NovelToon NovelToon
Sumpah Raja Duri

Sumpah Raja Duri

Status: tamat
Genre:Fantasi Isekai / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Peramal / Cinta Istana/Kuno / Tamat
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: tanty rahayu bahari

Elara, seorang ahli herbal desa dengan sihir kehidupan yang sederhana, tidak pernah menyangka takdirnya akan berakhir di Shadowfall—kerajaan kelabu yang dipimpin oleh raja monster. Sebagai "upeti" terakhir, Elara memiliki satu tugas mustahil: menyembuhkan Raja Kaelen dalam waktu satu bulan, atau mati di tangan sang raja sendiri.
​Kaelen bukan sekadar raja yang dingin; ia adalah tawanan dari kutukan yang perlahan mengubah tubuhnya menjadi batu obsidian dan duri mematikan. Ia telah menutup hatinya, yakin bahwa sentuhannya hanya membawa kematian. Namun, kehadiran Elara yang keras kepala dan penuh cahaya mulai meretakkan dinding pertahanan Kaelen, mengungkap sisi heroik di balik wujud monsternya.


Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanty rahayu bahari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27: Wujud Asli Vane

​Perjalanan ke Kuil Mortis adalah perlombaan melawan waktu dan ketakutan. Elara dan Vorian memacu kuda mereka selama sehari semalam, hanya beristirahat sebentar, didorong oleh kepastian bahwa setiap detik yang hilang adalah waktu yang dimenangkan oleh Duke Vane untuk menguasai takhta.

​Pagi menjelang, mereka tiba di rawa tempat Kaelen menemukan kuil itu.

​"Hati-hati, Nona Elara," bisik Vorian, menghentikan kudanya di balik deretan pohon willow yang layu. "Aku merasakan sihir gelap yang kuat. Jauh lebih kuat daripada saat Yang Mulia di sini."

​Kuil itu tidak lagi menjadi reruntuhan. Batu-batu tulang yang patah kini telah disambung kembali oleh energi hitam, dan asap tebal berwarna ungu mengepul dari altar di tengah kuil, menjulang tinggi ke langit.

​"Dia tahu kita datang," desis Elara, mencengkeram erat tongkat peraknya.

​Mereka meninggalkan kuda dan menyusup ke kuil dari belakang. Mereka menemukan pintu masuk rahasia yang terbuat dari tulang rawan yang masih berdenyut.

​Di dalam, suasananya sangat berbeda. Altar yang dulunya hanya berlumuran darah kini diselimuti api ungu dingin. Di depan altar, berdiri Duke Vane.

​Dia tidak lagi mengenakan jubah beludru mewah. Vane mengenakan zirah perang hitam yang licin, dengan kristal obsidian yang tertanam di bahu dan dadanya. Wajahnya tidak lagi tampan; kulitnya pucat kehijauan, dan matanya tidak lagi hijau licik, tetapi hitam pekat seperti malam tanpa bintang, memancarkan cahaya ungu.

​Di belakang Vane, berbaring di atas altar batu yang kotor, ada sosok yang mengerikan.

​Bukan Void Lord—melainkan mayat yang dimutilasi. Mayat seorang pria, dulunya seorang pendeta atau penyihir hitam, yang disulam dengan duri-duri obsidian, mengalirkan cairan hitam dari tubuhnya ke altar.

​Di sekeliling altar, berdiri Baron Thorne dan dua puluh prajurit elit Vane, siap siaga.

​Vane tidak terkejut melihat mereka. Dia tersenyum—senyum tanpa kehangatan dan penuh kejahatan.

​"Selamat datang kembali, Gadis Herbal," suara Vane lebih dalam, seperti gema yang berasal dari jurang. "Aku tahu keponakanku yang sentimental itu tidak akan bisa menahan dirinya untuk tidak mengirim orang untuk menyelamatkan sumber nyawanya."

​"Vane," geram Vorian, menarik pedangnya dan maju. "Kami datang untuk mengakhiri kekacauanmu."

​"Kekacauan?" Vane tertawa, dan tawa itu bergema seperti pecahan bel. "Aku sedang menciptakan tatanan baru. Dan kau datang dengan sia-sia, Lord Vorian. Kami sudah menunggu."

​"Bagaimana kau tahu?" tanya Elara.

​"Aku tahu segalanya," Vane tersenyum. Dia menunjuk ke belakang mereka, ke pintu masuk yang telah mereka gunakan. Pintu itu kini tertutup rapat, tersegel oleh akar berduri hitam yang tumbuh dengan kecepatan tak wajar. "Aku merasakan setiap pergerakan sihir, setiap denyut kehidupan murni di kerajaanku. Dan sihirmu, Elara, bersinar seperti mercusuar di lautan gelap."

​"Kau hanya pengkhianat yang haus tahta!" seru Vorian.

​Vane memejamkan mata. Dinding tulang kuil itu mulai bergetar.

​"Aku bukan lagi Duke Vane, pengkhianat kecil yang haus tahta," kata Vane, membuka mata hitamnya.

​Aura gelap meledak dari tubuhnya. Di belakangnya, mayat di altar itu melayang, memancarkan energi hitam pekat yang masuk ke dada Vane.

​Wajah Vane berkerut kesakitan, tapi dia menahan energi itu, menyerapnya.

​"Aku adalah Jangkar Sang Void. Aku adalah perantara antara dunia ini dan kekuatan purba yang akan menguasai Shadowfall selamanya!" Vane berteriak.

​Tiba-tiba, Baron Thorne dan para prajurit Vane menyerang.

​Vorian berhadapan dengan Baron Thorne. Pertarungan pedang itu sengit, logam beradu dengan dentingan nyaring. Vorian adalah petarung yang hebat, tetapi Baron Thorne dibantu oleh sihir gelap dari Vane, membuat gerakannya lebih cepat dan lebih kuat.

​Elara tidak memedulikan mereka. Dia berlari langsung ke arah altar, ke arah mayat yang berdenyut di sana.

​"Artefak itu! Itu sumber kekuatannya!" pikir Elara.

​"Jangan sentuh milikku!" Vane mengulurkan tangannya ke arah Elara.

​Dari tangannya, bukan bola api, melainkan kabut hitam pekat yang mengalir keluar. Kabut itu berbau busuk, seperti racun dan karat, dan langsung menyerang paru-paru Elara.

​Elara terbatuk, tersandung. Dia mencoba melawan kabut itu dengan sihir hidupnya, tetapi kabut itu terlalu banyak, terlalu gelap.

​Vorian melihat Elara dalam bahaya. Dia mengabaikan Baron Thorne dan berlari ke arah Elara, menarik gadis itu menjauh dari kabut beracun.

​"Lari, Nona Elara! Aku akan menahan mereka!" perintah Vorian.

​Baron Thorne mengambil kesempatan itu. Pedangnya menembus sisi Vorian, melukai Tangan Kanan Raja itu dengan dalam. Vorian ambruk dengan erangan kesakitan.

​"VORIAN!" teriak Elara.

​Vorian memegangi lukanya, darah merembes dari jubahnya. Dia tidak bisa bergerak.

​"Sekarang giliranmu, Gadis Herbal," kata Vane, berjalan mendekat.

​Elara berdiri tegak. Dia menggenggam tongkat peraknya. Dia tahu dia tidak bisa mengalahkan Vane dalam duel sihir, tetapi dia harus mengulur waktu.

​"Kau tidak akan menyentuh Raja Kaelen," kata Elara, menyalurkan sihirnya ke tongkat.

​"Oh, aku tidak akan menyentuhnya," Vane tersenyum kejam. "Aku akan membiarkan racun yang kuberikan padanya menyelesaikan tugasnya. Tapi aku butuh sesuatu darimu sebelum itu terjadi."

​Vane menunjuk kantong kecil di pinggang Elara yang berisi sisa Sari Kehidupan.

​"Kau membawa penawar kelemahan purbaku," desis Vane. "Sihir kehidupan murni dalam botol. Jika aku mengonsumsinya, kekuatanku akan tak terbatas. Aku akan menjadi Dewa. Berikan padaku."

​"Tidak akan pernah," kata Elara.

​Vane tertawa. Dia tidak perlu bertele-tele. Dia mengangkat tangan kirinya ke arah Elara.

​Elara merasakan cengkeraman sihir gelap yang kuat di sekitar tenggorokannya. Dia terangkat ke udara, tercekat.

​"Aku bukan keponakanku, Gadis Kecil," kata Vane. "Aku tidak peduli pada hatimu atau pengorbananmu. Aku hanya butuh kekuatan."

​Saat Elara tercekik, tangan Vane yang lain bergerak cepat. Dia merobek kantong Elara dan mengambil botol Sari Kehidupan yang tersisa.

​Vane memegang botol kecil berisi cairan emas itu, matanya berkilat gembira. "Akhirnya! Dengan ini, bahkan Kaelen dalam kondisi penuh pun tidak akan bisa menghentikanku!"

​Tiba-tiba, suara derap kuda kencang dan gemuruh pertempuran terdengar dari luar kuil.

​"Baron Thorne! Apa yang terjadi?" teriak Vane.

​Seorang prajurit berlari masuk, wajahnya panik. "Yang Mulia Vane! Pasukan Kaelen menyerang! Mereka mengepung kita!"

​Vane menoleh cepat ke arah pintu. "Mustahil! Pasukannya di Shadowfall!"

​"Mereka datang dari arah Utara! Mereka membawa panji Raja!"

​Elara menggunakan momen gangguan Vane untuk menyalurkan sihir kehidupannya yang terbatas. Dia menarik napas dalam-dalam, mengirimkan gelombang sihir ke tangan Vane yang memegang botol.

​Vane menjerit kesakitan saat sihir murni membakar kulitnya. Dia melepaskan cengkeramannya pada Elara.

​Elara jatuh ke lantai, terbatuk-batuk, tapi dia segera bangkit.

​"Vorian!" teriak Elara. "Kabur sekarang!"

​"Aku tidak akan meninggalkanmu!" seru Vorian, mencoba bangkit meskipun lukanya berdarah.

​Vane menatap botol Sari Kehidupan yang terjatuh ke lantai dan kemudian menatap ancaman yang mendekat di luar.

​"Ini belum berakhir!" teriak Vane. Dia menembakkan bola api gelap ke altar, menghancurkan mayat yang berfungsi sebagai artefak. Energi gelap menyebar ke seluruh kuil.

​Vane berbalik dan melarikan diri melalui lubang tersembunyi di belakang altar, diikuti oleh Baron Thorne dan sisa pasukannya.

​Di luar kuil, Elara mendengar suara pertempuran yang jelas dan suara Kaelen yang meraung.

​Dia tahu itu. Mereka datang. Kaelen memacu kudanya untuk menyelamatkannya.

​Elara merangkak ke arah Vorian yang terluka parah. "Kita harus keluar! Kaelen ada di sini!"

​"Dia tidak menunggu!" Vorian tersenyum lemah. "Dia datang untukmu, Nona Elara. Selalu untukmu."

...****************...

BERSAMBUNG.....

Terima kasih telah membaca💞

Jangan lupa bantu like komen dan share❣️

1
Alona Luna
wahhh akhirnya happy ending ☺️
Alona Luna: wahhhh ok. baik
total 2 replies
Alona Luna
semangat next kak☺️
Alona Luna: sama-sama kak.☺️
total 2 replies
Alona Luna
next kak.. makin seru ceritanya
Ara putri
semangat kak, jgn lupa mampir juga keceritaku PENJELAJAH WAKTU HIDUP DIZAMAN AJAIB
tanty rahayu: semangat juga ya ka.... wah kayanya seru tuh 😍nanti aku mampir baca ya
total 1 replies
Alona Luna
ceritanya bagus kak. next
Alona Luna: aku tunggu kak☺️
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!