Aneh Tapi Nyata. Nathan mengidap sebuah penyakit yang sangat aneh dan langka. Dia selalu bergantung pada Asi untuk menjaga kestabilan tubuhnya. Hampir setiap bulan sekali penyakitnya selalu kambuh sehingga Nathan membutuhkan Asi untuk mengembalikan tenaganya. Pada suatu ketika, stok ASI yang dia miliki benar-benar habis sementara penyakitnya sedang kambuh. Kedatangan Vivian, pelayan baru di kediaman Nathan mengubah segalanya. Mungkinkah Nathan bisa sembuh dari penyakit anehnya, atau dia harus terus bergantung pada Vivian? Hanya waktu yang mampu menjawab semuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30: Insiden
Pagi hari yang cerah. Sinar matahari menembus jendela kamar, membangunkan Vivian lebih awal kali ini meski sebenarnya ia merasa sangat malas. Dengan mengumpulkan seluruh tekad, ia bangkit dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi. Setelah mandi dan berpakaian rapi dengan terusan berwarna putih yang dipadukan dengan blazer hitam berenda, Vivian menuju dapur.
Di sana, Monica sudah berdiri dengan tatapan tajam penuh kebencian. Namun, kedatangan Vivian disambut oleh Martha, pelayan setia keluarga Xi, dengan senyum lebar. "Pagi, Nyonya Vivian," sapa Martha dengan hangat.
"Pagi, Martha," jawab Vivian sambil duduk di meja dapur. "Dan berhenti memanggilku dengan sebutan, Nyonya!!" katanya tegas.
Martha terkekeh mendengar protes Vivian yang penuh kekesalan. Kemudian dia mendekati Vivian, memperhatikan cara jalannya yang sedikit aneh. Dengan nada berbisik dan senyum nakal dibibirnya, Martha bertanya, "Apa kau dan Tuan Muda melakukan 'itu' tadi malam?"
Wajah Vivian memerah, tapi dengan malu-malu ia menganggukkan kepalanya. "Ya, Martha. Semalam memang sedikit... intens."
Martha tertawa kecil, tetapi percakapan mereka tiba-tiba terputus saat Monica, yang tampak semakin kesal, berjalan mendekat. Dengan dalih tidak sengaja, Monica menabrak Vivian dan menyiramkan minyak panas ke tangannya. Vivian menjerit kesakitan, sementara Monica hanya melengos pergi dengan seringai puas di wajahnya.
"Vivian!" seru Martha panik, melihat tangan Vivian yang memerah dan sedikit melepuh akibat ulah Monica. "Tuan Nathan, harus tahu ini!"
Vivian menggeleng. "Tidak Martha, jangan katakan apapun padanya." Mohon Vivian.
"Tapi...."
"Tidak ada tapi-tapian!!" Vivian memotong kalimat Martha, Vivian tidak ingin masalah semakin runyam.
Nathan yang baru tiba di dapur terkejut melihat luka tangan Vivian. "Apa yang terjadi?" tanyanya dengan panik dan cemas.
"Itu ulah Monica, Tuan," jawab Martha cepat, sambil melirik kearah Vivian yang mendelik tajam kearahnya. Tapi Martha tidak peduli.
Wajah Nathan memerah oleh amarah. Tanpa pikir panjang, ia memanggil Monica ke dapur dengan. Dengan sentakan keras, dia membuat Monica tersungkur di lantai. "Apa yang kau lakukan pada istriku?" geram Nathan dengan suara dingin.
"Tuan, saya tidak sengaja," kata Monica dengan suara gemetar, berusaha mencari alasan.
Namun, Nathan tidak mendengar alasan apapun. Dengan kemarahan yang memuncak, ia mengambil panci berisi minyak panas yang masih ada di kompor dan melemparkannya ke arah Monica. Jeritan kesakitan langsung keluar dari mulut Monica saat minyak panas menyentuh kulitnya.
"Tuan, hentikan!" Monica berteriak, mencoba menghentikan Nathan yang tampak hilang kendali. "Sa..Saya mohon!"
Nathan menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan amarahnya. "Ini peringatan terakhir. Jika kau menyentuh Vivian lagi, kau akan menyesal," ucap Nathan dingin, suaranya penuh ancaman.
Monica yang masih meringis kesakitan tidak mampu berkata apa-apa. Dengan susah payah, dia berusaha bangkit dari lantai.
Nathan berbalik dan kembali ke arah Vivian, yang kini sedang duduk dengan wajah pucat. "Apakah kau baik-baik saja?" tanyanya lembut, menggenggam tangan Vivian dengan hati-hati.
Vivian mengangguk, meyakinkan pada Nathan jika dirinya baik-baik saja. "Aku akan baik-baik saja, Nathan."
Martha segera menyiapkan air dingin dan kain bersih untuk mengompres tangan Vivian yang terluka. "Kita harus membawa Nyonya ke dokter," saran Martha dengan cemas.
Nathan mengangguk setuju. "Hn kau benar. Kalau begitu aku akan segera membawanya pergi. Aku tidak akan membiarkan hal ini terulang lagi." Ia menatap Vivian dengan penuh kepedulian, kemudian mengarahkan pandangannya yang penuh amarah ke arah Monica yang masih berusaha menenangkan rasa sakit di sudut dapur.
"Kau dipecat," Nathan berkata dengan suara dingin dan berbahaya. "Kemas barang-barangmu dan pergi dari sini sekarang juga."
Monica hanya bisa menunduk, menyadari bahwa hari-harinya di kediaman Xi telah berakhir. Nathan, dengan tangannya yang masih menggenggam erat tangan Vivian, membimbingnya keluar dari dapur.
"Ayo kita urus lukamu," bisik Nathan lembut, meski matanya masih menunjukkan kilatan kemarahan. Vivian mengangguk, mereka meninggalkan dapur. Vivian menolak untuk dibawa ke rumah sakit.
***
Bersambung