Seperti kata pepatah, "Setelah kehilangan, barulah dia menyadari perasaannya." Itulah yang dialami oleh Revandra Riddle, pria berusia 30 tahun yang menikahi Airin Castela dalam pernikahan kontrak selama 5 tahun. Pernikahan mereka terjadi karena perjodohan; kedua orang tua Revan sangat menyukai Airin, sementara Erika Queen, kekasih Revan, justru menjadi sosok yang dibenci. Untuk itu, demi memisahkan mereka berdua, orang tua Revan menjodohkan dirinya dengan Airin.
Namun, selama pernikahan itu, Revan tak pernah memberi hatinya pada Airin. Ia terus berlaku kasar dan dingin, menunjukkan kebencian yang mendalam terhadap istrinya. Namun, takdir seakan ingin memberinya pelajaran; suatu hari, Revan mengetahui bahwa Erika, sang pujaan hati yang ia lindungi selama ini, ternyata telah mengkhianatinya. Detik itu juga, Revan tersadar akan kesalahannya. Airin yang selama ini bersabar dengan segala perlakuan buruknya, justru merupakan wanita yang setia dan mencintainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gebi salvina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Di tengah kamar mewah yang berantakan, Kayla tampak berlari ke sana kemari dengan marah, menghancurkan barang-barang yang ada di sekitarnya. Beberapa benda pecah dan berserakan di lantai, sementara tirai yang terkoyak tergantung begitu saja.
"Sayang! Ini kenapa, Nak?" Farah terkejut melihat kondisi putri sambungnya itu. Bukankah tadi dia bilang akan pergi berbelanja, kenapa begitu pulang kondisinya seperti ini.
"Ma, apa Mama tau apa yang anak mama lakukan padaku? Dia mempermalukan aku dan teman-temanku, Ma," ucap Kayla sambil menangis terisak-isak , raut wajahnya tampak begitu hancur.
Farah terkejut, tidak percaya apa yang baru saja Kayla katakan. "Coba ceritakan dulu, Nak. Apa yang sebenarnya terjadi?" Farah mencoba meredam amarah Kayla dengan mendekapnya lembut.
Tak mampu menahan kesedihan, Kayla bercerita bagaimana Airin, dengan sengaja meminta uang untuk beberapa pakaian yang dia dan teman-temannya ambil. Tak hanya itu, Airin juga menghina Kayla dengan kata-kata yang sangat menyakitkan.
Air mata Kayla semakin deras mengalir, membuat Farah merasa pilu melihat penderitaan putri sambungnya. Dalam hati, Farah bersumpah akan mencari tahu kebenaran dan memberikan perlindungan serta keadilan bagi Kayla.
Farah, duduk di samping putrinya yang menangis tersedu-sedan. Kayla menatap mamanya dengan mata sembab, kesedihan dan kekecewaan terpancar jelas di wajahnya.
"Kamu tenang sayang, mama akan membicarakan ini dengan kakakmu, jangan menangis, ya, lain kali jangan belanja di sana lagi, bukankah Mama sudah memberimu uang?" ujar Farah sambil mencoba menenangkan Kayla.
Namun, Kayla semakin terisak. "Kok Mama nyalahin aku? Aku belanja di sana karena aku pikir dia kakak-ku, Ma. Tetapi siapa sangka, Kakak tidak pernah sekalipun menganggap aku sebagai adiknya." Isak Kayla terdengar semakin histeris.
Farah semakin merasa bersalah melihat putrinya terluka seperti ini. Ia memeluk Kayla erat, menenangkan putrinya dengan belaian lembut di punggungnya. "Sayang, mungkin kakakmu tidak bermaksud begitu, jika kamu sendiri kesana mungkin kakakmu tidak akan marah. Tetapi kamu mengajak temanmu juga, seharusnya mereka bayar belanjaannya, kalau kamu tidak masah tetapi mereka kan orang. "
"Mereka bukan orang lain, Ma. Mereka temanku, sahabat baikku, Mama terus saja membela dia karena dia anak kandung Mama, sedangkan aku hanya anak sambung, aku mengerti, Mama tidak perlu khawatir, aku baik-baik saja. "Air mata Kayla semakin deras mengalir.
Farah menatap Kayla dengan penuh kasih sayang dan kepedihan. Air mata Kayla mengalir deras di pipinya, menunjukkan betapa dia kecewa dan terluka oleh sikap Airin. Farah menghampiri Kayla dan memeluknya erat, berusaha menenangkan hatinya yang hancur.
"Maaf sayang, Mama tidak bermaksud begitu, kamu anak Mama, kasih sayang Mama sama sebagaimana Mama menyayangi Airin," ucap Farah dengan lembut, mengusap punggung Kayla. "Mama akan bicara dengan Airin, Mama pasti akan menegurnya."
Kayla menangis semakin keras, mencoba melepaskan perasaan sakit yang mendalam, "Aku sudah tidak punya uang lagi sekarang, bahkan semua tabungan ku habis untuk membayar baju-baju itu, Mama tau, baju yang sudah lama aku ambil juga dia anggap hutang. Apa yang seperti itu masih di bilang saudara?"
Farah merasa sedih mendengar pengakuan Kayla, dia tidak menyangka Airin akan bersikap begitu kejam terhadap Kayla. Farah merasa perlu melakukan sesuatu agar Airin tidak semakin keterlaluan.
"Mama akan bicara dengan Airin, dan kita akan mencari solusi bersama, ya sayang," ucap Farah dengan nada yang penuh keyakinan. "Kamu jangan khawatir, Mama akan selalu ada untukmu, Kayla."
Kayla menatap Farah dengan mata yang masih berkaca-kaca, mencoba menemukan kekuatan dalam pelukan ibunya. Meskipun hatinya masih terluka, dia merasa sedikit lega karena tahu bahwa Farah akan selalu ada untuknya, tidak peduli seberapa sulit situasi yang dia hadapi.
Farah terus berbicara, mencoba menenangkan dan meyakinkan putrinya bahwa kelak maslaah seperti ini tidak akan terjadi lagi. Di saat yang sama, hati Farah juga merasa tercabik melihat perselisihan antara kedua anaknya. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan mencari cara untuk memperbaiki hubungan antara Kayla dan Airin, agar keluarga mereka bisa harmonis seperti yang selalu dia harapkan.
...
Airin dan Daniel baru saja tiba di depan apartemen mereka setelah menikmati kencan yang romantis. Saat Airin mereka tiba di depan pintu, tiba-tiba muncul sosok yang sangat ia kenal.
"Rama?" Airin terkejut sambil mengernyitkan dahi, tak menyangka akan bertemu di saat seperti ini.
Rama tersenyum kecil, menatap Airin dan Daniel dengan tatapan tajam. " Ai. Kamu apa kabar? Kamu baik-baik saja?" ia bertanya dengan nada ragu. Matanya kemudian melirik ke arah tangan Airin yang tergenggam erat oleh Daniel. "Apa aku mengganggu kalian? "Tambahnya.
Airin merasa tidak enak dan hendak melepas genggaman tangan Daniel, namun pria itu malah semakin mempereratnya. "Rama... Tidak, kamu tidak mengganggu," jawab Airin mencoba tersenyum tipis.
Rama menatap Airin dengan kekecewaan yang tergambar jelas di wajahnya. "Ai, apa kamu tidak mau memperkenalkan temanmu ini?" ia bertanya, menunjuk ke arah Daniel yang masih bergenggaman tangan dengan Airin.
Airin menelan ludah, merasa canggung dan bingung harus menjelaskan apa kepada sahabatnya itu. "Rama, ini Daniel, dia....teman dekatku," kata Airin pelan. "Daniel, ini Rama, sahabat baikku."
Daniel tersenyum ramah dan mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan Rama. "Salam kenal, Rama. Senang bertemu dengan sahabat baik Airin," ujarnya dengan sopan.
Rama menerima uluran tangan Daniel, namun matanya masih menatap Airin dengan perasaan yang sulit diartikan. "Salam kenal, Daniel. Semoga kalian berbahagia," katanya lirih, sebelum berlalu meninggalkan Airin dan Daniel di depan pintu apartemen.
Airin menunduk, merasa bersalah karena belum sempat memberikan penjelasan apapun kepada sahabatnya itu. Sementara Daniel merasa khawatir melihat Airin yang sedih. "Jangan khawatir, Sayang. Rama hanya butuh waktu untuk menerima kenyataan ini." ujarnya sambil mengelus punggung Airin.
Mereka pun memasuki apartemen, membawa berbagai perasaan yang bercampur aduk dalam hati.
Daniel menggenggam tangan Airin dengan lembut, matanya menatap dalam-dalam ke arah Airin, seolah ingin menyampaikan segala dukungan dan cinta yang tulus. "Sayang, jangan terlalu banyak berpikir, kamu pasti lelah istirahatlah, aku pulang dulu, kalau di sini lebih lama lagi, aku takut tidak bisa menahan diri," ucap Daniel dengan nada perhatian.
Daniel kemudian memeluk Airin erat, membuat jantung Airin berdegup kencang. "Kita menikah saja, ya," ucap Daniel dengan suara berat dan penuh harap.
Airin tersenyum tipis, perasaan tak enak yang tadi dia rasakan terhadap Rama, menghilang begitu saja. Namun, keraguan masih menghantui pikirannya. "Memangnya orang tuamu akan setuju memiliki menantu seorang janda sepertiku? Terlebih aku jandanya adik sepupumu? Kak, hubungan kita terlalu rumit."
Daniel menatap Airin dengan tegas, kemudian berkata, "Aku akan bicara pada orang tuaku, Airin. Aku yakin mereka akan memahami. Kita harus percaya bahwa cinta kita lebih kuat dari segala rintangan. Percayalah padaku, aku mencintaimu tanpa memandang statusmu."
Keteguhan dan keikhlasan yang terpancar dari mata Daniel membuat Airin merasa tenang. Meski jalan yang akan mereka lalui begitu berliku, namun Airin merasa yakin, bersama Daniel , mereka akan mampu melewati segala tantangan yang ada.
Daniel menatap Airin dengan tatapan yang begitu dalam, seolah ingin menghujam ke dalam jiwa wanita itu. "Jangan menatapku seperti itu sayang, ini sungguh sangat menyiksaku," ucap Daniel lembut, sambil membelai lembut pipi Airin yang mulus.
Airin tersenyum tipis, menarik nafas panjang untuk menenangkan hatinya yang berkecamuk. Ia melepas pelukan Daniel dengan perlahan dan berkata, "Katanya mau pulang, sana, sebelum semakin larut."
Daniel mengangguk mengerti, kemudian mengusap kepala Airin sejenak sebagai tanda sayang. "Aku pulang, ya," ujarnya dengan nada berat. Airin mengangguk, lalu mengantar Daniel sampai ke pintu.
Di ambang pintu, Daniel terdiam sejenak sebelum mengutarakan isi hatinya. "Sayang, kalau kamu mau, besok kita bisa langsung menikah. Kita benar-benar tidak bisa terus seperti ini," ucapnya dengan nada yang menggambarkan betapa cintanya pada Airin.
Airin menatap matanya yang bersinar dalam kegelapan malam, lalu tersenyum simpul. Meskipun masih merasa ragu, ia tahu bahwa keputusan itu harus diambil. Hati mereka berkecamuk, namun cinta yang begitu besar dari Daniel mampu membuatnya bertekad untuk melangkah bersama ke jenjang yang lebih pasti.
"Kita bicarakan lagi setelah orang tua kakak merestui hubungan kita, ya?" ucap Airin dengan wajah serius. Dia sangat menghargai perasaan orang tua Daniel dan tidak ingin berlarut dalam konflik keluarga nantinya.
Daniel mengangguk, mengerti keinginan Airin. Namun di lubuk hatinya, apapun hasilnya, dia sudah mantap untuk menikahi wanita ini, satu-satunya yang mampu menggetarkan hatinya. Perasaannya tetap konsisten, bahkan setelah tahun berganti tahun, di hatinya hanya ada nama Airin seorang.
"Aku pulang, ya," ucap Daniel dengan lembut, meraih tangan Airin dan menggenggamnya erat. Dalam gerakan yang cepat, dia mencuri sebuah kecupan di dahi Airin. Tindakannya itu membuat wanita itu tersentak kaget, namun sekaligus merasa bahagia.
Daniel tersenyum, kemudian berbalik dan melangkah menjauhi Airin. Sementara itu, Airin masih terpaku di tempat, memegangi dahi yang baru saja dicium oleh lelaki yang tidak pernah ada dalam rencana hidupnya.
Airin berbalik dan menutup pintu. Ia berjalan masuk kedalam kamar. Setiap langkah yang diambilnya seakan membawa perasaan yang berbeda, perasaan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya bersama Revan. Namun kini, Daniel datang dan mengajarkan Airin makna cinta yang sesungguhnya.
"Aku juga merasakan hal yang sama, Kak. Aku ingin menjalani hidup ini bersamamu," Dalam hati Airin, perasaan bahagia dan takut bercampur menjadi satu. Namun, ada keinginan yang kuat untuk mencoba mencintai Daniel, meleburkan diri dalam cinta yang baru.
Airin duduk termenung di ranjangnya. "Aku sedikit takut, tetapi ingin mencobanya," gumamnya.
Kegagalan dalam pernikahan sebelumnya, memberikan sedikit trauma pada diri Airin. Tapi, ia yakin Daniel adalah orang yang berbeda, yang mampu membawa perubahan dan kebahagiaan dalam hidupnya.
Airin mengambil keputusan untuk memberi kesempatan pada dirinya dan Daniel, memulai kisah cinta baru yang lebih indah dan berkesan. Dalam hatinya, Airin merasa yakin bahwa cinta ini akan membawanya pada kebahagiaan yang selama ini ia cari.
Daniel baru saja hendak membuka pintu mobilnya ketika dia merasa ada yang menarik lengannya dari belakang. Sebelum sempat mengeluarkan suara, sebuah pukulan keras mendarat di wajahnya, tepat di pipi kanan. Daniel terhuyung ke belakang, sebelum dia sempat melihat siapa pelakunya, suara yang sangat ia kenal terdengar.
"Apa yang kau lakukan di malam selarut ini di apartemen istriku?" teriak Revan dengan nada marah dan penuh kebencian.
"Revan?" Daniel mengusap sudut bibirnya yang terasa asin dan memerah. "Dia bukan istrimu lagi, kalian sudah bercerai, ingat itu."
Revan tampak geram, tangannya kembali terangkat hendak memukul Daniel. Namun, kali ini Daniel sudah siap. Dia cepat-cepat mengelak dan membalas pukulan itu dengan tinju keras ke perut Revan. Revan terjatuh, menahan rasa sakit sambil menatap Daniel dengan tatapan membunuh.
"Tidak ada urusanmu dengan kehidupan kami sekarang, Revan," ujar Daniel dengan nada tegas dan dingin. "Jangan coba-coba mengganggu lagi. Aku tidak ingin ada pertikaian di antara kita."
Dalam keadaan terluka, Revan hanya bisa menatap Daniel dengan penuh kemarahan sebelum akhirnya pergi meninggalkan Revan yang masih terpaku di tempat kejadian. Daniel menghela napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya setelah pertemuan tak terduga dengan Revan yang hampir berujung pada konflik fisik yang lebih buruk.
***
Kalau Kayla hidup menderita maka Rudi akan turut menderita kemudian Ibu kandung Airin sakit hati ,
Biar Rudi tahu bagaimana derita Airin setelah kehilangan ibu kandung ketika melihat Kayla menderita , Biar Rudi dan Ibu kandung Airin merangkak di kubur Ayah kandung Airin demi memohon ampun ,
Dosa kita dengan Allah SWT itu mungkin di ampun tapi dosa kita dengan manusia bagaimana mahu mohon ampun kalau orang itu sudah tidak lagi ada di dunia .
glirn ga undang aja,bru hboh...ga ush ngrsa jd krban deh,sdngkn klian jg tau spa pnjhatnya....iri blang dong,ga ush ftnah2 sgla.....tar airin bongkar kbusukan bpkmu sm emak tiri trcntamu....