Aidol atau idol. Adalah istilah yang lumrah di zaman ini karena kehadirannya yang telah masif.
Chandra Kirana adalah salah satunya. Ia yang mulai dari nol, tak pernah berpikir untuk menjadi seorang idol.
Namun, ia "terperosok" ke dalam dunia itu. Mulai saat itu, dunianya pun berubah.
Dunia yang dipenuhi estetika keindahan, ternyata banyak menyimpan hal yang tak pernah terduga sebelumnya.
(Update setiap hari selasa, kamis, Sabtu dan minggu.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baginda Bram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Seperti biasa, hari ini aku memiliki jadwal latihan. Karena itu, lagi-lagi aku harus absen kegiatan ekskul. Sejak aku bergabung, aku tak pernah ikut lagi. Bahkan sensasi permukaan bola voli pun aku sudah lupa.
Apa kabar Kak Dahlia dan Maya ya?
Mungkin mereka sedang sibuk ikut kejuaraan?
Aku penasaran bagaimana keadaan klub sekarang. Duh, saat memikirkan mereka, aku jadi kangen bermain voli.
Dari dulu, voli adalah olahraga yang paling kusuka. Sejak SD, aku sudah bermain voli. Tapi, baru terjun ke dalam kejuaraan kompetitif ketika SMP.
Beruntungnya kala itu aku berhasil juara satu pada tingkat kecamatan, namun menjadi runner up untuk tingkat kabupaten dengan pertandingan final yang sangat sengit.
Masuk SMA, aku punya mimpi besar. Aku bertekad mewakili provinsi bahkan mewakili Indonesia, kalau bisa.
Setelah berlatih keras selama setahun, klub bola voli kami pun akhirnya mengikuti kejuaraan.
Sayangnya kami apes. Melawan tim yang dijagokan untuk juara pada pertandingan pertama. Harus mengakui keunggulan lawan yang terpaut jauh. Kami dilahap habis dengan aku yang hanya bisa menonton pembantaian itu dari bangku cadangan.
Tahun kedua, yang harusnya tahun untuk bangkit, malah aku yang sering bolos latihan.
Awalnya aku tidak niat bolos karena menganggap idol itu suatu hal yang enteng, tapi semakin hari, aku semakin sadar idol adalah pekerjaan berat yang tidak bisa dilakukan setengah hati.
Tidak beda jauh dengan bermain voli.
Benar kata mama. Menjalani kedua hal itu nyaris mustahil. Aku harus memutuskan untuk memilih salah satu.
Aku suka voli tapi di sisi lain aku juga suka menjadi idol. Karena dengan menjadi idol, aku serasa menjadi perempuan yang sesungguhnya. Maka dari itu, dengan berat hati aku memutuskan meninggalkan voli.
Karena kegiatan hari ini dimulainya agak sore, kuputuskan untuk menyambangi ekskul untuk yang terakhir kali.
Seseorang dari kejauhan menghampiri. Dari perawakannya yang kurus tinggi, aku langsung mengenalnya.
"Tumben jam segini, masih keliatan di sekolah." Sapa Guntur.
"Gue mau mampir dulu."
Jelas saja ia ada di sini. Guntur adalah anak ekskul basket. Pada jam ekskul seperti ini tentu saja dia selalu ada.
"Tumben banget."
"Iya, soalnya gue mau berhenti."
"Soalnya sibuk?"
"Begitulah."
"Wih keren yang udah jadi idol."
"Mana ada? Yang ada dimusuhi orang tau."
"Haha iya juga sih."
Tawanya barusan terdengar seperti tawa yang dipaksakan.
"Tapi, gue tau alasan lu dibenci orang-orang." Sambungnya.
Langkahku terhenti, "Menatapnya intens. "Maksud lu?"
"Hm ... ya gitu deh. Nanti aja gue ceritain. Di sini bukan tempat yang tepat buat cerita."
"Oke, nanti ceritain ke gue ya."
"O-oh, oke."
Setelah meninggalkan senyum, ia pamit untuk kembali latihan.
Biasanya jam segini, mereka sering kali berada di lapangan.
Langkah membawaku ke sebuah gedung olahraga di mana ekskul voli biasa latihan. Kubuka pintu perlahan.
Mendapati orang-orang sedang melatih serve di lapangan serta beberapa orang duduk di pinggirnya. Suara derit pintu sontak menyita perhatian mereka.
Mereka berbinar menatapku. Aku pun berjalan masuk sambil melontar senyum. Kak Dahlia yang sedang duduk, berdiri mendekat. "Eh Kirana! Kemana aja?" Tanyanya sumringah.
Belum sempat menjawab, ia merangkul lembut lenganku. Membawanya untuk ikut duduk bersama beberapa orang lainnya.
"Ya ampun, pasti sibuk ya?"
Aku mengulum senyum sambil mengangguk pelan. "Kalian apa kabar nih?"tanyaku balik.
"Biasa kok. Paling kemarin baru menang pertandingan persahabatan sama tim sekolah yang terkenal."
"Oh ya? Pertanda baik dong?"
"Moga aja. Eh iya, kemarin aku lihat kamu lho."
"Lihat di mana?"
"Lihat kamu di TV. Ya ampun keren banget!"
"Ah bisa aja."
Beberapa orang yang sedang berada di lapangan, ikut menghampiri. Maya salah satunya, ia meninggalkan kegiatannya, bergegas duduk tepat di samping kiriku.
"Ih ... kok kamu jadi cantik banget sih?" Serunya gemas sambil mencubit-cubit pipiku. "Kok bisa selembut ini?"
"Perawatan sedikit kok."
"Tapi, beda banget sama kamu yang terakhir kali kesini."
"Emang iya? Perasaan enggak deh."
"Iya beneran! Terus kemaren aku udah lihat juga video klip kamu. Kamu di situ cantiiik banget. Aku tuh mikir, itu kamu apa bukan. Sempat bingung aku. Kalau bukan karena Kak Dahlia yang kasih tau, mungkin aku masih enggak tau kalau itu kamu."
"Oh ya? Kok kalian bisa tahu video klip itu?"
"Aku emang sering nonton acara itu, soalnya menarik. Terus aku tau kalo kamu gabung Flow dari penampilan kamu pas tujuh belasan kemaren, jadi pas ada pengumuman anggota baru, aku pantengin deh." Jelas Kak Dahlia.
"Wah berarti kalian fans pertamaku dong?"
"Hahaha ... Iya iya, aku fans pertamamu deh."
"Kok kesannya kayak 'iyain biar cepet' ya?"
"Kan emang begitu."
Seisi ruangan tertawa mendengar celotehan kami berdua.
Perasaan hangat menyelimuti hatiku. Perasaan yang sudah lama kulupakan, terasa kembali.
Sejak kapan ya aku tak merasakan seperti ini? Aku tak menyangka mereka tak berubah sedikitpun. Kupikir mereka sama seperti yang lain, ternyata salah. Aku terlalu berlebihan dalam berpikir.
Mereka sedari dulu adalah orang-orang yang baik. Orang-orang yang selalu menyambutku dengan ramah dan hangat. Yang selalu menyemangatiku ketika kesulitan. Aku senang bisa menjadi bagian dari mereka.
Aku yakin klub voli adalah tempat yang nyaman untukku. Tapi aku harus tetap memilih. Antara terus menjadi idol yang tidak jelas kedepannya seperti apa, ataukah menekuni kembali apa yang sudah kumulai bersama dengan orang-orang baik ini.
Jujur aku ingin menghabiskan masa mudaku dengan mereka. Tapi, aku juga tidak ingin melepaskan keinginanku untuk menjadi idol.
Ini memang pilihan yang berat. Tapi, menjalani keduanya pun tidak mungkin.
"Sebenarnya ... ada yang mau kubicarakan." ucapku meredupkan suara mereka. Situasi mendadak hening.
"Kamu mau berhenti dari ekskul 'kan?" Celetuk Maya.
"Kok tau?"
"Bukan tau, tapi enggak kaget aja."
"Dari awal, apapun keputusanmu kami dukung kok. Kami juga senang banget pas liat salah satu teman kami bisa ada di TV, Rasanya bangga banget, terus bisa jadi bahan flexing juga, kaya 'Eh si Kirana yang terkenal itu temanku lho', abis itu kita tunjukkin deh foto barengnya." Ujar Kak Dahlia menimpali.
"Sebenarnya aku pribadi mau kamu tetap di sini. Kamu juga pernah bilang mau lolos ke kejuaraan provinsi bareng. Tapi, apa boleh buat. Akan kami usahain juga bagianmu." Kali ini Maya yang bersuara.
"Bener kata kak Dahlia, aku juga senang kamu punya tujuan lain. Jadi, walaupun tujuanmu sudah berbeda, hasil akhir kita tetap sama 'kan?"
Serius. Mendengar semua kata-kata mereka membuat mataku berkaca-kaca. Belum pernah ada orang yang bilang begitu padaku sebelumnya.
"Maaf ya." Ucapku Lirih.
"Hei, jangan minta maaf. Yang ada kami berterima kasih padamu."
"Enggak Kak, aku yang berterima kasih ke kalian karena sudah menerimaku dengan baik."
"Bukannya wajar ya? Kita ini kan teman?" Celetuk Maya.
Teman? Ya, terakhir aku berteman, mereka semua meninggalkanku. Karena itu, makna teman jadi buram untukku. Tapi, aku baru sadar. Beginilah rasanya memiliki teman itu.
"Iya, kalian semua temanku yang paling baik."
Sebenarnya aku ingin berbincang lebih banyak, tapi waktu latihanku memburu. Aku tidak bisa lebih lama lagi berada di tempat ini.
"Aku berterima kasih atas semua yang kalian berikan padaku selama ini. Aku belajar banyak hal dari kalian. Aku juga minta maaf kalau aku punya salah selama ini."
Kak Dahlia mengelus punggungku.
"Kamu yang semangat ya. Kami paham kok, apa yang sedang terjadi padamu akhir-akhir ini. Terus, terjun di bidang entertainment itu enggak gampang. Kami akan selalu ada untuk men-suppport kamu. Terus jangan lupa, kalau kamu selalu punya tempat di antara kami, jadi kembali aja ke sini kalau kamu tidak tau harus pergi kemana."
Air mata yang kubendung, mulai meleleh dari sudut mataku.
"Terima kasih banyak."
Tanganku membentang, mendekap Kak Dahlia. Maya menyusul dari sebelah kiriku. Kuseka air mata. Terkejut mendapati mereka semua ikut memelukku.
Perasaan hangat ini kini memenuhi hatiku. Tumpah ruah dalam bentuk linangan air mata.
Aku bahagia bisa menjadi bagian dari mereka.