NovelToon NovelToon
Debaran Hati

Debaran Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pelakor
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Mengisahkan mengenai Debby Arina Suteja yang jatuh cinta pada pria yang sudah beristri, Hendro Ryu Handoyo karena Hendro tak pernah jujur pada Debby mengenai statusnya yang sudah punya istri dan anak. Debby terpukul sekali dengan kenyataan bahwa Hendro sudah menikah dan saat itulah ia bertemu dengan Agus Setiaji seorang brondong tampan yang menawan hati. Kepada siapakah hati Debby akan berlabuh?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sebuah Kata Terima Kasih

Melihat Nirmala pingsan, Hendro justru menunjukkan reaksi yang tak terduga. Alih-alih panik atau khawatir, ia malah melayangkan tatapan tajam pada Naura.

"Ini semua gara-gara kamu!" bentak Hendro, menunjuk Naura dengan nada penuh amarah. "Kalau saja kamu tidak mengadu pada Ibu, semua ini tidak akan terjadi!"

Reksa yang sedang memangku Nirmala menoleh dengan wajah merah padam. "Apa katamu, Hendro? Ibumu pingsan karena ucapanmu sendiri!"

"Tidak, Yah! Ibu shock karena mendengar kebohongan Naura!" elak Hendro, bersikeras dengan egonya. Ia sama sekali tidak melihat kesalahannya dalam situasi ini. Baginya, Naura adalah biang keladi dari segala permasalahan.

Naura yang masih terisak hanya bisa menggelengkan kepalanya tak percaya mendengar tuduhan Hendro. Hatinya semakin hancur melihat betapa butanya suaminya terhadap penderitaan orang lain, termasuk ibunya sendiri.

"Kebohongan apa, Mas? Semua yang aku katakan benar. Kamu yang berbohong padaku, kamu yang berselingkuh!" balas Naura dengan suara bergetar.

"Diam kamu!" sentak Hendro. "Seharusnya kamu malu sudah membuat ibuku seperti ini!"

"Aku yang malu? Seharusnya kamu yang malu, Hendro! Kamu sudah menghancurkan rumah tangga kita, menyakiti istrimu, dan sekarang menyalahkan aku atas kondisi ibumu!" air mata Naura kembali membanjiri pipinya.

Reksa berusaha menenangkan Nirmala yang mulai siuman perlahan. Setelah memastikan istrinya sedikit lebih baik, ia kembali menatap Hendro dengan tatapan dingin.

"Hendro, Ibu pingsan karena mendengar pilihanmu yang lebih memilih wanita lain dibanding istrimu sendiri. Jangan memutarbalikkan fakta," ujar Reksa dengan suara tegas namun terkendali.

Namun, teguran sang ayah tidak membuat Hendro berubah pikiran. Justru, kejadian ini semakin memantapkan keyakinannya bahwa ia harus segera berpisah dari Naura.

"Justru karena ini aku semakin yakin, Yah. Aku dan Naura memang tidak bisa lagi bersama. Aku akan tetap pada keputusanku untuk bercerai," ucap Hendro dengan nada final.

Mendengar ucapan Hendro, Naura kembali terisak. Hatinya benar-benar remuk mendengar suaminya begitu teguh ingin meninggalkannya, bahkan setelah melihat ibunya pingsan. Reksa hanya bisa menghela napas berat, merasa kecewa dan marah pada putranya. Adu mulut kembali terjadi di antara Hendro dan Naura, namun Hendro tetap bersikeras dengan keinginannya untuk bercerai, seolah tidak ada lagi ruang untuk kompromi atau pertimbangan perasaan orang lain. Keputusannya untuk bersama Debby telah membutakan hatinya dari nilai-nilai keluarga dan rasa empati.

****

Hari itu di kantor terasa begitu panjang bagi Debby. Pikirannya terus berkecamuk, bayangan wajah Hendro dan pengkhianatannya berulang kali muncul. Ia merasa jijik pada dirinya sendiri karena telah tertipu begitu lama. Konsentrasinya buyar, pekerjaannya terbengkalai. Akhirnya, dengan berat hati, ia memutuskan untuk memblokir semua nomor telepon dan akun media sosial Hendro. Ia ingin benar-benar mengakhiri ilusi tentang pria itu.

Saat jam kantor usai, Debby berjalan gontai menuju halte bus di depan gedung kantornya. Langit sore tampak mulai menggelap. Ia berdiri sendirian, menunggu bus yang terasa datang begitu lambat. Angin bertiup pelan, menerpa rambutnya yang tergerai.

Tiba-tiba, suara deru motor mendekat. Sebuah sepeda motor berhenti tepat di depannya. Debby mendongak dan terkejut melihat Agus duduk di atas motornya, tersenyum ramah padanya.

"Mbak Debby belum pulang?" sapa Agus dengan nada ceria.

Debby sedikit terkejut. "Ah, Agus. Belum. Sedang menunggu bus."

"Sudah sore. Bus biasanya penuh kalau jam segini. Mau bareng saya saja? Kebetulan arah rumah kita sama," tawar Agus dengan sopan.

Debby terdiam sejenak. Ia merasa sedikit ragu, namun di sisi lain, ia juga merasa lelah dan tidak ingin berlama-lama menunggu sendirian di halte. Sosok Agus yang selalu ramah dan membantu membuatnya merasa nyaman.

"Tidak merepotkan?" tanya Debby akhirnya.

Agus tertawa kecil. "Tentu tidak, Mbak. Justru saya senang kalau bisa membantu." Ia mengulurkan helm berwarna hitam kepada Debby. "Pakai ini ya, demi keamanan."

Debby menerima helm itu dan memakainya. "Terima kasih, Agus."

"Sama-sama. Mari," ajak Agus.

Debby naik ke boncengan motor Agus. Aroma parfum maskulin yang segar tercium samar-samar dari tubuh Agus. Ia merasa sedikit canggung namun juga merasa ada kehangatan yang berbeda saat berada dekat dengan pemuda itu.

Selama perjalanan, Agus sesekali bertanya tentang kabarnya. Debby menjawab seperlunya, masih belum siap untuk berbagi tentang masalahnya. Namun, kehadiran Agus dan obrolan ringan mereka sedikit mengalihkan pikirannya dari Hendro.

Ketika mereka tiba di depan apartemen Debby, ia merasa sedikit enggan untuk berpisah. Ada rasa nyaman dan aman yang ia rasakan selama bersamanya.

"Terima kasih banyak ya, Agus. Sudah mau mengantarkanku," ucap Debby tulus sambil mengembalikan helm.

"Sama-sama, Mbak Debby. Lain kali kalau masih menunggu bus, jangan ragu untuk menyapa saya kalau saya lewat," balas Agus dengan senyumnya yang khas.

Debby mengangguk. "Pasti."

Setelah Agus pergi, Debby berjalan menuju apartemennya. Perjalanan singkat bersamanya sore ini memberikan sedikit ketenangan di hatinya yang sedang bergejolak. Kehadiran Agus, tanpa disadarinya, mulai menumbuhkan harapan baru di tengah kekecewaan yang mendalam.

****

Mentari pagi menyambut kedatangan Naura dan Marcella di sebuah rumah sederhana namun asri di luar kota. Rumah itu adalah kediaman orang tua Naura, Subeni dan Haryati. Suasana pedesaan yang tenang sedikit berbeda dengan hiruk pikuk Jakarta yang selama ini menjadi latar belakang kehidupan Naura.

Subeni, seorang pria paruh baya dengan rambut mulai memutih, sedang menyiram tanaman di halaman depan ketika melihat seorang wanita turun dari taksi sambil menggendong seorang bayi. Ia mengerutkan kening, menyadari itu adalah putrinya, Naura. Namun, keheranannya bertambah karena Naura datang seorang diri, tanpa Hendro.

Haryati, yang mendengar suara mobil dari dalam rumah, segera menghampiri pintu. Ia terkejut melihat Naura berdiri di ambang pintu dengan mata sembab dan Marcella dalam gendongannya.

"Naura? Ya ampun, Nak. Kamu kenapa? Mana Hendro?" tanya Haryati dengan nada khawatir, langsung memeluk putrinya.

Subeni menghampiri mereka dengan raut wajah cemas. "Iya, Nak. Ada apa ini? Kenapa kamu datang sendiri?"

Naura hanya bisa terisak dalam pelukan ibunya. Marcella di gendongannya tampak bingung melihat ibunya menangis. Haryati membawa Naura dan cucunya masuk ke dalam rumah. Setelah menenangkan Marcella yang mulai rewel, Haryati dan Subeni duduk berhadapan dengan Naura di ruang tamu.

Dengan suara lirih dan sesekali terisak, Naura menceritakan semua yang terjadi dalam rumah tangganya. Ia mengungkapkan perselingkuhan Hendro dengan seorang wanita bernama Debby, perlakuan kasar Hendro padanya, hingga keinginan suaminya untuk bercerai. Ia juga menceritakan bagaimana Hendro lebih membela selingkuhannya dibanding dirinya dan anak mereka.

****

Subeni dan Haryati mendengarkan cerita Naura dengan wajah yang semakin lama semakin tegang. Haryati beberapa kali mengusap air mata yang ikut menetes di pipinya. Subeni mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras menahan amarah. Mereka tidak menyangka pernikahan putri mereka yang selama ini tampak baik-baik saja menyimpan luka yang begitu dalam.

"Jadi, Hendro... dia tega melakukan ini padamu, Nak?" tanya Subeni dengan suara berat, sarat akan kekecewaan.

Naura mengangguk lemah. "Dia bilang... dia mencintai wanita lain, Ayah."

Haryati memeluk Naura erat. "Ya Tuhan... tega sekali anak itu. Setelah apa yang sudah kamu berikan untuknya, untuk keluarga ini..."

Subeni berdiri dari duduknya, berjalan mondar-mandir di ruang tamu. "Tidak bisa dibiarkan ini. Kita harus bicara dengan Hendro."

Naura menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu, Ayah. Aku sudah tidak ingin lagi berhubungan dengannya. Aku hanya ingin menenangkan diri di sini bersama kalian dan Marcella."

Haryati mengelus kepala Naura dengan penuh kasih sayang. "Tentu saja, Nak. Kamu dan Marcella bisa tinggal di sini selama yang kalian mau. Kami akan selalu ada untukmu."

Subeni mengangguk setuju. "Jangan pikirkan apa pun dulu, Naura. Istirahatlah. Biar kami yang memikirkan langkah selanjutnya."

1
kalea rizuky
klo ortu agus gk bs nrima ywda
kalea rizuky
lanjut
Serena Muna: terima kasih kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!