Tentang seorang menantu yang tidak di perlakukan baik oleh keluarga suaminya.
Setiap hari nya harus menahan diri dan memendam sakit hati.
Lalu di tengah kesuksesan yang baru di reguknya, rumah tangganya di terpa badai pengkhianatan.
Akankah dirinya mampu bertahan dengan rumah tangganya?
Cerita ini belatar kehidupan di daerah Sumatera, khusunya suku Melayu. Untuk bahasa, Lebih ke Indonesia supaya pembaca lebih memahami.
Jika tidak suka silakan di skip, dan mohon tidak memberi penilaian buruk.🙏
Silakan memberi kritik dan saran yang membangun🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juniar Yasir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kembali ke kota
Sari, Sarimah , Yati dan anaknya, mereka sedang bersilaturahmi di rumah tetangga sekitar rumah Sarimah. saat ini berada di rumah Rahmah.
“Banyak kakak buat kue tahun ni rupanya. Aku malah kue tunjuk semua kak’’ ujar Sari.
“Cuma dua macam nya kakak buat, lainnya kakak minta tolong Rahmi. Akak mana terdaya nya buat banyak macam tu.’’ jawab Rahmah.
“Oohhh,, pandai buat kue kering juga rupanya kau mi. Kalau macam tu, bolehlah lepas raya ni bantu-bantu akak buat kue untuk warung akak. Lagipun mau tinggal di kampung juga kau sendiri di rumah Ibu, mending ikut akak sajalah.’’ Sari memberi saran ke Rahmi.
Karena Sarimah akan tetap tinggal di rumahnya, meskipun dirinya dan Ramdan akan berpisah. Sari agak khawatir juga bila Rahmi sendirian dirumah mertuanya. Mana mau Rahmi tinggal dengan Rahmah. Karena sungkan dengan Abang iparnya.
“Mana Rahmi mah? kata nya tadi pagi hendak ke rumah mu.’’ tanya Sarimah melihat Rahmi tidak kelihatan.
“Baru saja di ajak Beni keliling kampung. Katanya Beni baru dua kali kesini. Iyakah?’’ tanya Rahmah balik.
“Iya. Beni baru dua kali ke sini. Tapi ku rasa itu tidak bisa di jadikan alasan. Kan kampung ni tidak luas dan setiap perbatasan dengan kampung sebelas sudah ada nama nya’’ ujar Sari. Sari tahu jika ini alasan saudara nya saja.
“Mungkin saja betul Sar, kan beni tidak ada yang kenal juga. Mana lah tau tiba-tiba honda nya rusak.’’ balas Rahmah masih juga tidak mengerti.
“Kakak ni, tumben pula berfikiran waras. Biasanya luar biasa sekali.’’ timpal Yati.
“Aku luar biasa karena melawan kau Yat. Cuba kau ingat, kelakuanmu dulu lebih luar kepala kurang ajar sekali muncung mu tu. Alhamdulillah nya masih di kesempatan bertobat. Cubalah saat kau melalak, tiba-tiba saja Malaikat Izrail mendatangimu, Apa tak makin menyala neraka karena kedatanganmu.’’ ucap Rahmah panjang lebar.
“Astaghfirullah kak Rahmah ni. Tabik Datuk, di jauhi segala bahaya_’’ Yati ngeri mendengar ucapan Rahmah
“Ih mulut kakak ni, sedap betul menyumpahi ku. walaupun dulu nya aku ada kurang-kurang nya sedikit, tapi tak patutnya lah kakak sumpah kan aku. Macam mana pun, bercerai saja belumnya aku ni. Setidaknya biarlah aku menikah, punya anak sampai tua dahulu. Ihhhhh ngeri Kalilah kakak ni.’’ ucap Yati agak takut juga mendengar ucapan Rahmah.
Sari dan Sarimah melongo mendengar ucapan Yati yang di luar prediksi ini. Bisa-bisanya Yati memikirkan statusnya dan malah berharap menjadi janda dan segera menikah kembali. Mereka hanya geleng-geleng kepala saja.
“Bhaaaahahaa... Aku bergurau Yat. Tak mungkin nya kau masukkan ke hati.’’ Rahmah malah terbahak melihat Yati yang kesal.
.
.
Setelah silaturahmi alakadarnya itu, mereka kembali. Di jalan mereka bertemu beberapa tetangga.
“Eh, ada disini kau Sar. Kapan balik nya?’’ tanya Romlah.
“Semalam kak jam 4 setengah samapi rumah.’’ jawab Sari tersenyum.
“Mana Ramdan?’’ tanya Romlah kepo. sedang yang lainnya celingak-celinguk mencari keberadaan Ramdan.
“Bang Ramdan di kota, rumah tidak ada yang menjaganya.’’ Sari memberi alasan, agar mereka tidak bertanya lagi. Ternyata Dia salah.
“Wah berdusta ya kau. Semalam ku tengok Ramdan ada lewat kampung sini mengendarai mobil, di dalam nya ada wanita. Kurasa tak elok nya, cuma ketebalan bedak, makanya kelihatan sedikit cantik.’’ ujar teman Romlah.
“Mungkin kakak salah lihat’’ timpal Rahmi.
“Mana lah mungkin aku salah orang, kau pikir buta mata ku ni. Lagipula jangan ikut campur orang tua berbual, urus saja jantan yang berbonceng dengan kau tu. Budak kecil sudah pandai bermain gatal.’’ ujarnya kesal.
“Dari pada kau semua sibuk mengurusi keluarga kami, lebih kau balik rumah masing-masing urus anak laki kau makan. Jangan tahunya mengurus urusan orang lain, tu utang mu di uruskan. Tiap hari waktu tu ku tengoknya orang koperasi datang ke rumah kalian, sampai licin anak tangga ku tengok.’’ sembur Yati yang membuat mereka bungkam dan segera berlalu pergi.
“Wah hebat betul calon janda ni. Begini baru mantap nya, membela keluarga bukan malah saling mencaci macam waktu tu.’’ Rahmah malah bertepuk tangan.
“Ya iya, dulu aku salah, Khilaf. Kepada kalian semua, aku meminta maaf lahir batin dengan tulus hati sepenuh jiwa raga.’’ ujar Yati seperti main-main tapi ucapannya tulus.
“Nggak lebay juga kale’’ timpal Beni.
Beni ini memang sering berbahasa Indonesia. Karena ikatan darah dari Ibunya Sari. Ayah Beni adalah adiknya Ibu Sari. Mereka yang berasal dari Sulawesi kurang mengerti bahasa Melayu. Kecuali Sari dan Widya, karena mereka sekolah di kota ini. Beni hanya berkuliah saja, masa kecilnya mereka tinggal di Pekanbaru.
.
.
Sari sedang memasukkan pakaian nya dan anaknya kedalam tas. Beso pagi sekali mereka akan kembali ke kota. Setelah selesai mengemasi semua barang, Sari menuju kamar mertuanya untuk membantu Sarimah. Orang tua ini sibuk memasukkan semua barang nya. Tidak mungkin pula akan di tinggal, karena rumah ini sudah akan di jual Ramdan. Beni sudah pulang ke kota tadi, malam nanti iya akan kembali dengan membawa pick up.
Rencananya untuk sementara Sarimah akan menyewakan kost kecil untuk menyimpan barang-barang rumah nya. Karena mau di taruh di rumah Sari juga tidak akan muat.
Sarimah mengelap foto keluarga mereka dan memasukkan ke dalam kardus. Saat mengelap foto almarhum suaminya, Dia tidak lagi mampu menahan tangisan nya.
“Pak, maaf kan aku. Tidak bisa menjaga rumah peninggalan mu dan kebun kita. Anak kita sudah jauh menjadi lelaki durjana tidak tahu di untung. Aku tidak bisa mendidiknya menjadi lelaki yang berguna. Bukan hanya rumah ini, Dia juga mengkhianati istri dan anaknya’' raung Sarimah sambil memeluk figura itu seolah mencurahkan isi hati pada sang suami.
Sari yang melihatnya ikut menangis. Iba melihat kesedihan orang tua ini. Tentunya Sarimah lebih bersedih darinya. Sarimah Ibunya, tentu merasa bersalah atas kelakuan anaknya dan merasa bertanggung jawab atas perlakuan Ramdan. Sari beranjak mendekati Sarimah, memeluk nya dari samping memberi kekuatan.
“Bu, tidak baik meratapi suatu yang luar kendali kita. Ini sudah jalannya macam ni, Sari tidak bisa menyuruh Ibu sabar, tapi Sari brdo'a supaya kita di beri kuat dan kelapangan dada dalam menghadapi cobaan ini.’’ ucap Sari mengelus punggung mertuanya.
Sarimah masih diam dalam Isak nya. Yati yang melihat pemandangan itu dari laut kamar, hanya mengusap air matanya. Beruntung mereka bermenantukan Sari. Jika saja orang lain, mungkin saja mereka sudah di tendang, karena yang berbuat ulah adalah keluarga mereka sendiri.
Sari sangat baik hatinya, sehingga masih mau menampung mereka yang sebentar lagi menjadi mantan menantu dan ipar.
.
.
Menunggu Beni datang, mereka semua duduk di gazebo. Rahmah membawa makanan dan cemilan dari rumah nya, jadi Sari tidak perlu memasak malam ini.
“Aki rasanya mau ikut pindah saja macam kalian. Aku disini tidak ada yang dekat, adikku saja tak hendaknya Dia tinggal bersamaku.’’ Rahmah memelas.
“Ya sudah ayo kakak pindah juga. Tinggalkan lah laki kakak tu, biar di embat Srigala betina.’’ ucap Yati enteng.
Bughhhh!!!
“Awhhhh. Kak! Sakit lah. Main pukul saja calon janda ni. Nanti bila sakit badan lebam, tak adanya yang hendakkan diri ini.’’ ujar Yati mengusap lengan nya yang di tonjok Rahmah.
“Alah, kau saja yang lemah. Pelan ya ku tumbuk tu, sudah kau sakit.’’ bala Rahmah cuek.
“Sudahlah, kau berdua ni kalau berjumpa, ada saja perang nya. Baiknya di kirim saja kau ke Palestina sana, ada gunanya juga. Saban hari kalau berjumpa memekakkan telingaku saja.’’ ujar Sarimah mencubit keduanya gemas.
Tapi dirinya senang, di tengah cobaan keluarga mereka, Yati anaknya yang dulu begitu kurang ajar, kini telah berubah. Dirinya juga berdamai dengan Sari, begitu juga Yati. Sekarang malah mereka akan tinggal bersama dengan anak-anak juga. Setidaknya ada hal yang patut di syukur, pikir Sarimah.
.
Tak berapa lama, Beni telah tiba dengan pickup nya.
“Sudah siap semua, apa yang ada yang ketinggalan?’’ tanya nya sambil membawa beberapa kardus.
“Sepertinya ini sudah semua Ben’’ Jawab Sari. Mereka semua membawa bagian masing-masing ke pick up. Tak ketinggalan sofa dan barang berat lainnya.
Setelah semua selesai di masukkan, Sari mendekati Rahmah.
“Kak, kami pamit dulu. Kakak baik-baik di kampung dengan Abang dan anak. Kalau ada pembeli atau Bang Ramdan ke sini beritahu Kami ya kak?!. Kakak juga seringlah berjalan ke kota. Menginap juga kalau perlu.’’ Sari bersalaman dan berpelukan.
Suasana menjadi haru, padahal mereka masih bisa bertemu. Rahmah juga sekarang sudah sering ke kota, demi menjenguk anaknya yang mondok di pesantren berjarak sekitar 20 menit dari kediaman Sari.
“Iya, kau pun juga. Jaga anak-anak, terutama mertua mu. Ku tengoknya hancur betul hati orang tua tu di buat anak nya yang berkelakuan beruk tu. Semoga lepas janda nanti segera dapat pengganti kaya raya. Usah pandang bulu, jika perlu orang tua renta juga tak apa, asal kaya. Lepas nya mati, dapat kau warisan.’’ ucap Rahmah yang awalnya serius menjadi di luar nalar.
“Kak Rahmah!?. Bisa nya akak meracuni otak kak Sari. Walaupun kami calon janda kami juga pilih-pilih dalam mencari pengganti. Mana hendak kami dengan orang kere. Tentunya lebih kaya dan tampan macam aretis Korea tu yang kami cari.’’ ucap Yati. Yang mereka kira akan membela ternyata makin jadi melebihi ucapan Rahmah.
Mereka tertawa bersama, tapi air mata mereka mengalir. Tentu saja masih sedih karena cobaan ini, tapi mereka mencoba kuat.
“Ya sudah berangkatlah kalian, kejap lagi jam 9 malam. Jam berapa pula nanti sampai kotanya.’’ ucap Rahmah.
“ Iya kak. Kami pamit dulu, Assalamu'alaikum’’
Sari menaiki motornya yang di bawa Rahmi. Rahmah akan di pickup bersama anak-anak.
“Hati-hati’’ ucap Rahmah sembari mengelap air matanya.
Setelah tidak lagi terlihat bayangan mobil dan motor Sari, Rahmah berjalan menuju pulang. Mulai terasa sepi kembali dirinya. Rahmah di kampung sini memang tidak ada yang akrab, karena orang tuanya juga pindahan dari kampung seberang. Dulu memang Dia kerap kali berselisih dengan Yati dan Sarimah, tapi karena ada Sari, mereka tetap baik meski kerap kali adu mulut.
.
.
.
.
“Perebutan hak anak?!’’
“Apa?!’’