"Harusnya dulu aku sadar diri, bahwa aku sama sekali nggak pantas untuk kamu. Dengan begitu, mungkin aku nggak akan terluka seperti sekarang ini" ~Anindhiya Salsabila
Tindakan bodoh yang Anin lakukan satu tahun yang lalu adalah menerima lamaran dari cowok populer di sekolahnya begitu saja. Padahal mereka sama sekali tidak pernah dekat, dan mungkin bisa dikatakan tidak saling mengenal.
Anin bahkan tidak memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya. Hingga cowok dingin itu sama sekali tidak pernah mengajak Anin berbicara setelah meminta Anin untuk menjadi istrinya. Mereka hanya seperti orang asing yang tinggal di atap yang sama.
--------------------------------------------------------------------------
Bagaimana mungkin aku hidup satu atap dengan seorang pria yang bahkan tidak pernah mengajakku berbicara? Bagaimana mungkin aku hidup dengan seorang suami yang bahkan tidak pernah menganggapku ada?
Ya, aku adalah seorang gadis yang tidak dicintai oleh suamiku. Seorang gadis yang masih berusia sembilan belas tahun. Aku bahkan tidak tau, kenapa dulu dia melamarku, menjadikan aku istrinya, kemudian mengabaikanku begitu saja.
Terkadang aku lelah, aku ingin menyerah. Tapi entah kenapa seuatu hal memaksaku untuk bertahan. Aku bahkan tidak tau, sampai kapan semua ini akan menimpaku. Aku tidak tau, sampai kapan ini semua akan berakhir.
~ Anindhiya Salsabila~
Mau tau gimana kisah Anindhiya? Yuk cuss baca.
Jangan lupa like, komen dan vote ya. Jangan lupa follow ig Author juga @Afrialusiana
Makasih :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afria Lusiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 10
Anin dan Gabriel berjalan bergandengan tangan masuk ke dalam sana. Acara itu dilangsungkan tepat di pinggir kolam yang ada di belakang rumah gadis yang berulang tahun.
Anin sedari tadi tak berhenti memperhatikan suasana sekitar. Gadis itu begitu tabjub dan terkesiap saat melihat dekorasi yang sangat mewah dan indah di pandang mata.
Di sana sudah terlihat ramai dengan mahasiswa yang telah di undang oleh yang berulang tahun. Ada yang sedang bercengkrama satu sama lain. Ada yang ber selfie ria, ada yang selalu sibuk dengan dandanannya, dan masih banyak macam aktivitas mahasiswa yang sudah hadir di sana.
Namun, saat berjalan di pinggir kolam, langkah Anin terhenti saat Anin mendapati Stevan di depan sana. Di tempat seorang gadis cantik dengan gaun yang sangat indah. Seprtinya, dia adalah mahasiswa kedokteran yang sedang berulang tahun.
Jantung Anin berdetak kencang. Tangannya dingin seketika. Oh, Anin lupa, ini acara salah satu mahasiswa kedokteran, pantas saja Stevan ada di sana karena Stevan termasuk bagian dari mereka.
Tapi tidak bisakah pria itu bebicara pada Anin, meminta izin dan memberi kabar pada Anin? Stevan bahkan belum pulang sedari tadi. Pria itu juga tidak mengangkat panggilan Anin sama sekali. Tapi sekarang Anin justru menemukan dia disini. Hal itu benar-benar membuat hati Anin terluka.
"Cih dasar!" Umpat El yang sedari tadi sudah memperhatikan Anin dengan mata berkaca-kaca. Emosi El membludak saat tau apa yang diperhatikan oleh Anin sedari tadi. El melihat Stevan sedang bercengkrama dan sesekali tertawa dengan seorang wanita di ujung sana.
Dengan tidak sabar, El berjalan tergesa gesa, mempercepat langkahnya berniat menghampiri Stevan. Rasanya kesabaran El sudah habis melihat kelakuan suami dari sahabatnya ini.
El tidak bisa lagi menahannya. El sudah tidak tahan melihat Anin menderita. Pria ini, ingin rasanya El membunuhnya sekarang juga.
"Kan udah gue bilang. Kalo lo mau hidup lo tenang dan bahagia kaya dulu, tinggalin Stevan, lupakan dia"
Anin tersentak saat merasa ada seseorang berbicara di belakangnya. Gadis itu menoleh. Tubuh Anin bergetar hebat. Sungguh, Anin tidak tahan. Dia ingin pulang bertemu abang dan bundanya saat ini juga. Melepaskan semua sesak yang ia rasakan selama ini.
Anin memutar tubuhnya hendak keluar dari sana. Anin ingin pergi dari tempat ini sekarang juga. Tapi....
Byurrr
Tubuh Anin terhambur ke dalam kolam renang yang tingginya sekirar 2,5 meter tersebut saat pria yang tidak lain adalah Alfi dengan sengaja mendorong Anin. Membuat pandangan para tamu yang ada di sana sontak menoleh ke arah kolam. Tak terkecuali dengan El.
El tercengang, sedikit lagi dia akan sampai di hadapan Stevan. Tangannya sungguh tidak sabar untuk melayangkan tamparan pada pipi pria itu.
Namun, El urung niat saat melihat sahabatnya yang kini tenggelam di dalam kolam. Menurut El, keselamatan Anin sekarang lebih penting. Karena El tau Anin tidak bisa berenang.
"Nin. Anin" Teriak El.
Sementara di dalam sana, Anin sudah bersusah payah bernafas. Tidak ada yang menolongnya. Mahasiswa yang ada di sana hanya terpelongo memperhatikan Anin. Entah apa yang ada di fikiran mereka saat ini. Apa mereka fikir Anin bisa berenang? Entahlah.
"Anin... Lo bertahan Nin" El masih berteriak dengan raut panik sendiri melihat Anin.
Sementara Stevan, pria itu juga masih berdiam di tempat. Bengong memperhatikan El yang tengah panik sendiri di tepi kolam. El mengulurkan tangannya pada Anin dari tepi kolam karena sialnya mereka sama-sama tidak bisa berenang.
Sebenarnya El bukan tidak bisa, tapi El memiliki trauma tersendiri akan masa lalunya tentang renang.
El sudah bersusah payah mengulurkan tangannya, tapi Anin masih belum bisa mejangkau tangan El karena jarak mereka sedikit jauh.
"Woi Stevan. Gila, Istri lo udah mau mati. Tolongin woi" Sorak El emosi ke arah Stevan yang masih saja bengong di sana sedari tadi.
Stevan baru tersadar. Sedari tadi, Stevan melamun memikirkan bahwa dia merasa pernah bertemu El. Tapi Stevan tidak tau dimana.
Dan saat mendengar nama Anin dari mulut El, pria itu langsung tersentak. Stevan baru sadar bahwa gadis yang ada di kolam itu adalah istrinya. Dan Stevan baru menyadari bahwa El adalah sahabat Anin.
Tanpa berfikir panjang, Stevan berhambur ke dalam kolam untuk menyelamatkan Anin yang sudah tidak sadarkan diri karena kehabisan nafas.
Stevan mengangkat tubuh Anin ke tepi kolam. Tangan Stevan memijat dada Anin. Mencoba mengeluarkan air yang sudah ditelan oleh istrinya itu.
"Nin, bangun Anin..."
"Anin bangun..." Stevan menepuk pipi Anin pelan. Dan itu tidak terlepas dari pandangan El dan juga mahasiswa yang kini sudah mengelilingi mereka karena merasa penasaran.
"Anin bangung...."
Tidak juga sadar, Stevan akhirnya menempelkan bibirnya pada bibir Anin. Memberi nafas buatan pada istrinya itu. Hingga membuat Anin batuk mengeluarkan air dari mulutnya.
Anin membuka matanya perlahan, mata Anin samar-samar melihat wajah Stevan.
"Abang..." Panggil Anin. Anin melihat sosok Stevan seperti abangnya. Mungkin karena Anin merindukan keluarganya.
Tanpa berfikir panjang, Stevan segera mengangkat tubuh Anin ala bridal style saat gadis itu kembali tidak sadarkan diri setelah memanggil abangnya. Sementara mahasiswa lain yang ada di sana hanya terpelongo kaget sedari tadi melihat pemandangan di depan mereka.
Begitu banyaknya tanda tanya terselip di benak mereka saat ini.
"Istri?"
"Ciuman?"
"Siapa gadis itu?"
"Ada apa dengan Stevan berani mencium seorang gadis sembarangan?"
Pertannyaan pertanyaan itu kini terbesit di benak para mahasiswa. Termasuk Meisya yang tidak lain adalah pemilik pesta. Gadis yang sedari tadi berdiri dan tertawa bersama Stevan.
Gadis itu tampak menggeram kesal dari kejauhan. Tangannya mengepal dengan raut wajah tidak ramah.
"Dasar, perempuan sialan. Siapa dia?" Umpat Meisya.
***
Stevan mendudukkan tubuh Anin di samping kursi kemudi. Pria itu membuka sweeter yang yang memang tersedia di mobil kemudian Stevan baluti pada tubuh Anin.
Detik kemudian, Stevan berlari menuju sisi mobil satunya lagi. Stevan bergegas menancap gas mobilnya untuk meninggalkan tempat tersebut menuju rumah. Meninggalkan El yang masih berada di dalam sana.
El hendak pergi dari tempat tersebut setelah mencari Barra yang tiba tiba saja menghilang tidak tau kemana. Namun, langkah El terhenti saat seseorang tiba-tiba menahan tangan El.
Pandangan El teralih ke arah belakang. Mata El menatap gadis yang yang kini terlihat begitu cantik dengan gaun mewah berdiri di hadapannya.
"Ada apa?" Tanya El sopan.
"Siapa lo?" tanya gadis yang tidak lain adalah Meisya. Mata Mesya menatap El sinis. Melirik El dari atas sampai ke bawah.
"Hm. Gue Gabriel. Kenapa?" sahut El masih santai.
"Apa maksud omongan lo barusan?" Tanya Meisya geram dan to the point tanpa basa basi.
"Maksud? omongan gue? yang mana ya?" Tanya El pura pura bodoh. Padahal, El sudah tau maksud dan tujuan dari pertanyaan gadis yang ada di depan ini.
"Tadi lo bilang apa sama Stevan? istri?" Tanya Meisya memastikan.
"Ohh yang itu" El pura pura baru memahami maksud ucapan Meisya.
"Iya, tadi gue suruh Stevan selamatin istrinya. Emangnya kenapa ya?" Tanya El masih pura pura bego.
"Istri?" Meisya menyeringai tidak percaya.
"Lo lagi mimpi?" Ujar Meisya tertawa penuh ejekan.
"Mohon maaf ya, kayaknya lo deh yang lagi mimpi dan nggak bisa menerima kenyataan" Jawab El mulai tegas.
"Maksud lo?"
"Gue tau, lo suka sama Stevan. Tapi sayang seribu sayang. Lo nggak akan bisa dapetin dia. Stevan udah punya istri cantik, baik, sopan. Mereka bahakan udah menikah lebih dari satu tahun. Jadi, cepat bangun ya dari mimpi buruk lo ini" El berucap El penuh tekanan semabri menepuk pundak Meisya pelan.
"Aishhhh" Umpat Meisya saat El berjalan menjauh darinya.
tinggalin saja laki kek gt, harga diri lah.. terlalu lemah
boleh tanya kah mbak gimana buat novel biar cepet dan konsisiten