Cinta, benarkah cinta itu ada? kalau ya, kenapa kamu selalu mempermainkan perasaan ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erny Su, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Sampai satu minggu berlalu Jiwa masih berada di rumah sakit yang sama seperti arahan Abraham, keadaan Jiwa memang tidak sembuh sepenuhnya karena ada serangkaian pengobatan yang tidak bisa dilakukan secara instan, tapi setidaknya Jiwa masih kuat untuk beraktivitas seperti biasanya meskipun kini dia harus meminum obat setiap hari nya untuk daya tahan tubuh.
Abraham pun menyarankan Jiwa untuk melakukan pengobatan secepatnya karena penyakitnya bukan penyakit biasa yang bisa bertahan hidup untuk beberapa lama tanpa pengobatan, tapi Jiwa hanya menjawab dia akan memikirkannya.
Sampai saat seseorang datang menghampiri dengan terburu-buru dan terlihat penuh kecemasan dan lagi-lagi itu adalah Devan yang sudah beberapa hari ini mencari tahu tentang keberadaan jiwa karena tidak pernah hadir di cafe, dan disaat mereka tengah berdebat karena Devan memaksa Jiwa untuk berobat, seseorang datang dengan pengawalan ketat.
"Babe."ucap nya yang kini berdiri mematung di tempatnya saat melihat keadaan istrinya yang sangat pucat dan memprihatinkan dengan air mata yang bercucuran karena dia sedang berdebat dengan Devan.
"Jiwa jangan pikirkan tentang biaya, aku masih sanggup untuk membayar biaya pengobatan mu, kamu tidak usah memikirkan ini dan itu Arjuna pun telah menitipkan mu padaku saat dia pertama kali bekerja dengan ku."ucap Devan yang kini membuat Jiwa semakin terisak dalam tangisnya.
"Kenapa aku tidak mati saja agar aku tidak merepotkan orang baik seperti mu bos, aku kira waktu itu adalah akhir hidup ku tapi nyatanya aku masih hidup."ucap Jiwa.
"Babe."ucap Dion yang tidak kuasa mendengar nya.
"Sudah cukup Di pergilah jangan kasihani aku lagi, sekarang kamu sudah bahagia bersama istri dan calon anak kalian jadi tolong lepaskan aku dan jangan lagi temui aku."ucap Jiwa yang kini menolak kehadiran Dion.
"Tuan tolong jangan buat dia tambah stress karena itu akan memperburuk kondisi nya."ucap dokter Abraham yang kini membawakan beberapa botol obat dan vitamin untuk Jiwa karena hari ini dia sudah janji akan membiarkan jiwa pulang agar Jiwa bisa berfikir jernih.
"Mutiara sebaiknya dengarkan saya, setelah kamu bisa membuat keputusan tolong secepatnya temui saya atau hubungi saya. kamu bisa bertahan untuk dua minggu sebelum tubuhmu benar-benar melemah."ucap dokter Abraham yang kini meletakkan paper bag berisi obat dan vitamin.
Setelah itu ia sendiri yang melepaskan infus di tangan Jiwa dan memasang plester ditangan Jiwa persis seperti plaster yang pernah Dion lihat dan pria itu pun merutuki dirinya sendiri karena kelalaiannya selama ini.
"Babe kita akan melakukan pemeriksaan di luar negeri."ucap Dion.
"Tidak Di pergilah sudah cukup aku lebih baik menyerah daripada harus merusak kebahagiaan kalian."ucap Jiwa.
"Jiwa, jangan berbicara buruk tentang dirimu sendiri. Kamu pikir kematian itu bisa menghapus semuanya."ujar Devan yang tidak terima.
"Pulang lah bos terimakasih atas waktunya aku berdoa semoga kamu semakin sukses dan bahagia bersama kak Liana dan baby, maaf jika aku tidak bisa lagi bekerja nantinya aku benar-benar sangat berterimakasih padamu atas kebaikan mu selama ini."ucap Jiwa seakan berpamitan.
"Kita akan pulang bersama, mobil mu sudah dibawa oleh sopir ku."ucap Devan.
"Tidak bos aku mau menemui ustadzah terlebih dahulu sebelum pulang kerumah."ucap Jiwa yang kini enggan untuk melirik Dion yang sedari tadi menatap lekat kearahnya.
"Dokter terimakasih banyak atas pertolongan nya, saya mungkin tidak bisa membalas nya, tapi saya doakan anda sehat selalu dan berumur panjang."ucap Jiwa.
"Mutiara sebaiknya kamu pikirkan saran saya, saya yakin masih ada banyak cara untuk mengobati nya."ucap dokter Abraham.
"Saya sudah tidak punya siapa-siapa lagi dok, jadi itu adalah hal yang mustahil saya sudah pasrah dengan takdir hidup saya."ucap Jiwa yang kini turun perlahan dibantu Devan.
"Bos aku tidak punya handphone boleh pinjam handphone mu untuk menghubungi ustadzah sebelum aku pergi kesana."ucap Jiwa.
"Mutiara ini gunakan lah kebetulan saya ada cadangan."ucap sang dokter yang kini memberikan ponsel miliknya.
"Tidak dok saya hanya pinjam untuk saat ini saja."ucap Jiwa.
"Ini."ujar Devan yang sudah menyambungkan telfon dengan ustadzah Salamah yang kini terdengar khawatir saat mendengar suara Jiwa.
"Hmm... asalamualaikum ustadzah saya Tiara, ustadzah apa kabar? boleh saya ke rumah sekarang saya ingin bicara."ucap Jiwa .
Ustadzah Salamah pun bilang bahwa Jiwa bisa berkunjung kapan saja pintu rumah nya selalu terbuka untuk Jiwa.
Jiwa pun tersenyum kecil disaksikan tiga orang pria sampai saat handphone itu diberikan pada Devan.
"Maaf bos terimakasih atas bantuannya."ucap Jiwa yang kini meraih tas dan juga paper bag berisi obat.
Dion hendak meraihnya tapi lagi-lagi Jiwa menolak nya, dia berjalan sendiri tanpa bantuan siapapun termasuk Devan yang kini tengah membujuk Jiwa untuk dia antar tapi Jiwa menolak dengan alasan tidak satu arah dia tidak ingin waktu Devan terganggu meskipun pria itu sudah bilang tidak apa-apa.
Sementara Dion membiarkan dia berlalu begitu saja untuk saat ini sambil dia kembali ke ruangan dokter untuk bertanya tentang sakit yang istrinya derita.
Jiwa sendiri kini sudah berada di dalam taksi berkat bantuan Devan yang kini mengikuti nya dari belakang karena khawatir dengan keadaan Jiwa.
Sepanjang perjalanan Jiwa hanya bisa berurai air mata, dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan setelah ini, bisakah dia melepaskan diri dari belenggu pernikahan nya dengan Dion, dia tidak ingin dikasihani oleh siapapun.
Dan saat ini dia ingin membuat wasiat jika suatu saat dia sudah harus kembali pada sang pemilik kehidupan dia ingin ustadzah Salamah mendoakan nya dengan mengelar tahlilan seperti saat Arjuna meninggal dunia.
Dia akan membiayai tahlilan tersebut dari uang penjualan rumah nantinya, karena sudah dipastikan bahwa saat ini Jiwa tidak akan berobat, dan akan bertahan dengan sisa waktunya sebelum tubuhnya akhirnya melemah.
Sementara Rudy yang baru mengetahui hal itu kini dia bergegas mencari keberadaan jiwa bersama istrinya yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi.
Sementara yang Rudy cari saat ini baru tiba di depan rumah ustadzah Salamah dan langsung disambut pelukan dan tangis haru dari ustadzah Salamah yang kini terlihat sedih melihat kondisi jiwa yang lebih tirus dari sebelumnya dan wajahnya begitu pucat.
"Apa yang terjadi pada mu nak, kenapa selama ini bahkan tidak ada kabar dan nomor mu tidak bisa dihubungi."ucap ustadzah.
"Beginilah Bu, saya juga datang karena ingin berbicara banyak jika ibu tidak keberatan?"ucap Jiwa yang kini terlihat menatap kosong.
...*****...
Jiwa pun merasa sedikit lega dan terlihat jauh lebih tegar dari sebelumnya setelah mendapatkan nasihat tentang semua yang ia keluhkan.
Ustadzah bilang bahwa Jiwa tidak boleh mendahului sang pencipta, dan Jiwa wajib berusaha meskipun dia tetap harus memasrahkan semua nya pada tuhan. Ustadzah pun menerima wasiat yang dikatakan oleh Jiwa tapi wanita itu tetap meminta Jiwa untuk melakukan pengobatan yang terbaik disertai doa dan keikhlasan.
Kini Jiwa sudah berada di dalam rumah nya, dia melihat ke sekeliling ruangan yang tampak begitu sepi seperti kuburan meskipun rumah itu tidak bau tanah dan tetap bersih entah siapa yang membersihkan rumahnya itu.
Dia pun langsung bergegas untuk membersihkan diri dan menunaikan kewajibannya terhadap sang pencipta seperti yang dikatakan oleh ustadzah sebelumnya bahwa ia harus memasrahkan semua sambil berusaha.
Jiwa pun terus bercucuran air mata di tengah shalat nya, dia pun berdoa dengan khusyuk nya hingga sholat nya selesai dan saat akan bangkit tetes darah dari hidung nya pun menetes di atas pangkuan nya.
Jiwa yang kini hanya berusaha menengadahkan kepalanya pun berusaha meraih tissue di atas nakas dan dia langsung menyumbat hidung nya dengan tissue yang kini dipenuhi oleh darah segar.
"Babe!"ucap pria yang tidak lain Dion yang baru saja datang.
Jiwa pun tidak merespon panggilan Dion dia terus berusaha untuk menghentikan pendarahan tersebut hingga ia hendak meraih botol obat, tangan Dion bergerak lebih cepat membuka botol obat yang tadi dokter beritahukan padanya.
"Terimakasih."lirih Jiwa.
"Aku minta maaf babe, aku tidak tau tentang semua yang kamu derita selama ini."ucap Dion yang tangisnya pecah sambil mendekap erat Jiwa yang kini hanya terdiam.
Hingga saat Dion melonggarkan dekapannya Jiwa pun berkata."Kamu jangan bersedih Di, seharusnya kamu berbahagia setidaknya beban hidup mu akan berkurang dengan kepergian ku nantinya. Ah iya selama untuk kehamilan istrimu semoga lancar sampai persalinan nanti dan baby kalian berdua sehat selalu. Sekarang kamu bisa kembali ke rumah kalian jangan biarkan istrimu datang mencari mu lagi kesini kasihan bumil sangat butuh perhatian."ucap Jiwa yang kini seakan baik-baik saja sambil tersenyum tulus pada Dion.
"Berhenti menyakiti diri sendiri babe, kalaupun aku memiliki anak itu hanya dengan mu."ucap Dion yang kini menatap lekat wajah cantik yang terlihat berfikir keras tersebut.
"Mommy mu wanita terhormat, dia tidak mungkin berbohong."ucap Jiwa yang kini terlihat menahan tangisnya.
"Babe apa kamu pernah melihat aku menyentuh nya. Bahkan selama ini aku selalu berusaha menghindarinya lalu bagaimana bisa aku menghamili nya."ucap Dion terlihat sangat serius.
"Di kamu boleh kasihan padaku tapi jangan pernah membohongi ku, pria mana yang akan mengabaikan istri sesempurna itu? Aku tidak akan pernah marah jika pun kalian benar-benar sudah memiliki anak itu hak mu Di."ucap Jiwa yang kini melepaskan mukenanya dan membawa nya ketempat cucian kotor karena sudah ternoda oleh darahnya.
"Babe, terserah kamu mau percaya atau tidak yang jelas aku tidak berbohong padamu."ucap Dion.
"Berarti mommy mu yang pembohong ia begitu?"ucap Jiwa yang kini menatap lekat wajah cantik itu.
"Seharusnya kamu pekak Yank ibumu tidak pernah merestui pernikahan kita jadi dia berbuat seperti itu untuk memisahkan kita dan mengikuti nya jauh lebih baik daripada mempertahankan pernikahan kita. Kamu tidak akan dapat apapun dariku selain rasa lelah dan kerugian yang akan kamu dapatkan saat ini."ucap Jiwa.
"Babe jaga ucapan mu, karena sampai kapan pun aku tidak akan pernah melepaskan mu."ucap Dion tegas.
"Terserah kamu Yank aku lelah."ucap Jiwa yang akhirnya menyerah.
Percuma saja berdebat dengan nya, Jiwa tidak akan pernah menang sekarang dia akan mengikuti keinginan Dion untuk tetap menjadi istrinya tidak peduli orang lain akan menghujat nya jika suatu saat nanti mereka tahu siapa dirinya.
"Besok kita akan berangkat ke Amerika, kita berobat disana sampai sembuh kita tidak akan pernah kembali."ucap Dion.
"Hentikan semuanya Di jangan buang-buang waktu mu, semua hanya akan sia-sia! Apa kamu pernah melihat orang yang sakit seperti ku bisa sembuh tanpa bantuan keluarga terdekat."ucap Jiwa.
"Bukankah kamu percaya bahwa Tuhan itu ada babe, bersiaplah untuk sekarang kita istirahat dulu."ucap Dion yang kini melepaskan jas miliknya.
"Aku laper jika kamu mau makan silahkan katakan ingin makan apa aku akan memasak nya."ucap Jiwa.
"Aku tidak lapar babe jangan masak aku akan delivery order."ucap Dion.
"Aku tidak masak hanya buat telur dadar."ucap Jiwa yang kini bergegas keluar kamar.
Dion pun mengikutinya dan mengambil alih semuanya tapi pergerakan nya terhenti saat jiwa berkata."Please jangan lakukan ini, aku belum sekarat hingga aku harus dibantu untuk itu."ucap Jiwa lirih.
"Dimana letak salah nya babe aku hanya ingin melayani istri tercinta ku?"ucap Dion sambil tersenyum.
"Terimakasih tapi aku ingin melakukan semuanya sendiri."ucap Jiwa yang kini kembali mengambil alih semuanya.
Dia hanya makan telur dadar saja karena saat ini tidak ada nasi di Rais cooker. Jiwa pun terlihat menikmati itu sambil ditatap oleh suaminya yang kini menatap sendu kearahnya.
"Babe maafkan aku yang telah banyak menyakiti mu."lirih Dion.
"Kamu tidak salah apa-apa Di, aku yang salah karena telah hadir di hidupmu."balas Jiwa.
"Tolong jangan katakan itu lagi aku adalah pria paling beruntung di dunia ini karena telah mendapatkan gadis cantik dan baik seperti mu, aku sangat mencintaimu tidak peduli seberapa besar rintangan yang akan menghadang aku akan tetap berjuang demi bisa hidup bersama mu."ucap Dion.
"Terimakasih, tapi maafkan semua kekurangan ku selama ini, aku tidak pernah berniat membangkang padamu tapi aku hanya ingin kamu tidak terbebani oleh ku. Aku mungkin bisa bertahan hidup untuk beberapa waktu kedepan dengan bantuan obat dan pengobatan tapi kamu akan lelah setelah hasilnya tidak sesuai harapan jadi biarkan saja aku seperti ini hingga maut menjemput."ucap Jiwa yang kini menyuapkan makanan terakhirnya.
"Kita akan berjuang bersama babe kalaupun kamu tetap tidak selamat aku pun akan ikut kamu pergi."ucap Dion yang kini membuat Jiwa merasa bersalah.
"Hmm.... baiklah aku mau berobat tapi kamu harus janji satu hal padaku?"ucap Jiwa
"Apa itu?"balas Dion.
"Hiduplah dengan baik dan bahagia saat aku pergi nanti."ucap Jiwa yang membuat Dion menggelengkan kepalanya.
"Tidak aku tidak mau itu terjadi, aku tidak akan baik-baik saja jika kamu tiada."ujar Dion.
"Kamu bisa sayang, ingat sebelum kita bersama pun kamu bisa hidup dengan baik."ucap Jiwa.
"Tidak babe.