NovelToon NovelToon
Hadiah Penantian

Hadiah Penantian

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter
Popularitas:283
Nilai: 5
Nama Author: Chocoday

Riyani Seraphina, gadis yang baru saja menginjak 24 tahun. Tinggal di kampung menjadikan usia sebagai patokan seorang gadis untuk menikah.

Sama halnya dengan Riyani, gadis itu berulang kali mendapat pertanyaan hingga menjadi sebuah beban di dalam pikirannya.

Di tengah penantiannya, semesta menghadirkan sosok laki-laki yang merubah pandangannya tentang cinta setelah mendapat perlakuan yang tidak adil dari cinta di masa lalunya.

"Mana ada laki-laki yang menyukai gadis gendut dan jelek kayak kamu!" pungkas seseorang di hadapan banyak orang.

Akankah kisah romansanya berjalan dengan baik?
Akankah penantiannya selama ini berbuah hasil?

Simak kisahnya di cerita ini yaa!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chocoday, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Salah Paham

Aku awalnya terdiam mendengar pertanyaannya yang beruntun.

"Ri? Kenapa gak jawab? Mau ngejauh dari aku?" tanya Hanif dengan tatapan lembutnya.

Aku mendongak—menatapnya dengan tatapan datar, "iya. Aku gak nyaman ada di dekat kamu. Aku risih kamu selalu telepon aku. Jadi udah cukup, jangan pernah hubungi aku lagi. Aku juga gak akan konsultasi apapun lagi sama kamu."

Aku langsung berbaring, menyamping pada arah lain sembari menahan tangisan.

Laki-laki itu terdiam, tubuhnya mulai beranjak dari ranjang pasien lalu kembali pada pekerjaannya.

Sedangkan aku mulai menangis setelah memastikan ia pergi. Untungnya saat itu teteh sedang tidak ada di ruangan.

"Kenapa meminta pisah kalau masih ada rasa sayang?" tanya seorang wanita tua—pasien yang tepat berada di sampingku.

Aku membuka gordennya agar bisa berbicara dengannya. Nenek itu tersenyum simpul padaku, "kenapa gak perjuangin rasa sayangnya?"

"Karena dia pantas untuk mendapatkan yang lebih baik dari saya, nek,"

"Memangnya kamu gak baik? tatapan dia tadi kayak kecewa loh. Kayaknya dia sedih banget kamu bilang kayak gitu," ucap neneknya.

"Saya beda sama dia, nek. Lagipula kita gak ada ikatan apapun,"

Nenek terkekeh mendengarnya.

"Nenek jadi ingat waktu dulu didekati suami nenek. Dia seorang tentara, sedangkan nenek hanya pedagang gorengan yang dekat dengan markasnya," jawabnya.

"Dari sekian banyaknya pelanggan, cuman dia yang selalu ngobrol lama sama nenek. Nenek awalnya gak berharap banyak, apalagi nenek tidak sekolah sama sekali. Tapi tau enggak? kalau dia jodoh kamu dan kalian sama-sama berusaha, pasti dikasih jalannya," jelas neneknya.

"Lagipula memangnya kenapa kalau soal perbedaan? Bukankah memang nyatanya semua manusia itu berbeda?" tanya nenek itu melanjutkan.

"Nenek gak tau ya kalian itu ada di jalan seperti apa. Tapi yang nenek dengar tadi kamu memutuskan hubungan sama dia sekalipun emang kalian baru dekat. Dari yang nenek liat, kayaknya tadi dia khawatir banget sama kamu waktu pertama kali datang," sambung neneknya.

"Saya bingung, nek,"

"Apanya yang buat kamu bingung?" tanya nenek itu.

"Sebenernya kita gak ada hubungan apa-apa, tapi saya takut kalau udah berharap nanti padahal misal di sisi lain dia cuman kasian sama saya,"

Nenek itu malah terkekeh mendengarnya, "kamu ini. Cowok itu kebanyakan sikapnya terang-terangan. Emang ada juga yang sampe begitu cuman karena kasian? Dia gak bakal seperhatian itu kalau cuman kasian sama kamu."

"Tapi dia udah ada wanita lain, nek," timpalku.

"Kamu udah pastikan dia siapa? Hubungannya seperti apa?" tanya neneknya.

"Belum nek. Dia putusin komunikasi gitu aja sama saya," timpal Hanif yang mendengarkan di ambang pintu ruangan lalu masuk dan duduk di sampingku.

"Tuh kan!! Mana ada orang kasian begini," ucap neneknya dengan senyuman, "sudah! Sekarang obrolin dengan baik apa yang menjadi masalah dan apa yang menurut kamu beda tadi. Pasti ada jalan keluarnya."

"Nenek," ucapku protes karena malu dengan Hanif.

Nenek itu menutup gorden ranjangnya. Sedangkan Hanif kali ini menatapku tanpa pertanyaan ataupun sepatah katapun.

"Kenapa?" tanyaku heran.

"Apa yang barusan diomongin nenek itu bener. Harusnya kamu tuh tanya dulu sama aku, lagian cewek yang mana sih?" tanya Hanif.

"Ya ngapain juga tanyain, kan kesannya aku kepo nanti. Terus Aa malah mikir, emangnya aku siapa kamu pake nanya begitu," ucapku membuat Hanif menahan senyumannya.

Aku memukul lengannya dengan wajah yang ditekuk, "malah ngetawain. Kan emang bener, kita cuman kenalan. Lagipula ngapain juga tanya-tanya atau terus komunikasi kalau Aa punya pacar, nanti pacarnya marah. Aku juga gak mau kalau cowok aku terus dihubungin sama cewek lain."

"Punya emang cowoknya?" tanyanya dengan sedikit gurauan.

Aku mendelik padanya, "ya kalau punya."

Hanif menahan senyumannya.

"Sebenernya menurut aku ya wajar aja kalau kamu tanya dulu buat memastikan, dibanding tiba-tiba bilang risih segala macem," timpalnya.

Lagian kenapa balik lagi sih?

Kan tadi udah pergi.

"Tapi emang beneran bikin kamu risih?" tanyanya.

Aku menggelengkan kepala, "aku cuman gak enak aja sama ceweknya aa. Nanti kalian berantem cuman gara-gara aku yang konsul diet."

Hanif malah terkekeh mendengarnya, "sebenernya daritadi bilang cewek aku, itu cewek yang mana sih? Ada bukti aku deket sama cewek lain selain kamu atau emang ada gosip?"

"Aku liat sendiri, kemarin di tempat makan yang kamu janji buat makan siang sama aku. Pas aku liat kamu lagi makan siang sama cewek," jawabku.

Hanif terkekeh pelan, "oh cewek itu. Gimana cantik gak?" tanyanya.

Aku mengangguk, "cantik. Cocok buat Aa," jawabku dengan senyuman simpul.

"Lebih cocok kalau dijadikan adik ipar sama kamu," timpalnya.

"HAH?"

Hanif tersenyum, "dia adik aku. Kemarin aku batalin janji makan siang karena dia ngerengek pengen makan siang di sana. Tadinya mau sekalian kenalin ke kamu aja, tapi aku takut kamu risih nantinya karena kita belum lama kenal juga."

Jadi adiknya?

Hwaaaaa!!!! Malu banget.

"Ri?"

"HAH... Iya?"

"Dia adik aku," ucapnya lagi.

Aku mengangguk, "iya aku juga denger. Maaf kalau udah salah paham."

Hanif tersenyum, "yang penting kamu gak salah paham lagi. Tentang kita, jujur aku gak berharap berakhir kayak gitu."

"Maksudnya?"

"Aku kan udah bilang kalau aku pengen akrab sama kamu. Itu bukan sekedar akrab dan yang aku harap komunikasi kita bisa terjalin lebih jauh lagi," jelasnya.

Hanif menghela napasnya, "terserah kamu mau anggap aku apa. Tapi jujur, kalau aku pengen serius sama kamu."

Aku menutup mulut hanif begitu saja, sontak laki-laki itu mengernyit keningnya.

"Kalau bicara itu jangan bikin orang kaget coba!" protesku membuatnya terkekeh pelan.

"Kamu itu emang unik ya. Orang bicara serius malah dikira bercanda,"

"Pokoknya jangan bicara kayak begitu. Aku gak akan percaya sama omongan cowok lagi kalau emang belum ada buktinya mending diem aja," timpalku.

Hanif menahan senyumannya, "iya aku diem. Tapi masih bisa komunikasi sama kamu lagi kan?"

Aku mengangguk mengiyakan, "aku minta maaf karena udah salah paham ya?"

Hanif mengangguk, "nanti lagi tanyain aja. Gak apa-apa, aku gak akan ngerasa risih kalau itu kamu."

Aku tersenyum simpul lalu mengangguk.

"Tapi kok Aa bisa balik lagi sih?" tanyaku.

"Tadi waktu mau ke kantin, Aa ketemu sama sepupu kamu. Terus Aa awalnya cuman nyapa dia, tapi penasaran karena kamu tiba-tiba sakit lagi. Dia cerita kalau kamu makan gacoan level tinggi sama minuman yang asam, makanya begini," timpalnya.

"Kesel ya makanya makan mie pedes begitu?" tanya Hanif.

"Ya cewek mana yang gak kesel. Udah janjian, udah mau sampe, udah dandan—"

"Dandan?" tanya Hanif menyela, "wahhhh!!! gagal dong liat kamu dandan cantik karena mau makan siang sama aku."

Aku memukul lengannya cukup keras, tapi laki-laki itu malah terkekeh mendengarnya.

"Tapi kenapa kamu malah berpikir kalau Aa kayak gini cuman karena kasian sama kamu?" tanya Hanif.

1
Chocoday
Ceritanya dijamin santai tapi baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!