Demi bisa mendekati cinta sejatinya yang bereinkarnasi menjadi gadis SMA. Albert Stuart rela bertransmigrasi ke tubuh remaja SMA yang nakal juga playboy yang bernama Darrel Washington.
Namun usaha mendekati gadis itu terhalang masa lalu Darrel yang memiliki banyak pacar. Gadis itu bernama Nilam Renjana (Nilam), gadis berparas cantik dan beraroma melati juga rempah. Albert kerap mendapati Nilam diikuti dua sosok aneh yang menjadi penjaga juga penghalang baginya.
Siapakah Nilam yang sebenarnya, siapa yang menjaga Nilam dengan begitu ketat?
Apakah di kehidupannya yang sekarang Albert bisa bersatu dengan Cinta sejatinya. ikuti kisah Darrel dan Nilam Renjana terus ya...
Novel ini mengandung unsur mitos, komedi dan obrolan dewasa (Dimohon untuk bijak dalam membaca)
Cerita di novel ini hanya fiksi jika ada kesamaan nama dan tempat, murni dari kreativitas penulis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 : Di tolak Mertua
Saingan baru
Senja di tengah kota begitu indah, semburat jingga yang memantul dari gedung-gedung berkaca tebal memberi pantulan sinar berbeda pada sore itu. Nilam memeluk cangkir coffe yang masih hangat dengan kedua telapak tangannya di atas meja, mengelusnya perlahan seperti memberikan buaian akan hatinya yang juga menghangat.
Yang orang lihat, ia duduk sendirian di cafe tengah kota itu. Namun, di mata Nilam, ia duduk bersama Albert sambil saling bertatapan dihiasi senyuman manis di bibir keduanya. Wajah Albert yang asli dengan gigi runcingnya tidak lagi menyeramkan bagi Nilam. Ia masih tetap sama seperti wajah Darrel, sosok pertama kali yang mampu menarik hatinya.
"Rel.. Eh Al, kamu kemana aja?" tanyanya pelan matanya menunduk dengan pipi merona.
"Aku butuh waktu merenung, apa bisa melanjutkan kebohongan ini. Banyak hati yang akan terluka jika aku terus-menerus membohongi mama papa Darrel terutama kamu," ucap Darrel. Tangannya dingin dan pucat menggenggam tangan Nilam, kehangatan cinta perlahan menghangatkan keduanya.
"Aku... Aku belum bilang ke Nyimas kalau kamu— " Nilam menggantung ucapannya.
"Dia sudah tahu."
Nilam menaikan pandangannya menatap manik mata Albert yang berwarna hijau kebiruan. "Kapan kamu menemuinya? Apa dia menyetujui kamu dekat denganku?" Albert menggelengkan kepalanya.
"Katanya, kamu sudah dijodohkan dengan Raden Arnes Kaman Danu," ucapnya. "Dia tidak ingin salahsatu putrinya menjadi vampir sepertiku."
"Apa tidak bisa kamu menjadi manusia normal seperti aku?" tanya Nilam sedikit mendesak.
"Bisa, tapi... Aku butuh tubuh yang masih utuh bukan mayat seperti Darrel. Harus perjaka!" ucapnya penuh penekanan di akhir kalimat.
"Aku setuju kalau itu, dan harus ganteng biar ngga malu-maluin kalau diajak ngedate ke mall," jawab Nilam
Albert merengut, ia langsung memutar tubuhnya duduk menyamping ke arah kaca. Ia menulis sembarang pada kaca dengan ujung jarinya, bibir mengerucut, persis seperti anak kecil yang sedang merajuk karena tidak jadi dibelikan mainan.
"Al, kamu marah?" Nilam mengelus tangan Albert, namun tangannya dia tarik menjauh dari Nilam. "Ya ampun, kamu kok merajuk gitu kayak bocil!"
"Kenapa kamu milih yang ganteng? Nanti kamu naksir manusia itu, aku di cuekin!" rajuk Albert.
"Ya kaan aku cintanya sama kamu," bantah Nilam.
"Tapi yang membelai kamu, mencium kamu cowok ganteng itu."
"Maka dari itu... " Nilam tidak jadi melanjutkannya karena wajah Albert makin muram.
"Al... Jangan marah, kamu ngambekan ich!" keluh Nilam. Albert masih melukis kaca dengan ujung jari telunjuknya, lukisan yang abstrak seperti suasana hatinya saat itu.
Masih posisi menyamping tanpa melihat ke arah Nilam, dan masih mencoret-coret kaca dengan ujung jarinya. "Nil... Bisa nggak sih, kamu yang jadi 'sebangsa' denganku. Aku ngga mau hinggap di tubuh manusia lagi. Aku ingin memiliki kamu sendirian tanpa tubuh orang lain. Aku ingin mengajak kamu berkeliling dunia di mana cabang kerajaan vampire tersebar di seluruh dunia, dan kamu satu-satunya permaisuri aku," rajuk Albert.
"Kalau sikap kamu kayak anak kecil begini, aku ngga mau. Kamu ngobrol ngga mau natap aku. Udah sana ngobrol aja sama kaca!" Berbalik, kini Nilam yang merajuk.
Albert berbalik masih dengan bibirnya yang mengerucut. Wajahnya masam dan taringnya mencuat sedikit. Nilam pun membalasnya dengan hal yang sama.
Mereka saling diam. Lama.
Hingga...
"Hai, boleh aku duduk di sini?" seru seorang pria berperawakan tinggi tegap memakai setelan jas kantor berwarna navy motif garis-garis silver.
"Eh... Emh... Ada temanku," ucap Nilam sambil melirik Albert yang kini wajahnya semakin kelam.
"Kemana temanmu? Apa dia sedang di toilet?" tanyanya heran karena Nilam duduk sendirian.
Albert langsung berdiri dan melangkah pergi ke arah pintu cafe.
"Al, tunggu... !" Nilam segera membayar kopi yang ia pesan.
Lelaki berjas navy itu menyeringai dengan tatapan gelap. Lelaki itu adalah...
Raden Arnes Kaman Danu.
Pria mesum itu jodohku?
Langit pagi di atas sekolah Nilam menangis saat itu, rintik hujan yang turun dengan intensitas sedang membuat suasana sekolah terasa lambat dan asing. Nilam merebahkan kepala di atas tangan yang ia lipat di meja. Matanya menatap ke luar ruang kelas, menghitung rintik hujan yang jatuh ke atas konblok halaman sekolah.
"Nil... " Rose melambaikan tangannya di depan wajah Nilam.
"Apa Rose?" jawab Nilam malas, suaranya pelan dan sendu.
"Kamu belum sarapan, aku belikan kamu sandwich di kantin." Rose menyodorkan thinwall berbentuk segitiga berisi sandwich.
"Terima kasih," jawabnya lirih. "Maaf aku belum mendapat pekerjaan baru, jadi merepotkan mu, Ros." Nilam menegakkan punggungnya untuk menikmati sarapannya.
"Ngga apa-apa, waktu aku belum dapat pekerjaan, aku banyak nyusahin kamu," ucapnya.
"Nasib hidup susah banyak merubah kamu ya Rose," ledek Nilam.
"Sebenarnya bukan hidup susah yang merubah aku, tapi aku takut hidup sendirian setelah mama dan papa meninggal," jawab Rose jujur.
"Eh, Darrel udah mau satu bulan tidak masuk, kemana dia?" tanya Rose
"Jadi, kamu bawain sandwich karena mau cari tahu berita Darrel bukan karena kasian sama aku?" wajah Nilam terlihat kecewa namun dibalas cengiran oleh Rose, semakin membuat Nilam kesal.
"Kamu tahu kemana dia?" tanya Rose penuh selidik.
"Engga. Aku sudah keluar dari perusahaan itu," jawab Nilam malas.
"Sayang banget, padahal gaji di sana katanya besar," sindir Rose.
"Rose, dikit lagi bel masuk. Pergi sana ke kelas kamu," usir Nilam, mulai bete dengan obrolan Rose yang mengingatkan ia pada Albert.
Siang itu, Nilam pulang sekolah berjalan kaki karena motornya kehabisan bensin. Perjalanannya pulang di temani aroma asap knalpot 'dua tak' bercampur debu jalanan serta rasa kesal pada Albert yang memenuhi rongga dadanya.
Sesak dan nyeri.
Sesekali Nilam menendang udara dengan keras. Pipinya mengembung dengan gerutu yang tidak jelas. Ia kesal dengan Nyimas Maheswari, ibunya. Karena tidak merestui cintanya dengan Albert. Tapi di sisi lain, ia juga tidak ingin hidup selamanya menjadi vampire. Pikirannya kini terombang ambing di lautan tanya dan ombak kekesalan yang siap menggulung akal sehatnya.
"Mengapa aku jatuh cinta pada mahkluk itu sih! Tuhan ambil saja perasaan dan buang ke laut. Aku tersiksa!" ucap Nilam lirih.
Tuk!
Sebuah jeruk mandarin mengenai keningnya, lalu menggelinding tepat di depan kakinya. Nilam mendongak ke atas, ia tidak menemukan pohon jeruk di sekitaran sana.
"Hahaha... Mana ada pohon jeruk di sana, atau kamu berharap hujan jeruk siang ini?" ledek pria berjas navy yang kemarin ada di cafe.
'Bajunya nggak ganti? Apa dia tunawisma?' pikir Nilam.
"Hey! Kenapa bengong!" pria itu menjentikkan jemarinya di depan wajah Nilam.
"Kamu siapa sih! Kenapa aku selalu ketemu kamu sejak kemarin?" tanya Nilam penasaran.
Pria itu mengulurkan tangannya dengan cepat, "perkenalkan aku Raden Arnes Kaman Danu." Arnes menarik sudut bibirnya ke atas.
Nilam melongo hingga mulutnya terbuka dan matanya membola.
"Nyimas bilang, putrinya cantik... Yaa, kuakui kamu memang cantik. Tapi... " Arnes memindai tubuh Nilam dari atas hingga ke bawah. "Apa yang ada di dalam sana sebesar ini?" Arnes membentuk telapak tangannya seperti mangkuk.
Plak!
"Pria mesum! jangan pernah dekati aku lagi!" hardik Nilam. Ia lalu bergegas mempercepat jalannya.
Arnes mengikutinya sambil menghitung gerakan pinggul Nilam, "Satu... Dua... Satu... Dua... Geal... Geol... Geal... Geol!" seringai tipis menghias wajahnya.
Nilam berbalik, dari sudut matanya ia tahu Arnes sedang memperhatikan goyang pinggulnya. Tatapan Nilam tajam menembus manik mata Arnes, dengan cepat ia menendang area sudut diantara dua kaki Arnes.
"Aougghh!!" Arnes menjerit ngilu saat jeruk medannya dihantam ujung sepatu warrior milik Nilam.
"Rasakan!" rutuknya kesal. "Walaupun di dunia ini kehabisan stock pria, aku tidak akan mau menikah denganmu!" teriak Nilam. ia lalu berlari menjauhi Arnes.
"Kenapa Nyimas tega menjodohkan aku pada pria mesum seperti Arnes!" jerit hati Nilam.