"Apa-apaan nih!" Sandra berkacak pinggang. Melihat selembar cek dilempar ke arahnya, seketika Sandra yang masih berbalut selimut, bangkit dan menghampiri Pria dihadapannya dan, PLAK! "Kamu!" "Bangsat! Lo pikir setelah Perkutut Lo Muntah di dalem, terus Lo bisa bayar Gue, gitu?" "Ya terus, Lo mau Gue nikahin? Ngarep!" "Cuih! Ngaca Brother! Lo itu gak ada apa-apanya!" "Yakin?" "Yakinlah!" "Terus semalam yang minta lagi siapa?" "Enak aja! Yang ada Lo tuh yang ketagihan Apem Gue!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Mobil sport merah mengkilap milik Revano meluncur mulus memasuki pekarangan mansion mewah milik Opa Narendra.
Mesin mobil mengaum halus saat Revano dengan cekatan membuka pintu untuk Sandra, istrinya.
Tatapan Sandra yang tajam sesaat menyapu mobil itu, lalu senyum tipis tersungging di bibirnya.
Ia melangkah keluar dengan anggun, mengenakan gaun elegan yang memantulkan cahaya lampu taman.
"Berasa princess Gue!" ucap Sandra sambil mengernyitkan alis, nada suaranya penuh candaan namun mengandung sedikit protes.
Revano menoleh, matanya menyipit setengah tertawa. "Bisa gak pake Gue, Lo gak? Nanti kebawa sampe di hadapan Opa? Bisa gawat!" Sandra mengangkat bahu, wajahnya menunjukkan ekspresi menyerah tapi penuh keakraban.
"Ok Tuan Ngatur!" Keduanya berjalan berdampingan menuju pintu mansion, aura kemewahan dan kehangatan keluarga terpancar dari langkah Mereka yang serasi.
Revano tetap sigap, memastikan setiap gerakannya menampilkan sosok suami yang penuh perhatian dan percaya diri. Sandra, dengan gaya santai namun anggun, menyesuaikan sikapnya, membuktikan kedekatan mereka yang sudah lama terjalin dalam keseharian yang glamor.
Revano melangkah dengan tenang, genggaman tangannya pada Sandra terasa kuat tapi tetap lembut, seolah ingin memberikan rasa aman sekaligus menjaga citra sebagai suami yang sempurna di mata Opa Narendra.
Wajahnya serius, namun matanya sesekali menatap Sandra penuh arti, seakan menyampaikan pesan tanpa kata bahwa semua ini hanya sandiwara.
Sandra sendiri menahan rasa risih, dadanya berdebar setiap kali sentuhan tangan Revano terasa terlalu dekat, tapi ia tahu peran sebagai istri harus dijalankan tanpa cela.
Ketika Kepala Pelayan membuka pintu dan menyambut dengan suara rendah dan penuh hormat, “Mari Tuan dan Nyonya Muda, Tuan Besar sudah menunggu di dalam,” Revano mengangguk singkat tanpa melepas genggaman tangannya dari Sandra.
Tatapannya yang tajam menatap ke dalam ruang itu seolah menantang rahasia yang tersimpan di balik dinding rumah besar itu.
Sandra mengikuti langkah Revano, meski hatinya bergetar karena ketegangan yang perlahan menyelimuti.Dalam diam, keduanya tahu bahwa pertemuan ini bukan sekadar formalitas.
Ada sesuatu yang harus dihadapi, sesuatu yang membuat kedatangan mereka menjadi momen penuh beban dan rahasia yang belum terungkap.
Revano menyesuaikan postur tubuhnya, berusaha menampilkan sosok cucu yang taat dan penuh hormat, sementara Sandra menguatkan diri di sisi suaminya, menutup segala kegelisahan dengan senyum yang dibuat-buat.
"Pengantin Baru sudah datang, ayo sini Sandra. Opa sudah nunggu Kamu." Opa Narendra dengan senyum lebar dan bahagia menyambut kedatangan Sandra, Cucu Menantunya.
"Sama Cucu sendiri sudah lupa ya Opa?" Revano mencebik keki, rasanya bagai Cucu Tiri setelah Sandra ada.
"Ya memang, Opa hanya ingin bertemu Sandra, bosan bertemu dengan Kamu, Cucu Opa yang nakal!"
Sandra mengulum senyum. Melihat keduanya Sandra bisa melihat betapa akrab dan hangat hubungan Opa dengan Revano meski terkesan awet rajet.
Sebagai orang baru yang baru bergabung dalam keluarga, tiba di rumah Opa Narendra, ia membawa kehangatan tersendiri di tengah suasana keluarga yang sudah lama penuh dinamika.
Matanya yang cerah menandakan ketulusan dan rasa sayang yang dalam pada Opa, meski ia sadar hubungan antara Opa dengan Revano, suaminya, sering kali penuh canda sarkastik dan keakraban yang seolah tak pernah habis.
Sandra tak pernah merasa tergeser meskipun Opa kerap meledek Revano dengan kata-kata yang sedikit menggoda dan penuh gurauan. Dia tahu, di balik celaan ringan itu tersimpan kasih sayang yang tulus.
Dalam pertemuan itu, Sandra menatap Opa Narendra dengan penuh hormat dan hangat, menerima setiap kata sindiran dengan sabar dan senyum yang tak pernah pudar, mencerminkan sifatnya yang penyabar dan penuh pengertian.
Dia adalah sosok yang mampu menyeimbangkan suasana, membawa kedamaian di antara gelak tawa dan ejekan ringan yang menjadi bagian dari kehidupan keluarganya.
"Opa katanya Opa suka Nanas, ini Sandra dan Re, Mas Vano bawakan."
Opa Narendra menerima bingkisan yang dibawa Cucu Menantunya Sandra. "Kamu baik sekali Sayang. Opa memang suka banget sama Nanas. Enak saja. Dimakannya terasa segar."
"Loh, ini Lapis Legit? Opa juga suka! Makasi ya Sayang. Kamu memang Cucu kesayangan Opa. Ayo masuk, Kamu belum makan pasti, Ayo Kita makan malam."
"Oh, sekarang sudah ada Sandra lupa sama Aku ya Opa?" Revano mengikuti keduanya yang berjalan menuju ruang makan.
"Iya, Opa senang sekarang Cucu Opa sudah ada Sandra."
"Sandra itu Istriku Opa!"
"Ya, itu adalah kesialan Sandra, memiliki Suami seperti Kamu!"
Sandra tersenyum, melihat keduanya saling sindir terasa hangat, karena sebetulnya Cucu dan Kakek ini saling menyayangi.
Opa Narendra, sosok lelaki paruh baya yang hangat dan penuh kasih sayang, terutama kepada cucu-cucunya.
Wajahnya yang berkerut oleh waktu tak mengurangi senyum tulusnya yang selalu menyambut dengan ramah setiap kedatangan keluarga.
Saat menerima bingkisan dari Sandra, menantu dan cucu kesayangannya, matanya berbinar penuh rasa terima kasih.
Dia meraih tangan Sandra dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Suaranya lembut tapi penuh semangat.
Di ruang makan Mansion Opa Narendra, meja panjang terhampar penuh dengan aneka hidangan lezat yang menggoda selera.
Ada rendang daging empuk dengan bumbu rempah khas Minang, gulai ikan kakap segar, sayur asam yang segar menyegarkan, dan sambal terasi yang menggigit.
Semua tersaji rapi di atas piring porselen berukir emas, mencerminkan kemewahan dan perhatian Opa Narendra.
Opa Narendra memang sengaja memerintahkan para pelayan di kediamannya untuk menyiapkan santapan istimewa ini, sebagai bentuk penghormatan dan sambutan hangat untuk Sandra, cucu menantunya yang baru tiba.
Meskipun usianya sudah senja, Opa Narendra tetap menunjukkan rasa hormat dan kasih sayang yang tulus kepada Sandra, istri Revano cucunya, dengan cara yang sederhana namun penuh makna: lewat hidangan yang kaya rasa dan penuh kehangatan keluarga.
Para pelayan bergerak sigap, memastikan setiap detail tersaji sempurna, menandakan betapa berharganya kehadiran Sandra di rumah besar ini.
"Kalau Aku yang pulang kenapa tidak semeriah ini?" Melihat banyaknya Menu masakan yang tersaji membuat Revano menatap julid pada Opanya.
"Mana pernah Kamu pulang! San, Dia ini jarang sekali menengok Opanya! Sudah lupa Dia punya Opa. Sekadang Opa punya Kamu, lebih baik Opa Sayang Kamu saja, Opa sudah lupa sama Revano!"
"Opa, Sandra janji akan sering jenguk Opa. Opa makanannya enak-enak. Wah ada sayur asem. Sandra suka!"
"Kita sama dong! Ayo Kita makan saja sekarang San."
"Astaga! Aku Kalian lupakan?"
"Terserah Kamu! Kalau lapar ya ikut saja Vano. Makanan Banyak!"
"Luar Biasa! Aku bagai Cucu Tak Dianggap!"
"Jangan Lebay Mas, ayo, Kamu mau makan apa?"
Opa Narendra memperhatikan interaksi Sandra yang sedang melayani Revano, senyum diwajahnya terbit.
Ada rasa bahagia yang tak terucapkan. Opa Narendra bersyukur karena kini Revano ada yang menjaga dan bisa mengawasi.
"Opa, Opa mau sayur asem?" Sandra kini bergantian melayani Opa Revano.
"Iya Sayang, Opa mau." Sandra mengambilkan nasi, menuangkan sayur asam dan ikan kepiring milik Opa Narendra.
"Selamat makan Opa."
"Terima kasih Sayang. Vano, sudah makan. Kamu malah manyun gitu!"
"Ih, Opa masa dilayani juga sama Istriku! Makanya jangan Jomblo Opa!"
"Jangan ngawur! Cepet makan!"