Kehancuran yang Siska alami setelah kehilangan sang bayi, hasil dari pelecahan yang ia alami. Dan juga sang kekasih yang masuk ke dalam penjara atas pembalasan dendam yang ia lakukan atas pembunuhan anak dari Siska sendiri. Membuat Siska depresi dan memilih jalan pintas untuk bunuh diri, agar semua masalah di hidupnya berakhir dengan cepat. Justru membuat dia hidup dalam lembaran yang baru dan dengan identitas baru setelah kehilangan ingatannya. Dan semua masa masa kelam serta kebahagiaan yang ia alami sebelumnya.
Siska mengalami amnesia dan menikah dengan pria yang sebelumnya melamarnya. Hingga hidup bahagia bersamanya, sebelum takdir kembali mempertemukan dia dengan orang yang ia cintai, yang baru saja bebas dalam penjara. Dan hal itu membuat Siska merasa ada hal yang aneh ketika ia melihatnya, sampai tanpa sadar Siska kembali teringat sesuatu tentang pria bernama Hamdi tersebut, yang membuat degub jantungnya kembali berdetak tak seperti sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sari Nurdiyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Prioritas
POV Jonathan
Nadin mematikan sambungan telponnya dan mungkin mulai kembali menidurkan cia, sedangkan aku kini kebingungan mencari bahan gabut apa. Karena Siska pun sudah sejak tadi tertidur dan dia tak akan bangun karena kepanasan mungkin masih merasakan sakit.
Aku tak tahu kenapa aku merasa sangat senang jika bertukar kabar ataupun pesan dengan Nadin sekarang. Dan perasaan ku padanya sungguh berbeda di bandingkan sebelum aku menikahi Siska serta sebelum mengetahui jika dirinya telah melahirkan seorang anak perempuan yang cantik untukku sekarang.
Dan aku kini sangatlah bahagia dengan apa yang aku miliki sekarang. Mengingat aku sangat ingin keturunan dan aku pun sangat senang sebab Nadin bisa merawat anak kami dengan baik, bahkan tanpa bantuan uangku sebelumya.
Aku merasa sangat prihatin dengan apa yang menimpanya. Dan aku bahkan merasa aku ini adalah pengecut serta laki laki bajingan yang tak bisa bertanggung jawab atas kehamilan seseorang. akan tetapi jika pun dulu aku tahu Nadin tengah mengandung anakku saat itu, aku tentu saja pasti akan bingung karena yang ku cintai adalah Siska dan aku harus bertanggung jawab juga padanya. Sehingga mungkin saja aku akan di hadapkan dengan dua pilihan yang bertentangan dengan keadaan serta pikiranku.
******
Pagi ini aku yang tengah sarapan bersama dengan Siska, tiba tiba saja di kejutkan dengan pesan dari Nadin yang menghubungi ku lewat nomor kantor yang ku pegang saat itu, dia mengabarkan jika dia saat ini mengalami demam dan juga muntah muntah secara mendadak, dan hal itu tentu saja membuat ku panik tak karuan. Hingga ku tinggalkan Siska begitu saja tanpa adanya pemberitahuan yang begitu berarti.
"aku berangkat dulu sis!" ucapku cepat padanya, dan mengambil kunci mobil yang saat itu berada di atas meja makan sebelumnya, tanpa mengambil sarapan yang telah ia siapkan sejak pagi buta.
"loh ini makannya mas, kenapa gak diambil?" tanya wanita itu seraya menarik tanganku
Ku hempaskan tangan wanita itu dengan cepat, dan berlari menuju mobil untuk segera tiba di rumah sakit tempat Cia berada bersama dengan Nadin. Dan Siska masih saja mengekor di belakangku dengan banyak sekali pertanyaan yang cukup membuatku pusing dan tambah pening. Hingga ku bentak dirinya cukup keras, agar dia mengerti kepanikanku saat ini
"mas mau kemana? Kenapa buru buru? Pa ada sesuatu yang terjadi di kantor? Apa ada masalah?" tanyanya dengan lembut.
Aku yang memang tengah panik, tak bisa mengontrol emosiku saat ini. hingga ku tutup pintu mobilku Dnegan kencang sekali. Dan Siska pun diam berdiri dengan bekal kotak nasi yang ia jingjing sejak tadi.
"diam dan tutup mulutmu! Aku tengah panik ini! Kamu diam dulu, nanti aku akan ceritakan apa yang terjadi! Ini sangat penting dan aku tak bisa katakan padamu! Ini masalah kantor dan kamu jangan bawel bertanya seperti tadi. Mengerti?!"
Dia diam. Air matanya mulai jatuh di pipi, namun aku tak bisa menghapus air matanya itu saat ini
Ku lajukan mobilku Dengan kecepatan tinggi, menuju rumah sakit. Dan saat aku telah tiba di parkiran gedung serba putih yang menjadi tempat anakku di rawat kini. Aku tanpa basa basi mencari ruangan dimana Cia di rawat dan saat ku menemukan kamarnya, aku lantas menghampiri Nadin, yang tanpa basa basi memelukku dengan air mata yang jatuh.
Aku tak tahu apa yang terjadi pada Cia, dan aku pun tak mengerti apa yang terjadi sebelumnya. Hingga akhirnya Nadin pun menceritakan kondisi Cia yang saat ini tengah mendapatkan perawatan di dalam sana, sedangkan ku sibuk menghapus air matanya serta mencoba menenangkannya.
" semalam cia tiba tiba saja menjerit. Dia menangis kesakitan dan dia pun demam. Aku semalaman bergadang menunggu panasnya reda. Namun tiba tiba saja tadi dia muntah muntah dan terlihat sangat pucat dengan keringat yang membasahi tubuhnya. sebelum akhirnya ia pun tak sadarkan diri dan itu membuatku sangat panik. ini kali pertama Cia sakit Jo . Aku takut cia kenapa napa" lirih wanita itu dengan pelan, seraya memeluk erat pria di depannya.
Aku percaya jika cia adalah anak yang hebat dan kuat, dan aku percaya bahwa ia akan baik baik saja nantinya sehingga ku kuatkan Nadin untuk tak menangis sekarang, seraya menghapus air matanya yang tak habis jatuh membasahi pipinya saat itu.
"cia itu kuat Nad. Dia sepertimu. Dia pasti akan sembuh, dan penyakitan itu tak berarti apa apa. kamu kuat ya, kamu jangan panik. Aku akan temani kamu disini dan kita akan tunggu Cia sampai pulih" ucap ku padanya, yang hanya mengangguk dan mulai sedikit tenang.
Aku memeluk erat tubuh wanita itu dan mencium keningnya dengan lembut, untuk menguatkan hatinya yang rapuh. Namun entah kenapa ada perasaan yang berbeda saat aku menyentuh tubuhnya serta menatap matanya sekarang. Yang jelas perasaan itu berbeda setelah aku tahu bahwa Nadin sekuat itu untuk bertahan membesarkan putriku. Dan aku pun cukup bangga dengan hal itu.
Aku berpikir mungkin ini salah perasaan kagum dan bangga yang aku punya untuk wanita itu, yang bertahan dengan kehamilannya tanpa seorang pria di sisinya. Dan bahkan ia pun rela mendaptkan hujatan serta di buang oleh keluarganya karena kebodohan yang telah kami lakukan. Dan saat ini aku pun memiliki tugas untuk merawat anak kami juga, karena sudah cukup aku menjadi bajingan yang tak pernah memberikan nafkah apapun pada putrinya.
"tolong jangan pergi ya Jo, temani aku disini. Aku takut cia kenapa napa. Dia semalaman terus saja memanggilmu, dia tak mau pria bernama Hamdi itu sebagai ayahnya. Dia menginginkan kau hanya menginginkan kamu" ucap Nadin yang membuatku semakin memiliki keterikatan dengannya dan juga putriku.
Kini kami berdua hanya menatap dari balik kaca jendela, Cia di tangani dokter yang ada. Dan saat dokter itu keluar dari ruangannya, aku lantas bertanya apa yang sebenarnya terjadi pada dia, sehingga ia bahkan sampai detik ini belum membuka matanya.
"apa yang sebenarnya terjadi dok? apa penyakit putri saya? tolong berikan yang terbaik untuk dia. tolong berikan perawatan untuknya. lakukan apapun yang kalian bisa tanpa memikirkan nominalnya, karena aku bisa membayar berapapun yang kalian minta" ungkapku pada dokter itu, yang hanya mengangguk dan menjawab perkataan ku.
"kami tengah melakukan observasi dan hanya menunggu hasil lab yang telah di lakukan pada pasien. Saya harap bapak dan ibu berdoa atas apa yang terjadi pada putri kalian berdua, semoga pasien bisa cepat sadar dan bisa kembali ceria. Saya permisi dulu ya pak. Mari"