Salma dan Rafa terjebak dalam sebuah pernikahan yang bermula dari ide gila Rafa. Keduanya sekarang menikah akan tetapi Salma tidak pernah menginginkan Rafa.
"Kenapa harus gue sih, Fa?" kata Salma penuh kesedihan di pelaminan yang nampak dihiasi bunga-bunga.
Di sisi lain Salma memiliki pacar bernama Narendra yang ia cintai. Satu-satunya yang Salma cintai adalah Rendra. Bahkan saking cintanya dengan Rendra, Salma nekat membawa Rendra ke rumah yang ia dan Rafa tinggali.
"Pernikahan kita cuma pura-pura. Sejak awal kita punya perjanjian kita hidup masing-masing. Jadi, aku bebas bawa siapapun ke sini, ke rumah ini," kata Salma ketika Rafa baru saja pulang bekerja.
"Tapi ini rumah aku, Salma!" jawab Rafa.
Keduanya berencana bercerai setelah pernikahannya satu tahun. Tapi, alasan seperti apa yang akan mereka katakan pada orang tuanya ketika keduanya memilih bercerai nanti.
Ikuti petualangan si keras kepala Salma dan si padang savana Rafa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cataleya Chrisantary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serba salah
29
“Aku jelasin semuanya,” kata Rafa. “Aku akan jelasin apa yang tidak kamu ingat semalam. Mungkin beberapa ada yang tidak kamu ingat tapi kamu harus duduk dulu. Dan tenang.”
Salma marah tapi ia juga harus tahu apa yang sebenarnya terjadi semalam. Karena harus Salma akui ingatannya tidak lengkap ada beberapa hal yang tidak ia ingat dari kejadian semalam
Sebenarnya Rafa tidak mau menjelaskannya karena rasanya aneh saja jika diceritakan tapi Salma nampaknya setuju terlihat jelas dari Salma yang sekarang duduk.
Rafa menceritakan apa yang terjadi termasuk saat Salma muntah. Memuntahkan isi perutnya yang juga mengenai Rafa. Rafa sempat menjeda beberapa kali apalagi ketika Salma yang mulai menggoda Rafa.
Salma berdiri ketika Rafa mengatakan malam itu Salma membuka pakaian dalamnya sendiri. Salma sekarang berdiri tanpa suara dan meninggalkan Rafa sendirian.
Namun, tidak lama Salma keluar dan hendak melempar Rafa dengan lilin aromaterapi yang berukuran besar. Jelas Rafa harus menghindar.
“Pergiiii kamu!” teriak Salma mengacungkan lilin aromaterapi itu. “pergiii keluaaaar!” teriaknya.
Rafa yang ketakutan dilempar oleh Salma yang tengah marah. Marah yang Rafa tidak tahu marahnya kepada siapa. Rafa segera mengambil kunci pintu dan pergi keluar ngosngosan ketakutan.
Lalu saat Rafa keluar dalam keadaan ketakutan itu ia berpapasan dengan tetangganya yang berwarna negara Amerika.
“Hey, areu okay?”
“yah.. i’m okay,” jawab Rafa.
“Then why you run like you saw a ghost?”
“Um My wife just suddenly turned a monster,” kata Rafa sambil tertawa dan nampak terlihat santai.
“Oh, snap. I know that feeling. Mine turn into Godzilla over the tiniest thing. How long you been married
“A just a month.”
“Oh dang, still newlywed. Congrats. And listen, you must get her some chocolate or flower. Or even just hug her shen she’s mad. My Wife usually cools off when i do that.”
Rafa yang pada saat itu sedang ketakutan malah mendapatkan wejagan dari bule yang tidak sengaja melihat Rafa ketakutan sambil keluar dari apartemennya. Sebuah nasehat yang nampaknya terdengar sederhana akan tetapi pasti tidak bisa dilakukan oleh Rafa.
Tapi Rafa masih menolak untuk disalahkan. Karena Rafa tetap berpegang teguh jika semalam pemantik apinya adalah Salma.
Satu hal yang Rafa sesalkan adalah seharusnya di ada di saat Salma bangun tidur tadi pagi. “Ck!” Rafa berdecak. “Tapi kalo gue ada di sana kek drama banget,” komentarnya.
Rafa sekarang tidak tahu harus apa. Ia memutuskan untuk kembali saja ke gym di bawah sana. Lelaki itu berjalan di treadmil dengan pelan. Pikirannya campur aduk antara rasa sesalnya tapi di satu sisi Rafa sungguh tidak menyesal atas kejadian semalam.
Tadi malam, mereka seperti pasangan yang sedang jatuh cinta. Seperti pasangan yang dimabuk asmara. Senyum Rafa terbit. Meskipun Salma dalam keadaan tidak sadar sepenuhnya tapi semalam itu indah.
Rafa menatap jam dan ini sudah jam sebelas siang. Mungkin Salma juga sudah tidak akan lagi marah-marah. Rafa ingin membersihkan dirinya. Ia ingin mandi dan beristirahat.
Rafa akhirnya naik ke atas dan sekarang lelaki itu berdiri di depan pintu menarik nafas berkali-kali sebelum akhirnya ia membuka kunci dan rumah sudah berantakan. Baju-baju milik Rafa sekarang sudah berhamburan diluar kamar.
Semua baju milik Rafa dikeluarkan oleh Salma. Dan itu berhamburan di lantai ketika Rafa pulang. Rafa saat ini hanya bisa menghela nafas dan mulai membereskan baju-baju miliknya.
Rafa masukan baju-baju miliknya ke sebuah koper. Untungnya koper disimpan di sebuah ruang kecil seperti gudang. Baju-bajunya ia lipat satu persatu dan tanpa bicara apapun Rafa sekarang memutuskan untuk mandi setelah ia membereksan baju-bajunya.
Rafa menyiram dirinya di bawah shower. Matanya tertutup memikirkan banyak hal. Ia tidak tahu hubungannya dengan Salma kedepannya akan seperti apa. Selama ini hubungannya dengan Salma sangat sulit apalagi sekarang.
Rafa berdiri menatap pintu kamar. Ia tidak berani mengetuk pintu tersebut karena takut Salma akan seperti tadi lagi. Rafa lalu membuat makan siang. Tadinya, Rafa ingin membuatkan untuk Salma tapi ia tahu Salma pasti tidak akan mau.
Rafa tidak betah ada di rumah dan lagi. Ia akan membiarkan Salma berada di rumah. Setidaknya hingga waktu makan malam Salma selesai. Rafa tahu jam makan terakhir Salma itu jam lima sore.
Maka, Rafa memilih untuk keluar saja dari rumah. Membiarkan Salma yang tidak memiliki siapapun dan apapun berada di tempat paling aman. Sementara itu, Sekarang Rafa tengah duduk di sebuah perpustakaan umum.
Rafa harus berkendara cukup jauh untuk ketempat tersebut karena ia tidak memiliki tempat tujuan lain. Teman-temannya tidak ada yang tinggal di Montreal jadi, lelaki itu sekarang hanya bisa duduk diam seolah membaca.
Padahal, hatinya sekarang sedang dilanda kesedihan. Rafa bingung apa yang harus ia katakan pada Salma nanti.
Sementara itu, di sisi Salma, perempuan itu hanya bisa diam tak bersuara. Ia sudah tidak bisa lagi menangis. Air matanya sudah habis. Salam mengenggam ponsel miliknya yang sudah hampir kehabisan baterai.
“Aku benci kamu, Rafa!” kata Salma. Perutnya sekarang sudah keroncongan. Ia sudah lapar. Tapi Salma bertekad untuk diam.
Rafa melihat jam di pergelangan tangannya. Menunjukan pukul tujuh malam. Tidak terasa ia ternyata sudah duduk tidak melakukan apapun di perpustkaan umum ini sangat lama.
Rafa memilih untuk ke rumahnya. Rafa sampai pukul delapan malam. Keadaan tempat tinggalnya gelap gulita kecuali kamar yang terlihat bercahaya dari bawah pintu.
Rafa melihat Salma tidak makan. Tidak ada bekas makan sedari tadi siang ataupun sore. Bahan makananpun tidak telihat ada yang membuka. Camilan dan stok teh maupun coklat tidak ada terlihat jejaknya.
Awalnya, Rafa beristirahat saja tapi ia tidak bisa seperti ini. Rafa pikir hubungannya dengan Salma boleh saja jadi tidak enak setelah malam itu akan tetapi dalam pikiran Rafa, Salma harus tetap makan.
Rafa mengeusap wajahnya menggunakan kedua tangan sebelum akhirnya lelaki itu bangkit dan mengetuk pintu kamar.
“Sal, kamu belum makan, kan? Mau aku pesenin apa?” tapi tidak ada jawaban dari dalam sana. Sudah Rafa duga jika Salma pasti akan diam tidak mau menjawab.
“Sal, aku tahu kamu marah sama aku gara-gara semalam. Oke aku minta maaf. Sekarang terserah kamu mau benci atau mau laporin aku juga aku gak boleh. Tapi kamu harus makan. jangan-“
Belum juga Rafa menyelesaikan ucapannya. Ponselnya berbunyi. Dilihatnya itu dari nomor baru. Rafa pikir itu dari kantornya mungkin ada pergantian dadakan karena ada kecelakaan kerja. Rafa pernah seperti ini sekali.
Namun, setelah Rafa angkat, Rafa kaget mendengar telepon itu. Segera Rafa buka pintu kamar dan ternyata benar, kamar saat ini dalam keadaan kosong.
“Salma!” kata Rafa. Lelaki itu segera berlari mengambil jaket serta kunci mobilnya.
Bersambung
Ayo, kita-kira Salma kenapa ?