Buat yang gak suka gerah, harap melipir!
Bukan bacaan untuk anak yang belum cukup umur.
Ketika Aishe didorong ke laut oleh Farhan tunangan tercintanya, semua rasa cinta berubah menjadi tekad untuk membunuhnya.
Aishe tidak pernah berpikir bahwa Farhan hanya mencintai uangnya, dan tega berselingkuh bahkan mendorongnya ke laut.
Ketika ombak menelan tubuh Aishe, dirinya berpikir akan mati, namun keberuntungan berpihak padanya. Aishe terdampar di sebuah pulau kosong selama 59 hari hingga suatu hari dia diselamatkan oleh Diego, seorang pengusaha yang tampan namun lumpuh.
Dengan kekuatan dan kekayaan Diego, Aishe memiliki identitas baru dan wajah baru, dia bahkan menjadi sekretaris pribadi Diego. Diego, pria yang kaya dan berkuasalah yang dapat membantunya membalas dendam pada Farhan.
Setelah balas dendam selesai, senyuman menyeramkan muncul di wajah Diego, yang membuat jantung Aishe berdegup kencang menunggu kalimat selanjutnya.
"Sekarang giliranmu untuk membalas budi padaku."
Aishe menatap pria yang mendekat di depannya, dalam hati dia berkata, "Lolos dari mulut buaya, malah masuk ke mulut singa."
Ini bukan novel garis lurus yang bisa diambil banyak pelajarannya. Jadi kalian bisa berhenti jika alir terasa berputar-putar, membosankan, jelek dan yang lain.
Silakan kembali tanpa meninggalkan kesan buru di komentar.
Selamat membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KAY_21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
...Bagaimana, jika aku jatuh cinta padamu?...
Dua orang yang saling mendekap dan masih terlelap. Tidak memperdulikan sinar mentari yang menembus tirai putih, kicauan merdu sang burung kenari, bau basah pohon pinus bercampur embun. Mereka tanpa sadar melewati masa pagi yang cukup menyejukkan.
Di Antara dua orang yang lelah usai perang semalam, Aishe lah yang mengerjap lebih dulu. Ia membuka matanya perlahan, merasakan sekujur tubuhnya remuk redam. Dia jelas mengingat malam panjangnya, tetapi tidak mengingat gaya apa yang mereka lakukan.
Dari dada bidang Diego yang sejak semalam menjadi sandarannya, dia mendongak ke atas. Memandangi pria dengan bulu-bulu tipis di dagunya masih terlelap nyenyak.
Garis wajah yang terlihat cukup jelas di usianya yang menginjak 32 tahun. Lengkungan mata yang indah, garis bibir yang menawan. Pria itu terlihat cukup tampan dan mempesona bagi Aishe, juga, sangat gagah.
Aishe tiba-tiba tersipu malu, segaris senyum tipis terukir jelas di wajahnya. Membayangkan setiap sentuhan yang ia rasakan semalam.
Ahh, damn! Bagaimana jika aku jatuh cinta padanya?
Dia membenamkan kepala di dada Diego, dengan senyum yang masih mengembang jelas. Teringat sebuah pepatah lama tentang cinta.
'Cinta, bisa hadir karena terbiasa bersama'
Apa aku jatuh cinta?
Aishe menghela napas panjang, sudut bibirnya menurun. Untuk beberapa saat, dia sedikit berpikir, tentang konsekuensi yang dia hadapi jika perasaan iti benar-benar 'cinta'.
Namun, ia segera menepis pemikiran itu. Meyakinkan dirinya bahwa mungkin itu bukan cinta, melainkan kekaguman sesaatnya. Seperti ketika ia mengagumi salah satu artis karena wajah tampannya.
Setelah berdepat dengan perasaan dan pemikirannya, ia melangkah turun dari ranjang agar bisa menyiapkan sarapan. Namun saat ia turun dan berjalan ….
CRESS
"Aaahhh!!"
Telapak kakinya tidak sengaja menginjak pecahan dari botol Vodca yang di buang Diego.Teriakan yang melengking, berhasil membuat dua mata Diego terbelalak dan terjingkat kaget.
"Aahh!" teriak Aishe sembari mengangjat kaki kanannya yang berlumur darah.
Melihat Aishe merintih, dia segera menyingkap selimut, hendak membantu wanita itu. Namun, ia tiba-tiba teringat jika kakinya belum mampu. Pada akhirnya, Diego mengulurkan tangannya dan membantu Aishe
"Pegang tanganku!" ucap Diego.
Aishe tanpa protes mengambil tangan pria itu dan melangkah mundur kebelakang dengan kaki pincang. Setelah ia duduk di tepi ranjang, Diego mengambil kaki kanan Aishe untuk melihat seberapa dalam lukanya.
"Sakit?"
Aishe merintih kesakitan dan mengangguk cepat. Diego menarik selimut dan membelitkannya ke tubuh Aishe sambil berteriak memanggil Ashan.
"Ashan! Panggi Dokter Ha, sekarang!" teriaknya lantang.
Ashan membuka pintu. Melihat darah tercecer di lantai, pandangan matanya pun segera berubah. Dia melihat paha Diego bercecer darah, dan di atasnya ada kaki Aishe yang juga berdarah.
"Panggil Dokter Ha, sekarang!" Diego terlihat panik. Namun segera ditengangkan Aishe.
"Tidak perlu, lukanya tidak terlalu dalam. Hanya perlu mencabut pecahan kacanya lalu membalutnya." Aishe memegang tangan Diego, dan menatap matanya.
"Kau yakin? Itu sakit jika tidak memakai pereda nyeri."
Satu sisi alisnya sedikit meninggi, kemudian menunduk, melihat tangan dempal Diego. Tiba-tiba, dia terpikirkan cara mengatasi rasa sakitnya nanti. Melihat arah pandangan mata Aishe, Diego pun langsung paham maksudnya.
"Kau boleh mencengkram tanganku … atau bisa mengigitnya," ucap Diego.
Aishe mengangguk bahagia dan mengucapkan terima kasih. Keputusan telah dibuat, Diego menyuruh Ashan mengambil kotak obat untuk mengobati kaki Aishe.
Sambil memegang botol alkohol, Ashan bertanya, "Anda siap, Nona? Ini mungkin sedikit perih."
Pundak Aishe meninggi, bersamaan dengan napas panjang yang ditariknya. "Eemm, oke."
Kedua tangannya pun sudah siap mencengkram tangan Diego.
"Saya akan melakukannya dengan cepat dalam hitungan ketiga. Jadi tarik napas dalam-dalam." Ashan memberi tanda.
Aishe mengangguk, dan menutup matanya rapat-rapat ketika Ashan mulai berhitung. Tepat pada hitungan ketiga, Diego meraih leher Aishe dan mencumbunya. Bungkaman bibir Diego, membuat Aishe tidak bisa merintih, tatkala Ashan menuang antiseptic.
Ketika pecahan kaca itu dicabut, Aishe menggigit bibir bawah Diego untuk menetralkan rasa sakit, bersamaan dengan kuku-kuku yang menancap di pergelangan tangan Diego.
Pria tanpa pertimbangan itu langsung memperdalam ciumannya. Membuka paksa mulut Aishe dan mulai beradu lidah. Semakin lama, semakin intens, bahkan Aishe menjadi lupa akan kaki kanannya yang terluka, juga keberadaan Ashan.
"Sudah selesai. Sementara jangan terkena air dulu!" Pesan Ashan meski tidak di perdulikan dua orang itu. Dia pun pergi dari ruangan, meninggalkan mereka berdua.
Ahh … beratnya jadi tangan kanannya.