Sehat itu mahal harganya! Dan itu memang benar, keluarga Giovani Mahardika rela membayar seorang gadis untuk menikah dengan putra bungsu mereka demi menyembuhkan gangguan mentalnya.
Dialah Alleta Rindiani, setelah melewati beberapa pertimbangan dan penilaian akhirnya gadis inilah yang dipilih oleh keluarga Gio.
Di tengah usaha keras Alleta, secercah harapan akhirnya muncul, namun Gio nyatanya jatuh cinta pada Alleta.
Akankah Alleta membalas cinta Gio di akhir masa perjanjian? Terlebih sesuatu telah tumbuh di dalam sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bungee~ Bab 30
Leta mengerjap tersadar, entah berapa lama ia tertidur dengan posisi duduk begini, pokoknya saat ia sadar...tatapannya tertumbuk pada Gio yang sudah selimutan di ranjang. Bibirnya kembali menyungging julid.
Ngga niat mindahin gitu?!
Suami ngga peka!
Minta di do'ain jelek!
Ta sumpahin mimpi buruk!
Pandangnya sebal, namun Leta melihat ada yang berubah dari terakhir ia tertidur, "loh...pr ku mana?" tanya nya mulai mencari lembar kerjanya, pulpen, penggaris?
Cukup dibuat panik, lantas kemudian pandangannya tertumbuk pada tumpukan buku di ujung meja belajar, dimana buku bersampul coklat tertutup sedikit menggembung, tanda jika di dalamnya ada sesuatu.
"Oalah, ta pikir hilang..." ketika Leta membuka sampulnya, barang-barang yang ia cari rupanya sudah ada disana terlipat rapi. Leta membukanya, dan ia cukup dibuat terdiam ketika lembar kerja siswa itu tak lagi kosong. Tidak mungkin padhe, tidak mungkin budhe, apalagi setan. Soal disini saja bikin pusing yang idup setan mana mau mikirin begituan.
Dan Leta memeriksa jawaban yang tertera disana juga gaya tulisannya, menyamakan dengan tulisan di catatan Gio.
"Kamu tuh bikin aku makin ndak enak, Yo.." gumamnya memandang buntelan di atas kasur sana, dimana ia sudah mendengkur halus.
.
.
Suara sendok beradu dengan piring menjadi musik mengiringi sarapan pagi ini.
"Jangan berantem terus. Piring ibu tinggal sedikit..."ucap bu Gendis pada kedua anak-mantunya.
"Ibu sama bapak agak lama disana, semingguan...ndak enak sama besan kalo ngga ikut bantu-bantu."
Leta mengangguk lagi, "hati-hati budhe--padhe. Besok berangkat dari stasiun jam berapa?"
"Jadwal kereta jam 8." jawab bapak.
"Tinggal scan barcode, pak. Ndak perlu bayar lagi...mas Tama sudah pesankan tiketnya via online." Gio mengingatkan.
"Ck. Susah...kalo bapak lupa gimana, Yo? Barkot barkot...teknologi sekarang bikin wong tuo macam bapak celingukan ngga ngerti." omel bapak yang harus beradaptasi dengan jaman.
"Iya pak. Mau jajan pun sekarang uang ndak laku." Disetujui ibu, keluh kesah kedua orangtua itu membuat Leta terkekeh diantara kunyahannya, namun kemudian ia kembali menatap Gio yang tak sepatah katapun mengucapkan pasal tugasnya semalam. Biasanya makhluk satu itu kan gila hormat dan ucapan makasih. Ia juga sedikit gengsi untuk mengatakannya duluan tadi pagi.
.
.
Layaknya istri soleha lain, Leta meraih punggung tangan Gio seperti biasa lalu menempelkannya di pipi, meski berujung ia yang menengadahkan telapak tangan dan meminta jajan.
"Kalo uang jajan inget terus." cibir Gio kini sedikit berdiri dari motornya dan merogoh saku celana belakang.
"Ingetlah! Cewek tuh kalo masalah duit seperak aja inget!" jawabnya sembari melihat intens ke arah rogohan Gio.
"Hari ini aku ijin balik telat, mas. Mau cari dulu bahan buat tugas praktek."
"Bareng dua semprul yang berisik iku?" tanya Gio menduga di angguki Leta, "katanya sih bareng temen satu lagi, biar aku ada boncengan...sekalian nyari sama-sama."
"Siapa?" Gio mulai mencecar, tapi sepertinya Leta tak sadar perubahan itu.
"Emh, Arkan."
"Ndak boleh!"Di luar dugaan Leta, Gio justru begitu frontal melarangnya, hingga membuatnya kini menunjukan wajah manyun dan keruh, "kok gitu?!"
"Bantuin ibu nyiapin barang bawaannya ke Jakarta, yang sudah pasti banyak...bulek Wulan aja ikut bantu bikin penganan, kok ya kamu ngga ada akhlak mau jalan-jalan!" omel Gio mendesis.
"Jalan-jalan gimana?! Aku udah bilang mau cari bahan buat tugas praktek mas, koe pikir yang mau lulus cuma koe saja?!" kini ia meninggikan nada bicaranya.
"Cari bahan prakteknya tunggu aku pulang aja. Sekalian ada yang mau kucari juga..."
Mata Leta menyipit sebal, "kalo sama kamu, aku ngga ada yang bisa diajak tukar pikiran...kamu ndak akan ngerti apa yang dibutuhin!" manyunnya lagi mencoba menyadarkan Gio bahwa ia sudah keterlaluan.
"Justru karena aku lebih tau, makanya kamu mesti jalan sama aku....aku lebih berpengalaman sama tugas-tugas sma begitu."
Leta dibuat tak bisa mendebat lagi Gio pagi itu, dan demi kewarasannya jiwa-jiwa penduduk vrindavan kala itu, Leta tak lagi mau beradu argumen sebelum mereka akan lebih menyita atensi teman-temannya yang hendak masuk juga ke sekolah.
"Yo wes! Jangan balik telat, nanti tokonya keburu tutup!"
Gio menyunggingkan senyuman, "aku balik sore jam 5an. Kamu di rumah mandi dulu...jangan malu-maluin! Aku berangkat."
Anggukan Leta mengantarkan Gio yang melajukan motornya menjauh dari sekolah.
***
"Sorry gaes...aku ndak ikut nyari bareng. Aku nyari bahan praktek bareng mas Gio..."
"Loh kenapa? Padahal ta ajak Arkan loh, Ta...enak kan bisa sambil dijajanin!"
Senyuman getir itu jelas menunjukan rasa tak enak hati Leta, namun bukan ia tak mau membangkang.. Hanya saja ia terlalu lelah jika harus berdebat setiap hari dengan Gio, apalagi sekarang....kalaupun ia yang sedang membela kebebasannya, sudah pasti ibu akan menyalahkannya.
Suami itu di atas segalanya!
Ada aturan main emak-emak berdaster yang mutlak ia patuhi sekarang, berbeda dengan para jomblowati di depannya yang bebas mau kemanapun dengan siapapun tanpa harus ijin siapapun selain dari orangtua.
"Ah, ribet amat bojomu frenn. Atau jangan-jangan nih Ta...ijinmu yang salah karo mas bojo?!" tanya Aul, "kamu ijin pake ngambek terus minta uang lebih kaleee!" tuduhnya digelengi cepat oleh Leta.
"Emang kalo ijin mesti gimana pauk!" tawa Rahma.
"Kulon nuwun, mas....sampun, kulo nyungken---" ucap Aul langsung meledakan tawa Rahma.
Bwahahahaha! "gatel mulutku Ul...Leta mana pantes begitu, jatohnya persis abdi dalem."
Bahkan Leta hanya bisa menggeleng prihatin sekaligus ilfeel mendengarnya, mustahalll ia melakukan itu, sampai ma*ti pun emoh!
"Aku cuma minta ijin pulang telat, mau cari bahan tugas praktek bareng Aul, Rahma sama Arkan." Akui Leta.
Kini Rahma justru mendaratkan tatapan meneliti pada Leta, "atau jangan-jangan, Ta. Mas bojo ngga acc ijinnya gara-gara Arkan? Selama ini doi tau kan, kalo kita kemana-mana selalu bertiga, toh sah-sah saja dan baik-baik saja?!"
Aul mengangguk cepat menyetujui ucapan Rahma itu, "nah loh, Ta...Gio sudah mulai ngerasa memiliki...dan posesif sekarang..." lirih Aul membuat Alleta ikut berpikir jadinya dan menghentikan kunyahan snack berbahan tepung kanji nan pedas di mulutnya.
"Ngga mungkin, ah!" tepis Leta melanjutkan ngemil di jam istirahat.
"Ngga ada yang ngga mungkin di dunia ini, kecuali bapak lahiran anak ayam..." Rahma mendorong kepala Aul yang berbicara ngga ada akhlak itu, sehingga membuatnya tersedak penganan pedas, "semprul!"
.
.
Leta pulang dengan diantar Gio yang menjemputnya lalu pergi lagi untuk paruh waktu di Marcopolo.
"Bantuin ibu sama bulek."
"Iya..." angguk Leta langsung masuk ke arah rumah ibunya dimana terdengar suara mixer dari dalam tanda kesibukan membuat buah tangan sudah dimulai oleh kedua ibu itu.
"Jangan kesorean mas, nanti malah keburu tutup!" omelnya tak ingin menanyakan alasan kenapa Gio melarangnya pergi bersama teman-temannya, ia masih kepikiran dengan obrolan Aul dan Rahma tadi, tapi tak ingin kepedean juga dengan bertanya duluan pada Gio.
"Iya."
"Eh Ta! Lali aku, tolong ambilkan flashdisk di kamar dulu...nanti siang aku ketemu Mus, dia mau pinjem catatanku."
Leta sempat kerap kali berdecak ketika Gio menyuruhnya, namun tak urung ia menurut, "pinjem---pinjem, nanti dia curi lagi! Emangnya dia ndak pernah nyatet waktu belajar? Mubadzir duit kuliahnya mas?" ocehnya sembari masuk ke dalam rumah Gio terlebih dahulu.
"Sudah pulang, Ta?" tanya padhe diangguki Leta yang belum melepaskan tasnya, ia melengos masuk ke kamar Gio setelah memberikan salamnya pada padhe.
"Dimana sih?!" Leta mencari-cari mulai dari meja belajar beralih ke setiap saku jaket Gio yang tergantung di belakang pintu lalu laci, namun tak ada. Hingga ia menyingkirkan bantal tempat Gio tidur semalam yang pagi ini belum tersentuh tangannya mengingat menurut Leta lapaaackk Gio sudah rapi dan tak perlu ia bereskan lagi.
"Eh, fotoku kenapa ada disini?" monolog Leta mengernyit ketika menjumpai selembar fotonya ada bersama flashdisk di bawah bantal Gio.
"Taaa!" teriak Gio dari luar begitu kencang, sampai-sampai padhe saja menegur anak bungsunya itu.
"Iya--iya!" Leta menaruh fotonya di meja belajar sejenak untuk kemudian menyerahkan flashdisk pada Gio.
.
.
.
.
.
jangan2 ini pengalaman pribadi mak Shin ... 😃😃😂😂