NovelToon NovelToon
JATUH CINTA PADA PENCULIKKU

JATUH CINTA PADA PENCULIKKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Gangster / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:6.5k
Nilai: 5
Nama Author: julius caezar

Lahir dari pasangan milyuner Amerika-Perancis, Jeane Isabelle Richmond memiliki semua yang didambakan wanita di seluruh dunia. Dikaruniai wajah cantik, tubuh yang sempurna serta kekayaan orang tuanya membuat Jeane selalu memperoleh apa yang diinginkannya dalam hidup. Tapi dia justru mendambakan cinta seorang pria yang diluar jangkauannya. Dan diluar nalarnya.
Nun jauh di sana adalah Baltasar, seorang lelaki yang kenyang dengan pergulatan hidup, pelanggar hukum, pemimpin para gangster dan penuh kekerasan namun penuh karisma. Lelaki yang bagaikan seekor singa muda yang perkasa dan menguasai belantara, telah menyandera Jeane demi memperoleh uang tebusan. Lelaki yang mau menukarkan Jeane untuk memperoleh harta.

Catatan. Cerita ini berlatar belakang tahun 1900-an dan hanya fiktif belaka. Kesamaan nama dan tempat hanya merupakan sebuah kebetulan. Demikian juga mohon dimaklumi bila ada kesalahan atau ketidaksesuaian tempat dengan keadaan yang sebenarnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julius caezar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 30

Jeane basah kuyup dan menggigil kedinginan ketika Antono menurunkannya dari atas kuda di depan rumah gubuk itu. Ia bergegas masuk ke dalam tanpa menunggu diperintahkan. Antonio, Baltasar dan penunggang kuda yang ke tiga menyusul masuk, sementara penunggang kuda ke empat yang adalah penjaga di depan gubuk, membawa ke empat ekor kuda itu ke kandang.

    "Sebaiknya kau segera berganti pakaian," Antonio menganjurkan.

    Jeane yang sudah setengah jalan di jalan masuk itu berhenti, lalu memutar tubuhnya dengan gigilan yang makin menjadi jadi. "Mungkin kau sudah lupa bahwa pakaianku amat sangat terbatas. Cuma ada yang kupakai ini dan sepotong kemeja. Aku mencucinya tadi pagi. Aku tidak memiliki pakaian lainnya."

    Sambil memutar tubuhnya kembali, Jeane melanjutkan langkahnya menuju ke kamarnya, kaku, marah dan merasa kasihan pada dirinya sendiri. Didengarnya Antonio mengatakan sesuatu dalam bahasa Spanyol kepada Baltasar, dan menerima jawabannya dari pria itu.

    Ketika Jeane baru saja memasuki kamarnya, terdengar langkah langkah kaki di belakangnya. Suara langkah kaki yang didengar dan dikenalnya setiap malam. Dengan tegang, Jeane berbalik dan menghadapi Baltasar yang ikut masuk ke dalam kamarnya.

    Jaket kulit tebal yang dipakai pria itu dan melindunginya dari hujan sudah dilepaskannya. Kemejanya, dengan kancing terbuka pada lehernya, kering. Celana panjang pria itu, tampak basah dari paha hingga ke sepatu bot nya. Sorot matanya keras dan sedingin malam pada musim salju.

    Sementara itu dari pakaian Jeane yang basah kuyup itu, air menetes netes dan membentuk suatu genangan air kecil di lantai kamar. Air juga menetes turun dari rambutnya yang basah, mengalir ke atas wajah dan lehernya. Bahan blus yang basah itu memperlihatkan setiap lengkung dan lekuk tubuh Jeane bagian atas, kedua buah dada serta puting puting susunya. Pandangan mata pria itu melihat semuanya.

    "Mau apa kau?" Jeane sadar bahwa tantangan yang diucapkan dengan gelisah itu sama sekali tidak berarti.

    Pria itu memberikan jawaban singkat dalam bahasa Spanyol dan dengan tangan memberi isyarat agar Jeane segera melepaskan pakaiannya.

    Dengan perasaan marah yang menggebu gebu Jeane berseru, "Hanya karena aku terpaksa mandi di depanmu, tidaklah berarti bahwa aku akan melepaskan pakaianku setiap kali kau ingin melihatku telanjang."

    Garis garis keras pada mulut pria itu semakin mengeras. Dengan langkah langkah cepat, pria itu sudah berada di depannya sebelum Jeane dapat bereaksi. Tangannya terulur dan jari jari yang kurus itu menarik narik simpul pada bagian depan blus Jeane, tepat di tempat bertemunya sungai sungai kecil yang mengalir menuruni lembah di antara ke dua buah dadanya. Dengan geram, Jeane menepis ke dua tangan pria itu. "Biar aku melakukannya sendiri," geram Jeane dengan gigi yang dirapatkan.

    Baltasar menganggukkan kepalanya lalu berjalan ke arah meja berlaci itu dan mengambil handuk dari gantungan di dekat ember air. Kembali kepada Jeane dengan handuk ditangannya, pria itu menunggu sampai celana Jeane bergabung dengan blus nya di atas lantai.

    Dengan perasaan yang sangat risih di bawah pandangan mata pria itu, Jeane mengulurkan tangan pada handuk yang dipegang oleh pria itu. tetapi pandangan mata pria itu yang tidak acuh ternyata tidak melhat lebih jauh selain dari wajahnya.

    Saat tangan Jeane yang gemetar mulai menggosokkan handuk untuk mengeringkan tubuhnya, pria itu melangkah ke tempat tidur dan mengambil selimutnya. Baru saja handuk itu selesai menyerap semua air di tubuh Jeane, pria itu menyarungkan selimut itu pada badan Jeane, merapatkannya kencang pada buah dadanya. Kelebihan panjang selimut itu dilemparkan pria itu ke atas bahu kiri Jeane, sehingga menjadi semacam sari.

    Kemudian pria itu memandang pada rambut Jeane, membuat Jeane teringat akan rambutnya yang masih basah. Ia mengangkat handuk itu untuk mengeringkan rambutnya, dan selimut itu tidak bergeser sedikitpun dari badannya ketika ia bergerak. Jeane merasa aman dan hangat terbungkus dalam selimut itu.

    Baltasar meninggalkan kamar ketika Jeane mulai menggosokkan handuk itu pada rambutnya. Sesaat kemudian terdengar langkah langkah kaki lagi memasuki ruangan itu. Kali ini bukanlah langkah langkah kaki Baltasar. Antonio yang muncul di lubang pintu kamar itu. Otomatis kemarahan Jeane muncul lagi.

    "Apakah penjaga itu belum kembali dari kandang kuda? Pasti Baltasar kuatir kalau kalau aku menghilang lagi lewat lubang jendela jika ditinggal sendirian walaupun cuma untuk semenit lamanya," katanya ketus.

    "Kau diminta datang ke ruangan utama olehnya," jawab Antonio dengan datar.

    "Supaya di situ ia dapat mengawasi aku, eh?" kata Jeane mengejek.

    "Bukan. Di situ kau dapat menghangatkan badanmu. Ada api di perapian ruang utama itu," kata Antonio menjelaskan dengan sabar.

    "Oh ya? Wah besar sekali perhatiannya untuk kesejahteraanku. Dan ini tentunya suatu perintah, bukan? Aku tidak mempunyai pilihan lain." kata Jeane.

    "Memang demikian," jawab Antonio.

    Jeane mendesis. "Sudah ku kira demikian. Biar aku menyisir rambutku lebih dulu."

    "Jeane?" Setengah pertanyaan dan setengah perintah itu menghentikan langkah Jeane di dekat meja berlaci itu.

    "Ada apa lagi?"

    "Jangan coba coba lagi," ada nada ancaman dalam suara Antonio.

    "Mencoba apa?" Jeane bertanya, pura pura tidak mengerti.

    "Melarikan diri...... jangan pura pura tidak tahu." jawab Antonio.

    "Oh begitu? Lalu mengapa aku tidak akan mencobanya?" tantang Jeane sambil mengangkat sisir ke rambutnya.

    "Karena hari ini kau masih mujur,"

    "Mujur?" tawa dingin terlepas dari mulut Jeane. "Bagaimana kau katakan mujur, eh?"

    "Kau tidak sampai mencapai ngarai itu. Seandainya itu terjadi, sungguh tidak akan menyenangkan akibatnya bagimu," kata Antonio lagi.

    "Mengapa?" Jeane menantang. "Karena aku akan tersesat dalam badai itu? Atau mungkin aku akan dimakan binatang buas? Maafkan aku, kalau menganggap perhatian kalian itu sedikit memuakkan," Jeane berkata dengan pedas.

    Antonio tidak menghiraukan ejekan Jeane. "Tidak seorangpun boleh meninggalkan lembah ini tanpa izin Baltasar, Jeane...... tidak seorangpun," Antonio berkata dengan tegas.

    "Kedengarannya seperti ancaman," Jeane memiringkan kepalanya, tidak mau kalah.

    "Anggap saja demikian. Suatu ancaman, suatu peringatan, terserah kau," Antonio menjawab datar. "Itu suatu peraturan bagi keselamatan kami semua di perkemahan ini. Tempat ini tidak akan merupakan suatu tempat rahasia jika setiap orang boleh pergi dan datang dengan sekehendaknya sendiri. Seseorang di luar sana akan dapat mengetahui tempat ini. Maka, tidak seorangpun boleh meninggalkan tempat ini tanpa izin Baltasar. Dan..... terutama sekali larangan itu berlaku bagimu."

     Tangan Jeane mengcengkeram sisir itu dengan kuat. Ia dapat mengerti logika di balik keterangan Antonio, tetapi sejauh hal itu menyangkut kebebasan dirinya, ia tidak harus mengikuti peraturan itu.

    "Jadi, ia berkuasa dengan tangan besi ya?"

    "Kalau tidak demikian, sudah lama pihak luar mengetahui adanya lembah ini."

    "Sangat disayangkan bahwa hal itu tidak terjadi," ejek Jeane. "Seandainya itu terjadi, kalian semua tidak akan berada di sini, demikian juga dengan diriku."

    "Keadaan memang tidaklah sama bagimu," kata Antonio. "Tetapi cobalah mengerti bahwa keadaan memang berlainan sekali bagi kami. Kami menghargai kebebasan kami seperti kau juga menghargai kebebasanmu. Di sini kami aman dan bebas. Baltasar melakukan segala sesuatu untuk mempertahankan keadaan ini."

    "Oh begitu? Tentu saja.... tentu saja." Jeane terus mengejek.

    Antonio menarik napas dalam dalam. "Kau tidak mau mengerti."

    "Aku mengerti kok. Aku seorang tawanan di sini, sebentar pun aku tidak diperkenankan menikmati kesendirian dan.... dan bahwa kalian semua adalah perampok dan pembunuh dan bahwa kalian tidak patut mempunyai kebebasan."

    Wajah Antonio menampakkan kegeraman. "Sudahlah, mari kita duduk di dekat perapian."

    Beberapa saat lamanya, Jeane tidak beranjak dari tempatnya. Kemudian dengan suatu sentakan kepala yang menunjukkan keangkuhan dan tetap akan membangkang, ia berjalan melewati Antonio menuju ke ruangan utama.

1
Atikah'na Anggit
kok keane...
julius: Barusan sudah diperbaiki kak. thx
julius: waduh... salah ketik. Mohon maaf ya kak? Terima kasih koreksinya, nanti segera diperbaiki 👌
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!