NovelToon NovelToon
Naura, Seharusnya Kamu

Naura, Seharusnya Kamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Menikah Karena Anak
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Fega Meilyana

"Aku ingin menikah denganmu, Naura."
"Gus bercanda?"

***

"Maafin kakak, Naura. Aku mencintai Mas Atheef. Aku sayang sama kamu meskipun kamu adik tiriku. Tapi aku gak bisa kalau aku harus melihat kalian menikah."

***

Ameera menjebak, Naura agar ia tampak buruk di mata Atheef. Rencananya berhasil, dan Atheef menikahi Ameera meskipun Ameera tau bahwa Atheef tidak bisa melupakan Naura.
Ameera terus dilanda perasaan bersalah hingga akhirnya ia kecelakaan dan meminta Atheef untuk menikahi Naura.
Naura terpaksa menerima karna bayi yang baru saja dilahirkan Ameera tidak ingin lepas dari Naura. Bagaimana jadinya kisah mereka? Naura terpaksa menerima karena begitu banyak tekanan dan juga ia menyayangi keponakannya meskipun itu dari kakak tirinya yang pernah menjebaknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fega Meilyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

flashback

Dari rumah sakit, ia langsung menuju Jakarta. Jalanan panjang terasa sempit oleh amarah yang mendidih di dadanya. Tangannya mencengkeram setir begitu kuat hingga buku-bukunya memutih. Setiap lampu merah terasa seperti ejekan—terlalu lambat untuk seseorang yang hatinya sudah terbakar.

Begitu mobilnya berhenti di halaman rumah megah itu, Rendra turun tanpa menunggu siapa pun menyambutnya.

Pintu terbuka.

“Om Hanung!”

Suara Rendra menggema di ruang tamu, memantul pada dinding marmer yang dingin—seperti hati pemilik rumah itu. Ia sudah tidak peduli dengan kesopanan itu meskipun Hanung adalah mertuanya.

Hanung Bimantara keluar dari ruang kerjanya dengan langkah tenang, wajahnya sama sekali tak menunjukkan keterkejutan. “Ada apa, Rendra?” tanyanya datar.

Rendra maju selangkah, matanya merah oleh amarah yang nyaris meledak.

“Om mau jelasin apa maksud Om memfitnah Laras?!”

Hanung mengangkat alis. “Fitnah?”

“Om nyuruh orang buat deketin Laras! Dipotret, dikirim ke aku, seolah-olah istriku main belakang dengan pria lain!” suara Rendra meninggi. “Apa salah Laras sampai Om tega ngancurin hidupnya?!”

Hanung menghela napas pelan, lalu duduk dengan santai. “Aku cuma memastikan masa depan putriku.”

“Dengan cara kotor?!”

Hanung menatap Rendra tajam. “Aku tidak ingin Aurel hidup sebagai istri kedua yang harus bersembunyi. Aku ingin dia sah, utuh, dan satu-satunya istri kamu.”

Kata-kata itu membuat Rendra tertawa pahit. “Jadi demi ambisi Om, Laras harus dikorbankan? Rumah tangga orang lain boleh dihancurkan begitu saja?”

“Kamu yang menghancurkannya lebih dulu,” balas Hanung dingin. “Kamu tidur dengan Aurel. Kamu menghamilinya!"

Rendra menutup mata sejenak, rahangnya mengeras. “Iya. Aku salah. Tapi itu bukan alasan buat Om menginjak-injak Laras!”

Hanung berdiri, mendekat. “Kalau bukan kamu yang meninggalkannya, Laras yang akan pergi. Aku hanya mempercepat.”

“Om tidak punya hak!” Rendra membentak. “Laras itu istriku! Dia suci dari semua tuduhan Om!”

Hanung tersenyum tipis, senyum yang membuat darah Rendra mendidih. “Tenanglah. Lagipula sekarang semua sudah selesai.”

“Apa maksud Om?”

Hanung menatapnya tanpa empati. “Laras sudah tau semuanya.”

Dunia Rendra seperti berhenti berputar. “Dia tau… apa?” suara Rendra bergetar.

“Bahwa kamu menikah dengan Aurel.”

“Dan bahwa Aurel sedang hamil.”

Kata-kata itu jatuh satu per satu, menghantam dada Rendra tanpa ampun.

“Om bilang ke Laras?” Rendra melangkah mundur setapak. “Om yang bilang?”

Hanung menggeleng pelan. "Bukan saya... Tapi mama kamu. Saya hanya mendukungnya."

Brak!

Rendra memukul meja di hadapannya hingga bergetar. “Om puas sekarang?!”

Suara napasnya berat, matanya berkaca-kaca oleh amarah dan penyesalan yang menumpuk. “Om tau apa yang Om lakukan? Om bunuh perasaan seorang perempuan yang paling tulus mencintaiku!”

Hanung tetap berdiri tegak. “Aku menyelamatkan darah dagingku.”

“Dengan cara iblis!” Rendra berteriak. “Aurel bahkan tidak pernah meminta ini!”

Suara langkah kaki terdengar dari tangga. “Papaaa…”

Aurel berdiri di sana, wajahnya pucat pasi. Air mata menggantung di matanya. “Papa bilang apa barusan?” tanyanya lirih. “Papa bilang Laras sudah tau?”

Hanung menoleh tanpa rasa bersalah. “Iya.”

Tubuh Aurel melemah. “Papa… aku gak mau jadi istri satu-satunya dengan cara ini,” suaranya pecah. “Aku gak mau menghancurkan Laras.”

Rendra menatap Aurel, lalu kembali menatap Hanung dengan amarah yang kini bercampur tekad.

“Om boleh punya kekuasaan, harta, dan pengaruh,” katanya pelan namun mengancam, “tapi Om tidak berhak mengatur hidupku dan menghancurkan perempuan yang kucintai.”

Dan saat itu, Rendra tahu—perang sesungguhnya baru saja dimulai.

***

Rendra membawa Aurel pergi dari rumah Hanung malam itu juga. Mobil melaju dalam keheningan yang mencekik. Tak ada percakapan. Tak ada tatapan. Hanya suara mesin dan napas berat dua orang yang sama-sama tau mereka terjebak dalam kesalahan yang tak bisa dihapus.

Tujuan mereka satu: rumah mama Rendra, Sandra.

Begitu pintu rumah itu terbuka, Rendra tak lagi mampu menahan amarah yang sejak tadi ia pendam. “Mama tau apa yang Mama lakukan?!” suara Rendra pecah memenuhi ruang tamu.

Sandra terkejut. “Rendra? Aurel? Ada apa kalian datang malam-malam begini?”

“Apa Mama lupa kesepakatan kita?!” Rendra melangkah maju. “Aku akan bertanggung jawab dengan Aurel tapi dengan satu syarat yaitu Laras tidak boleh tau!”

Wajah Sandra mengeras. Ia menatap Aurel sejenak, lalu kembali ke Rendra. “Mama melakukan ini demi kamu.”

“Demi aku?” Rendra tertawa pahit. “Atau demi harga diri Mama?”

Ibunya menarik napas panjang. “Mama cuma mau kamu fokus dengan anak kamu yang sebentar lagi akan lahir. Sedangkan Laras? Hamil aja belum!"

Aurel menunduk. Tangannya gemetar.

“Tapi itu bukan hak Mama!” Rendra membentak. “Mama menghancurkan perempuan yang paling tulus mencintaiku dan aku sangat mencintainya, Ma!"

“Aku mama kamu!” balas Sandra dengan suara meninggi. “Aku berhak melindungi masa depanmu!”

“Dengan menyakiti Laras? Dengan datang ke rumahnya, menunjukkan foto-foto, menunjukkan akta nikah, dan mengatakan seolah-olah Laras pantas ditinggalkan?”

Ibunya terdiam sesaat, lalu berkata dingin, “Dia harus tau kenyataan.... Cepat atau lambat!"

Aurel tak sanggup lagi diam. "Ma…” suaranya bergetar. “Aku gak pernah minta mama melakukan itu. Aku gak mau Laras terluka.”

Air mata Aurel jatuh. “Aku sudah salah sejak awal. Tapi menyakiti Laras seperti ini… aku gak sanggup.”

Ibunya menatap Aurel tajam. “Kamu hamil, Aurel. Kamu harus diprioritaskan.”

“Anak itu bahkan bukan—”

Aurel terhenti. Bibirnya bergetar, kata-kata itu nyaris keluar namun tertahan.

Rendra menoleh cepat. “Bukan apa, Aurel?”

Aurel menggeleng panik. “Gak… gak apa-apa.”

Rendra kembali menatap ibunya dengan tatapan penuh kemarahan dan kekecewaan. “Mulai hari ini, Mama jangan campuri hidupku lagi.”

Ibunya membelalak. “Kamu berani bicara begitu ke Mama?”

“Berani,” jawab Rendra tegas. “Karena yang Mama hancurkan bukan cuma rumah tanggaku… tapi juga harga diriku sendiri.”

Ia menggenggam tangan Aurel dan berbalik pergi.

Di ambang pintu, Rendra berhenti sejenak tanpa menoleh. “Kalau sesuatu terjadi pada Laras atau anak yang sedang ia kandung—aku bersumpah, Mama akan kehilangan aku selamanya.”

Pintu tertutup.

Dan di balik pintu itu, untuk pertama kalinya, ibunya Rendra menyadari satu hal yang terlambat, ia tidak sedang menyelamatkan anaknya—ia sedang menghancurkannya.

Langkah Aurel terhenti.

Langkahnya yang tadi mengikuti Rendra mendadak terasa berat, seolah lantai di bawah kakinya runtuh perlahan. Kata-kata Rendra terus terngiang di kepalanya, menghantam tanpa ampun.

Hamil.

“Mas…” suara Aurel nyaris tak keluar. “Apa yang barusan kamu bilang?”

Rendra berhenti melangkah. Rahangnya mengeras, matanya redup oleh kelelahan dan penyesalan yang menumpuk. Ia menoleh, menatap Aurel dengan sorot yang tak lagi bisa menyembunyikan apa pun. “Laras sedang hamil,” ucapnya pelan, namun setiap katanya terasa seperti palu. “Anakku.”

Wajah Aurel seketika pucat. Napasnya tercekat, dadanya naik turun tidak beraturan. “Hamil…?” bisiknya, nyaris tak percaya. “Tapi… tapi Papa bilang—”

“Semua yang keluar dari mulut papamu penuh kebohongan,” potong Rendra dingin. “Aku baru tau dari Tari. Sahabat Laras. Dia dokter.”

Tubuh Aurel melemah. Ia bersandar pada dinding, tangannya gemetar hebat. Air mata jatuh tanpa bisa ia tahan.

“Ya Allah…” lirihnya. “Jadi… selama ini Laras pergi bukan cuma karena dikhianati… tapi juga sambil mengandung…”

Kalimat itu tak sanggup ia selesaikan. Rasa bersalah yang selama ini ia tekan kini menjelma menjadi beban yang hampir meremukkan dadanya.

“Aku…” Aurel terisak. “Aku gak tau. Demi Allah aku gak tau dia hamil.”

Rendra menatapnya lama. Tak ada lagi amarah di matanya yang tersisa hanya luka yang dalam. “Kamu mungkin gak tau,” katanya lirih, “tapi perbuatan kita atau lebih tepatnya, perbuatanku sudah menghancurkan hidupnya.”

Aurel menutup wajahnya dengan kedua tangan. Tangisnya pecah, penuh penyesalan. “Aku gak pernah mau ini, Mas,” katanya tersengal. “Aku gak mau anakku lahir dari penderitaan orang lain. Aku gak mau Laras tersakiti sejauh ini.”

Rendra menghela napas panjang, berat. “Sekarang semua sudah terlanjur,” ucapnya. “Dan satu-satunya yang bisa kulakukan… adalah menemukan Laras. Meminta maaf. Bertanggung jawab.”

Aurel mengangkat wajahnya, matanya merah dan basah. “Kalau kamu menemukannya… apa yang akan kamu lakukan, Mas?”

Rendra terdiam lama sebelum menjawab. “Apa pun yang dia pilih,” katanya akhirnya, suara penuh tekad dan hancur bersamaan, “aku akan menerimanya. Bahkan kalau itu berarti… dia memilih hidup tanpa aku.”

"Kamu yakin akan melepaskan dia? Kamu mencintai Laras, Mas?"

"Aku tau! Dan apa kamu yakin, Laras akan dengan mudah memaafkan aku? Aku membohonginya, mengkhianatinya, menikahi kamu dan menghamili kamu!"

Aurel tercekat, ia makin hancur. Rasa bersalahnya pada Laras begitu memuncak. Laras tak pantas disakiti. Dari awal Aurel lah yang tak pernah berani menentang keputusan papanya. Anak yang Aurel kandung bukanlah anak Rendra tapi Rendra mau bertanggung jawab atas kesalahan yang tak pernah ia perbuat bahkan tak pernah ia tau. Dan sekarang disini, Laras lah yang paling menderita karena kesalahan Aurel sendiri

Dan saat itu, Aurel benar-benar menyadari satu hal yang paling menyakitkan, ia bukan hanya kehilangan cinta Rendra—tetapi telah ikut menjadi bagian dari luka seorang perempuan yang bahkan tak pernah memusuhinya.

- Flashback Off -

1
Anak manis
😍
cutegirl
😭😭😭
anakkeren
authornya hebat/CoolGuy/
just a grandma
nangis bgt/Sob/
cutegirl
plislah nangis bgt ini/Sob/
anakkeren
siapa si authornya, brani memporakan hatiku dgj ceritanya😭
just a grandma
nangis banget😭
cutegirl
bagus laras💪
just a grandma
sedihnya sampe sini /Sob/
just a grandma
kasian laras, ginggalin aja si rendra
anakkeren
kasian laras
just a grandma
suka sm ceritanyaaa
anakkeren
kapan kisah nauranya kak?
Fegajon: nanti ya. kita bikin ortunya dulu biar nanti ceritanya enak setelah ada naura
total 1 replies
anakkeren
lanjut
just a grandma
raniA terlalu baik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!