John adalah seorang CEO yang memiliki perusahaan yang sukses dalam sejarah negara Rusia, Keeyara menikah dengan John karena perjodohan orang tua mereka. Pernikahan mereka hanya jadi bumerang bagi Keeyara, John sangat kasar kepada Keeyara dan dia sering menjadi pelampiasan amarahnya ketika John sedang kesal. John juga memiliki kekasih dan diam-diam menikahi kekasihnya itu, Arriel Dealova.
Istri kedua John seringkali cemburu kepada Keeyara karena ia memiliki julukan sebagai 'Bunga Lilac' karena memiliki wajah yang cantik yang selalu menarik perhatian para pemuda. Bulan demi bulan berlalu dan Keeyara mulai kehilangan emosi dan bahkan tidak merasakan apapun saat melihat John dan Arriel sedang menggendong bayi mereka di depan wajahnya. Hingga, beberapa deretan kejadian dan permasalahan membuat Keeyara mengalami kecelakaan yang sangat berat dan menyebabkan Keeyara meninggal dunia. Tetapi anehnya, dia kembali bangun pada tanggal 20 April 2022, tepat dihari pernikahan John bersama kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cakestrawby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
Keeyara keluar dari lift dan di ikuti oleh William dari belakang. Wanita itu mendekati resepsionis yang langsung menyambut kedatangannya dengan ramah, Keeyara membalas senyumannya sambil memberikan secarik kertas ke petugas resepsionis tersebut.
"Ah benar, Nona... Tuan John-"
"Tidak, terima kasih, kau bisa membuangnya." potong Keeyara dengan sopan, membuat petugas resepsionis itu terkejut dengan penolakannya yang entah sudah keberapa kalinya, William yang ada di belakang sedikit mengerutkan keningnya saat melihat satu buket bunga Lily yang berukuran besar itu di sembunyikan kembali oleh petugas resepsionis.
William segera mengikuti langkah wanita itu kembali saat mereka berjalan menuju basement, langkahnya sengaja di samakan dengan Keeyara yang berjalan di depannya.
"William, jangan lupa untuk adakan pertemuan besok, pastikan para dewan perusahaan dan juga bagian HRD datang."
William yang mendengar perintah itu segera mengangguk, lalu mengetik pengingat itu dengan cepat di iPadnya yang selalu ia bawa. "Dicatat, saya akan menyiapkan semuanya besok pagi." jawabnya, suaranya penuh dengan nada bisnis saat mereka terus berjalan.
"Kau bisa pulang, William. Aku akan pergi ke suatu tempat terlebih dahulu."
William menghentikan langkahnya, ekspresi terkejut sesaat terpancar di wajahnya saat mendengar itu. "Anda akan pergi ke mana? saya tidak bisa meninggalkan anda, Nona Keeyara." tanyanya segera, sikap protektifnya muncul lagi saat ia bergerak dengan cepat untuk menghalangi jalannya yang membuat Keeyara sedikit terkejut, laki-laki itu harus selalu memantau Keeyara agar kejadian kemarin tidak terulang kembali, dan tampaknya dia sangat bertekad dengan itu.
"Aku hanya bertemu teman lama, kenapa kau tiba-tiba bersikap menakutkan seperti ini, William?" tanya Keeyara, matanya sedikit menyipit saat memperhatikannya. "Jangan bilang... Kai yang menyuruhmu untuk selalu memantau ku dan memastikan ku aman, kan?" lanjutnya, ia sangat yakin dengan tebakannya itu.
Mendengar nama itu membuat mata William sedikit berkedut. Tentu saja, dia mendengar perintah Kai, dan wanita itu benar; Kai menyuruhnya untuk selalu mengawasi Keeyara dan memastikan keselamatannya menjadi prioritas utama.
"Ya, beliau yang memerintahkan saya," jawabnya jujur. "Jadi, saya tidak punya pilihan selain memastikan anda baik-baik saja." William menambahkan, ekspresinya yang penuh tekad kembali saat dia menatap balik wanita itu.
Keeyara yang mendengar itu segera menegakan punggungnya, tangannya di lipatkan di depan dada saat dia terus mengamati wajah William. "Aku tanya sekarang, siapa bosmu yang sebenarnya, huh? Aku atau Kai?"
Ketika Keeyara menanyakan hal itu, ekspresi William menegang, bibirnya terkatup rapat membentuk garis tipis. Ia telah bersumpah untuk setia kepada Keeyara sebagai Asisten pribadinya, tetapi pada saat yang sama, ia juga tidak dapat mengabaikan perintah Kai.
Akhirnya, William mendesah, tatapannya menunduk hampir pasrah sebelum kembali menatap Keeyara. "Itu masih dirimu, Nona..." gumamnya, kata-katanya hampir tak terdengar.
Mendengar itu, Keeyara tersenyum lebar, ia melangkah mendekati laki-laki itu dan menepuk pundaknya dengan lembut, membuat William kembali menundukan pandangannya ke lantai.
"Percaya padaku, aku akan baik-baik saja. Sampai jumpa, William." katanya yang di susul oleh suara tawa kecil sebelum akhirnya kembali melangkah, meninggalkan William yang terdiam terpaku di sana.
Pandangan William segera mengikuti sosok Keeyara hingga menghilang di tikungan. Ia mengembuskan napas pelan melalui hidungnya, campuran rasa lega dan khawatir masih berkecamuk dalam benaknya, namun ia mencoba menepisnya sebisa mungkin.
"Dia masih keras kepala," gumamnya pada dirinya sendiri, matanya terpaku pada jalannya. Ia mengepalkan tinjunya tanpa sadar, berdoa dalam hati agar tidak terjadi apa-apa padanya lagi.
Disisi lain, begitu Keeyara sudah berada di basement, basement itu lebih gelap dan sedikit lebih dingin daripada lantai atas, satu-satunya sumber cahaya berasal dari lampu neon redup yang tergantung di langit-langit. Suara langkah kakinya bergema di sekitar saat Keeyara melangkah lebih dalam, bayangannya membentang lebih panjang di lantai semen yang berdebu.
"Hallo, Shabiella... kau ada di mana?" tanya Keeyara saat panggilan itu tersambung dengan temannya.
Kau bisa menunggu di tempatku bekerja, aku mungkin akan datang terlambat karena harus pergi ke rumah sakit terlebih dahulu, aku janji tidak akan lama.
Mendengar penyebutan rumah sakit seketika membuat kening wanita itu sedikit mengerut, jelas khawatir dengan kondisi Shabiella. "Rumah sakit kau bilang? kau sakit atau bagaimana?" tanyanya dengan khawatir.
Tidak, aku baik-baik saja, hanya saja-
Langkah Keeyara tiba-tiba terhenti saat melihat seseorang yang sangat di kenalinya tengah berdiri tepat di depannya, menatapnya secara langsung sambil memegang buket bunga yang sama yang selalu di lihat olehnya di resepsionis. Benar sekali... John. Melihatnya di sana, membuat jantung Keeyara berdetak lebih cepat, suara Shabiella melebur menjadi latar belakang saat ia terlalu fokus kepada pria yang kini ada di depannya.
Keeyara, kau baik-baik saja di sana? apakah kau mendengar ku? Mendengar suara Shabiella yang khawatir seketika menyadarkannya kembali ke kenyataan, Keeyara kembali fokus pada panggilan itu sejenak.
"Oh ya... aku baik-baik saja, aku akan segera pergi ke cafe tempatmu bekerja, sampai jumpa." ucap Keeyara sebelum akhirnya mematikan panggilan tersebut, tatapannya kembali tertuju kepada John.
"Aku tahu kau pasti akan datang ke sini, aku ingin berbicara denganmu."
"Apa lagi? tidak ada yang perlu kita bicarakan, kita sudah selesai."
Bibir John melengkung membentuk senyuman masam saat Keeyara memotong ucapannya, cengkeramannya pada buket bunga mengencang sehingga hampir meremukkan tangkainya. "Kau tidak bisa lari dariku semudah itu, Keeyara." katanya, suaranya berusaha untuk tetap tenang walaupun secercah emosi masih menggebu-gebu dalam benaknya.
John melangkah mendekatinya, bunga-bunga itu menyentuh tangan Keeyara saat ia mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke arah wanita itu. "Kau tetap istriku, tidak peduli seberapa keras kau mencoba menolaknya."
Keeyara tertawa tanpa humor, tatapannya terpaku pada pria itu dengan intensitas yang hampir tampak... penuh dengan kebencian. Mata John menyipit saat melihat ekspresinya, buket bunga yang dipegangnya terlempar sembarangan ke tanah saat ia terus melangkah mendekati Keeyara. Genggaman di pergelangan tangan wanita itu erat saat John tiba-tiba menarik Keeyara ke arahnya, tangan John yang lain segera memegang dagunya dengan kasar untuk memaksa pandangan mereka agar bertemu.
"Kau tidak bisa mengatakan bahwa kita sudah selesai dan berharap semuanya akan berakhir." bisiknya, napasnya sedikit tersendat saat tatapannya menjadi gelap. "Kau tahu betul aku tidak akan membiarkanmu pergi semudah itu. Tidak, kecuali aku yang mengatakannya."
"Lepaskan aku..." Keeyara terdiam sejenak, tatapannya beralih ke sudut basement yang di mana terdapat kamera pengawas di sana. "Atau jika kau memang ingin melihat dirimu sendiri di televisi." lanjutnya, suaranya rendah dan mengancam.
Mata John melirik ke arah yang di tuju oleh Keeyara, pemandangan kamera pengawas itu membuat rahangnya terkatup rapat. Ancaman dalam suaranya terdengar jelas, dan dia benci ketika wanita itu meremehkannya.
"Kau tidak akan berani," ejeknya, ibu jarinya mengusap kasar pipi Keeyara. "Kau tahu apa yang terjadi saat aku kehilangan kesabaran, sayang."
Tanpa berbasa-basi, Keeyara menepis pergelangan tangan John dengan cukup kasar, tepisan itu membuat John sedikit tersentak, perih dari kontak yang menyakitkan itu membuatnya refleks melepaskan dagu dan pergelangan tangan Keeyara. Ia menatapnya dengan campuran kemarahan dan keterkejutan atas tindakan pembangkangan yang tak terduga dari wanita itu, lagi dan lagi.
"Kau-"
"Apakah begini caramu membujukku untuk kembali padamu, John?"
John terdiam sejenak mendengar pertanyaan itu, kemarahannya perlahan tergantikan oleh rasa jengkel. Ia mengusap rambutnya, jari-jarinya mencengkeram rambutnya sedikit lebih erat. Melihat pergerakan frustasi pria itu membuat Keeyara merasa geli, dia pun melangkah kembali melewati John yang masih terdiam. Namun, belum sempat Keeyara melangkah jauh, John memanggilnya, membuat wanita itu kembali berbalik dan membuatnya melihat pemandangan yang sama sekali tidak ia duga—John berlutut di depannya.
"Kumohon.... kembalilah padaku, bagaimana caraku agar bisa kembali kepadamu, Keeyara?"
🤦🏻🤦🏻🤦🏻🤦🏻