NovelToon NovelToon
Kitab Dewa Naga

Kitab Dewa Naga

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Romansa Fantasi / Ruang Bawah Tanah dan Naga / Akademi Sihir / Ahli Bela Diri Kuno / Ilmu Kanuragan
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Mazhivers

Raka secara tak sengaja menemukan pecahan kitab dewa naga,menjadi bisikan yang hanya dipercaya oleh segelintir orang,konon kitab itu menyimpan kekuatan naga agung yang pernah menguasai langit dan bumi...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mazhivers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 29

Raka menarik napas dalam-dalam, mencoba mencerna semua informasi yang baru saja membanjiri benaknya.

Peta dunia yang ia lihat kini terasa lebih jelas, dan ia bisa mengingat lokasi beberapa tempat suci lainnya yang ditandai dengan simbol-simbol misterius.

"Aku melihat lebih banyak," kata Raka kepada teman-temannya dengan nada penuh semangat.

"Aku melihat peta tempat-tempat suci lainnya. Ada beberapa artefak kuno yang tersebar di seluruh dunia, yang bisa membantu kita."

Ia menceritakan kepada Maya, Sinta, dan Kakek Badra tentang penglihatannya, menjelaskan lokasi-lokasi yang ia lihat di peta dan simbol-simbol yang menandainya.

Salah satu lokasi yang tampak sangat penting berada di sebuah pulau di timur, ditandai dengan simbol yang menyerupai perisai yang kokoh.

"Aku melihat sebuah pulau di timur," kata Raka. "Di sana ada tempat suci yang ditandai dengan simbol perisai. Aku merasa artefak yang ada di sana akan memberikan kita perlindungan yang kuat."

Kakek Badra mengangguk-angguk. "Itu pasti Perisai Naga Perkasa. Konon, perisai itu dulunya melindungi para dewa naga dari serangan kekuatan jahat.Jika kita bisa mendapatkannya, itu akan sangat membantu dalam pertarungan kita melawan Kaldor."

"Lalu, kita harus pergi ke pulau itu selanjutnya," kata Maya dengan nada setuju.

Sinta juga mengangguk. "Semakin banyak artefak suci yang kita kumpulkan, semakin besar peluang kita untuk mengalahkan Kaldor."

Mereka bertiga sepakat untuk menjadikan pulau di timur sebagai tujuan mereka selanjutnya.

Raka kembali melihat peta di benaknya, mencoba mengingat detail-detail penting tentang pulau itu.

Ia melihat garis pantai yang berliku-liku, hutan yang lebat, dan sebuah gunung yang menjulang tinggi di tengah pulau.

Simbol perisai terletak di puncak gunung itu.

"Perjalanan ke sana pasti akan panjang," kata Kakek Badra.

"Kita harus mencari cara untuk menyeberangi lautan."

"Mungkin kita bisa mencari perahu di desa terdekat," usul Sinta.

"Aku ingat ada beberapa desa nelayan di sekitar kaki gunung ini."

Mereka bertiga setuju dengan usul Sinta. Setelah mengucapkan terima kasih kepada roh-roh penjaga mata air suci, mereka mulai menuruni bukit, menuju kaki gunung di mana mereka berharap bisa menemukan bantuan untuk melanjutkan perjalanan mereka ke pulau di timur.

Dengan semangat baru, mereka mulai menuruni lereng Gunung Agung menuju kaki gunung, berharap bisa menemukan desa nelayan yang disebutkan Sinta.

Perjalanan turun terasa lebih cepat meskipun medan tetap menantang.

Mereka harus berhati-hati agar tidak terpeleset di jalur yang curam dan berbatu.

Setelah beberapa jam berjalan, mereka akhirnya melihat tanda-tanda peradaban di kejauhan.

Asap tipis mengepul dari balik rimbunnya pepohonan, dan sesekali terdengar sayup-sayup suara teriakan manusia.

Mereka mempercepat langkah mereka, berharap bisa segera mencapai desa dan mendapatkan bantuan.

Tak lama kemudian, mereka tiba di tepi hutan dan melihat pemandangan desa nelayan yang ramai di hadapan mereka.

Rumah-rumah sederhana berjajar di sepanjang pantai berpasir, dan perahu-perahu nelayan berbagai ukuran tertambat di dekatnya.

Aroma ikan asin dan garam laut memenuhi udara.

Mereka berjalan menuju desa dengan hati-hati, mencoba untuk tidak menarik terlalu banyak perhatian.

Saat mereka mendekati salah satu gubuk yang tampak lebih besar dari yang lain, mereka melihat beberapa nelayan sedang memperbaiki jala di depan gubuk tersebut.

Kakek Badra melangkah maju dan menyapa para nelayan dengan ramah.

"Salam sejahtera, Bapak-bapak. Kami adalah musafir yang sedang mencari tumpangan perahu untuk menyeberang ke pulau di timur."

Para nelayan itu menghentikan pekerjaan mereka dan menatap Kakek Badra dan rombongannya dengan tatapan curiga. Salah seorang nelayan yang tampak lebih tua dan berwibawa menjawab,

"Pulau di timur? Pulau mana yang kalian maksud? Tidak banyak perahu yang berani berlayar ke arah sana. Angin dan ombak di sana sangat ganas."

"Kami mencari sebuah pulau yang memiliki gunung tinggi di tengahnya,"

jelas Raka, mencoba memberikan informasi lebih lanjut tanpa menyebutkan tujuan sebenarnya.

Para nelayan itu saling bertukar pandang.

"Gunung Tinggi… Kalian pasti mencari Pulau Seribu Naga. Tempat itu berbahaya, Tuan. Banyak cerita aneh tentang pulau itu. Konon, pulau itu dijaga oleh makhluk-makhluk laut yang mengerikan."

Mendengar nama itu, Raka, Maya, dan Sinta saling berpandangan.

Pulau Seribu Naga. Nama yang terdengar menakutkan namun juga membangkitkan rasa ingin tahu.

"Kami bersedia membayar dengan layak untuk tumpangan perahu," kata Kakek Badra dengan nada meyakinkan. "Perjalanan kami sangat penting."

Para nelayan itu masih tampak ragu. Namun, setelah Kakek Badra menunjukkan beberapa keping uang emas yang ia bawa, raut wajah mereka mulai berubah.

Uang emas adalah barang yang sangat berharga di desa nelayan itu.

Setelah bernegosiasi sebentar, akhirnya salah seorang nelayan yang bernama Pak Tua Barjo setuju untuk mengantarkan mereka ke Pulau Seribu Naga dengan perahunya yang cukup besar dan kuat.

Ia memperingatkan mereka tentang bahaya yang mungkin mereka hadapi di pulau itu, tetapi ia bersedia membantu mereka karena imbalan yang dijanjikan.

Mereka bertiga merasa lega karena berhasil mendapatkan perahu.

Setelah beristirahat sejenak dan mengisi perbekalan, mereka bersiap untuk memulai perjalanan laut mereka menuju Pulau Seribu Naga, tempat Perisai Naga Perkasa diyakini berada.

Langit pagi yang cerah perlahan berubah menjadi kelabu saat perahu Pak Tua Barjo mulai meninggalkan pantai.

Angin bertiup semakin kencang, dan ombak mulai berayun lebih tinggi.

Perjalanan menuju Pulau Seribu Naga telah dimulai.Pak Tua Barjo adalah seorang nelayan berpengalaman.Tangannya yang kasar dengan cekatan mengendalikan kemudi perahu, sementara matanya yang awas terus mengamati perubahan cuaca dan arah angin.

Ia menceritakan berbagai kisah tentang laut yang ganas dan makhluk-makhluk laut misterius yang konon menghuni perairan di sekitar Pulau Seribu Naga.

"Di sana, ombak bisa tiba-tiba meninggi seperti gunung," kata Pak Tua Barjo sambil menunjuk ke arah timur.

"Dan kabut bisa turun secepat kilat, membuat siapa pun yang tersesat tidak akan pernah kembali."

Raka, Maya, Sinta, dan Kakek Badra mendengarkan dengan seksama, merasakan sedikit kecemasan mendengar cerita-cerita itu.Namun, tekad mereka untuk mendapatkan Perisai Naga Perkasa lebih besar dari rasa takut mereka.

Perjalanan laut itu berlangsung selama beberapa hari. Mereka menghadapi ombak besar yang mengguncang perahu, dan hujan deras yang membuat mereka basah kuyup hingga ke tulang. Namun, Pak Tua Barjo dengan keahliannya berhasil membawa mereka melewati badai.

Sesekali, mereka melihat lumba-lumba berkejaran di samping perahu atau burung-burung laut yang terbang tinggi di atas mereka, memberikan sedikit hiburan di tengah perjalanan yang melelahkan.

Akhirnya, setelah berhari-hari mengarungi lautan, di kejauhan tampaklah siluet sebuah pulau yang menjulang tinggi.Puncak gunung di tengah pulau itu tertutup awan, memberikan kesan misterius dan angker, persis seperti yang digambarkan para nelayan.

"Itu dia, Pulau Seribu Naga," kata Pak Tua Barjo dengan nada sedikit bergetar. "Kita sudah dekat."

Saat mereka semakin mendekat, pulau itu tampak semakin jelas.Pantainya berbatu dan curam, dengan hutan lebat yang menutupi hampir seluruh permukaan pulau. Tidak terlihat adanya tanda-tanda kehidupan manusia di sana.

Aura kuno dan kekuatan magis terasa begitu kuat begitu mereka mendekat.

"Tempat ini… terasa berbeda," bisik Maya, merinding merasakan hawa yang aneh di sekitar mereka.

Kakek Badra mengangguk setuju. "Pulau ini memang dijaga oleh kekuatan kuno. Kita harus sangat berhati-hati."

Pak Tua Barjo mengarahkan perahunya menuju sebuah teluk kecil yang tampak lebih tenang di sisi selatan pulau. Saat mereka mendarat di pantai berpasir hitam, Pak Tua Barjo tampak sangat lega.

"Di sinilah aku akan menunggu kalian," katanya. "Hati-hati di dalam sana. Dan semoga kalian berhasil menemukan apa yang kalian cari."

Raka, Maya, Sinta, dan Kakek Badra mengucapkan terima kasih kepada Pak Tua Barjo dan berjanji akan kembali secepat mungkin.Mereka kemudian melangkah menuju hutan lebat yang menyambut mereka di depan.

1
anggita
like👍iklan👆. terus berkarya tulis. moga novelnya lancar.
anggita
saran sja Thor🙏, kalau tulisan dalam satu paragraf/ alinea jangan terlalu banyak, nanti kesannya numpuk/penuh. sebaiknya jdikan dua saja.
إندر فرتما
moga bagus ini alur cerita
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!