia juga tidak akan percaya ada cewek secantik dan sepintar Cindy mau merawat cowok biasa seperti dirinya.
"Wahhh! Kamu tuh kayak istri yang baik hati!" seru Melia tiba-tiba, menyentak Cindy dari lamunannya.
Cindy tersedak kecil. "Hah?!"
Kevin menghela napas. Memang kalau dipikir-pikir, rutinitas mereka mirip pasangan suami-istri. Cindy yang rajin masak, bersih-bersih, bahkan sampai mengingatkan jadwalnya. Tapi tentu saja tanpa unsur romantis.
Cindy cepat-cepat menggelengkan kepala, rambut pendeknya yang halus berayun-ayun. "Aku tidak bermaksud seperti itu! Ini hanya... hubungan bertetangga biasa," protesnya dengan pipi memerah.
Kevin yang memperhatikan ekspresi Cindy merasa ada sesuatu menggelitik di dadanya. Dia bisa membayangkan Cindy menggunakan senyum palsu yang sama seperti di sekolah untuk menghadapi Melia dan Revan.
"Aku benar-benar tidak punya pikiran aneh-aneh. Cindy cuma baik hati," Kevin mencoba menjelaskan.
Melia menyipitkan matanya penuh kecurigaan. "Boneka beruang di rak TV itu hadiah dari kamu ya?" tanyanya tiba-tiba.
Kevin mengangguk malas. "Iya, waktu ulang tahunnya."
"Heh.." Melia menyeringai lebar, membuat Kevin ingin segera kabur dari apartemennya sendiri.
"Diam deh," geram Kevin sambil menutupi wajahnya yang memerah dengan tangan.
"Aku belum ngomong apa-apa lho.."
"Wajahmu aja udah bikin kesel."
"Aduh!" Melia berpura-pura tersinggung sambil memeluk Revan.
Revan yang bijak segera menengahi. "Sudah-sudah, tenanglah kalian berdua." Dia memandang Kevin dengan pengertian. "Aku mengerti situasinya."
Setelah suasana sedikit mereda, Revan tiba-tiba membungkuk hormat ke arah Cindy. "Cindy, terima kasih sudah merawat Kevin selama ini."
Kevin terbatuk kaget. "Sejak kapan aku jadi tanggunganmu?"
"Sejak kita TK," jawab Revan santai sambil tersenyum. "Terima kasih sudah membesarkan Kevin dengan baik."
"Dasar kau! Jangan bilang aku kayak anak kecil!" Kevin memprotes sambil meninju bahu Revan.
Melia tertawa terbahak-bahak melihat mereka. "Tapi kamu emang nggak bisa ngurus diri sendiri!"
"Setidaknya aku nggak seberantakan Revan!" balas Kevin cepat.
Cindy yang memperhatikan pertengkaran kecil ini tiba-tiba tersenyum. Bukan senyum palsu yang biasa dipakainya di sekolah, tapi senyum kecil yang tulus. Kevin merasa dadanya berdebar aneh melihatnya.
"Sudah cukup," kata Kevin akhirnya. "Yang penting kalian berdua janji nggak akan bocorin ini ke siapa-siapa."
"Tentu saja," jawab Revan serius. "Ini urusan pribadi kalian."
Melia mengangguk-angguk antusias. "Aku juga janji! Lagian siapa yang bakal percaya Malaikat sekolah masakin makanan buat Kevin?"
"Terima kasih atas kebaikan tulusnya" sarkas Kevin.
Tapi dia tahu Melia benar. Tidak ada yang akan percaya, dan kalau sampai percaya, pasti malah mencaci mereka berdua.
Sambil mengobrol, Melia tiba-tiba mendekati Cindy dengan tatapan penuh kekaguman. "Aku baru nyadar dari dekat... kamu benar-benar cantik ya! Kulitnya putih banget, bulu matanya panjang, rambutnya halus..." Tangannya hampir-hampir ingin menyentuh wajah Cindy.
Cindy langsung menegangkan bahunya, matanya melirik ke Kevin minta tolong.
"Oi, Melia," tegur Kevin sambil menepuk kepala Melia pelan. "Cindy tipe orang yang nggak suka kontak fisik sama orang asing."
"Tapi kita kan udah kenal.." rengek Melia.
"Buatmu mungkin iya, tapi kalian baru ketemu hari ini," Kevin mengingatkan.
Melia akhirnya mengerti. "Maaf ya, Cindy. Aku terlalu semangat." Dia mengulurkan tangan dengan sopan. "Temanan, yuk?"
Cindy yang ragu-ragu akhirnya menjabat tangan Melia dengan lembut. "S-senang berteman denganmu."
Kevin mengamati interaksi ini dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, dia lega Melia tidak mengganggu Cindy lebih jauh. Di sisi lain, ada perasaan aneh melihat Cindy berinteraksi dengan orang lain.
"Yey! Sekarang kita semua teman!" seru Melia girang sambil memeluk Revan.
Kevin hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan sahabat-sahabatnya. Tapi dalam hati, dia bersyukur mereka menerima Cindy dengan baik.