Selesai membaca biasakan tekan LIKE ya.
Seorang perempuan cantik bernama Nindi harus menikah dengan pria pilihan orang tuanya yang tak lain adalah seorang pengusaha muda yang sukses.
Nindi tak bisa menolak permintaan sang papa dengan alasan balas budi, dia dengan terpaksa menerima pernikahan itu karena tak ingin membuat kedua orang tuanya bersedih.
Akankah hidup Nindi bahagia dengan pria pilihan orang tuanya itu atau justru berakhir dengan kesedihan??
Yuk simak kelanjutan kisah mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ismiati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30
Nindi asyik berbalas chat di grup dengan ketiga sahabatnya siapa lagi kalau Wulan, Reva dan Rita sambil mencari baju miliknya, dia tersenyum saat melihat bajunya tertata rapi di dalam, ya siapa lagi kalau bukan Tristan yang melakukannya karena Tristan tak memperbolehkan seseorang masuk ke dalam kamar untuk membersihkan kamar mereka, Tristan lebih rela dia yang melakukannya daripada melihat orang asing masuk ke dalam kamar mereka.
Nindi akhirnya mengakhiri perbicangan mereka yang semakin membuat Nindi pusing di buatnya, karena pembicaraan mereka semakin tak punya malu dengan melemparkan pertanyaan yang mesum kepada Nindi membuat Nindi binggung harus menjawab apa.
"Ck dasar, mereka bisa-bisanya membahas hal itu, aku saja malu membicarakannya," gerutu Nindi kesal.
Nindi pun mengambil kaos crop yang memperlihatkan sedikit perut rata Nindi dengan celana jeans panjang namun bukan ketat melainkan dengan model seperti celana cargo membuat penampilannya bak anak SMA yang terlihat begitu cantik dan membuat siapapun melihatnya akan mengira Nindi masih gadis dan belum menikah.
Ceklek....
Tristan keluar dari kamar mandi sambil mengusap rambutnya yang masih basah, gerakan itu dapat Nindi lihat melalui pantulan cermin di depannya. Saat ini Nindi sedang berdiri di depan cermin mengamati penampilannya, apakah ada yang kurang atau tidak namun justru dia melihat wajah tampan sang suami membuat Nindi salah tingkah.
"Kenapa dia bisa begitu tampan," umpat Nindi di dalam hatinya saat ini.
Tristan masih belum melihat istrinya keberadaan istrinya itu, dia masih santai menggosok rambutnya yang masih basah.
"Mau ku bantu," tawar Nindi. Nindi ingin memukul mulutnya yang dengan entengnya menawarkan bantuan.
"Duh kenapa aku dengan entengnya bisa bicara begitu," Nindi merutuki dirinya saat ini karena keceplosan berbicara begitu.
Tristan tersenyum lebar mendengar ucapan dari istrinya itu. Dengan cepat Tristan memusatkan matanya mencari keberadaan sang istri. Dia ingin mendekat dan meminta Nindi untuk mengeringkan rambutnya yang masih sedikit basah. "He he he he he, sekalian modus," batin Tristan.
Tristan melotot menatap tampilan istrinya itu.
"Kenapa pakai baju seperti itu," protes Tristan.
"Bagaimana, bagus kan?" Kata Nindi saat melihat suaminya itu menatap dirinya dengan penuh tanya dan penasaran apalagi reaksi suaminya itu membuatnya binggung.
"Kenapa wajah mu jelek begitu, apa ada yang salah atau kurang cocok ya,?'' Ceplos Nindi dengan polosnya justru bertanya demikian saat melihat reaksi suaminya itu yang seperti kesal.
"Perasaan baju ku biasa saja, kenapa dia seperti tidak suka," guman Nindi di dalam hatinya.
"Kamu mau menggoda siapa?" Tanya Tristan mengeram marah, bagaimana tidak? Setelah selesai mandi justru melihat pakaian istrinya itu memperlihatkan bagian perutnya, sungguh ingin rasanya Tristan mengurung nindi di kamar dan hanya da saja yang akan menikmati tubuh istrinya itu. Sungguh Tristan tak rela ada pria yang dengan sengaja atau tidak melihat tubuh istri nya itu.
"Maksudnya apa?" Tanya Nindi kesal, kenapa suaminya itu bisa bicara demikian, maksudnya kenapa suaminya berfikir dia sebagai penggoda, menggoda siapa? Berfikir pun Nindi tak ingin.
"Ya kamu berpakaian terbuka seperti itu untuk menggoda siapa," sinis Tristan, tiba-tiba dia begitu kesal memikirkan istri cantiknya itu keluar dengan baju sedikit terbuka dan memperlihatkan perut rata istrinya itu. Sungguh Tristan tak rela, sejengkal pun tubuh istrinya di pandang laki-laki mata keranjang.
"Ganti baju mu itu, aku tak suka perut mu di lihat orang. Ganti sekarang juga atau aku akan menghukum mu lagi tetapi bukan hanya di bibir tetapi di ranjang," ancam Tristan.
Nindi melotot tak percaya, dia segera berlari menuju lemari mencari baju yang tertutup. Daripada dia harus terkurung di sini bersama sang suami mungkin sampai nanti siang dengan dalih hukuman, membayangkan saja Nindi ngeri sendiri.
"Iya aku ganti baju, tunggu aku," teriak Nindi yang sudah masuk ke dalam kamar mandi, Nindi memilih berganti baju di kamar mandi agar tak menyebabkan masalah lagi.
Tristan tersenyum, ancamannya sungguh ampuh membuat sang istri patuh. "Ck kalau dia sudah mencoba lagi pasti ketagihan," gerutu Tristan.
Tristan pun membuka lemari dan memilih baju santai yang cocok untuk dia pakai jalan berdua dengan sang istri.
.
.
Di sinilah mereka berdua.....
"Apa kamu suka?" Tanya Tristan yang saat ini masih menggenggam tangan Nindi.
"Suka," jawab Nindi tersenyum lebar.
"Ah tahu gini aku tidak pakai baju seperti ini," protes Nindi dengan wajah cemberut.
"Ya memang aku sengaja agar tak ada yang menatap istri ku dengan lapar," jawab Tristan.
Nindi mendengus kesal, pakaian yang dia kenakan tak cocok dia gunakan di pantai dan ini semua ulah suaminya yang rese itu.
"Sabar Nindi, yang penting liburan gratis," batinnya.
"Wah bagus ya pantainya," Nindi melepaskan genggaman tangan Tristan dan melepas sepatunya setelah itu dia berlari mendekat ke arah pantai.
"Ayo," Nindi berteriak meminta Tristan mendekati dia.
Tristan tersenyum melihat istrinya seperti anak kecil.
Byur byur byur byur....
Wajah Tristan basah terkena cipratan air yang sengaja Nindi arahkan untuk dirinya.
"Ha ha ha ha ha ha ha...." Nindi tertawa senang.
"Awas ya kamu," Tristan mencoba mengejar Nindi.
"Ha ha ha, ayo kejar aku," bukannya meminta maaf Nindi justru berlari menjauh dari sang suami.
"Tunggu... Jangan lari," teriak Tristan saat tahu istrinya ingin kabur darinya.
"Ha ha ha, ayo tangkap aku kalau bisa," ledek Nindi.
"Awas kalau kena ku hukum kamu," teriak Tristan.
"Wle tidak takut," ledek Nindi menjulurkan lidahnya.
"Ah dasar nakal...."
Keduanya pun berlari saling kejar-kejaran.
Hap... Tristan memeluk Nindi dari belakang.
"Kena kamu," kata Tristan dengan senang.
"Hos hos hos hos hos hos.... Sudah aku capek berlari," kata Nindi dengan nafas ngos-ngosan.
"Siapa suruh kamu lari," kata Tristan.
"Karena kamu sudah aku dapatkan, terimalah hukuman ku," kata Tristan dengan senyum nakalnya.
"Tidak ...." Tolak Nindi.
"Ahh....." Nindi berteriak kala Tristan menghujani wajahnya dengan ciuman.
Cup cup cup cup...
Tristan memberikan ciuman bertubi-tubi di wajah istrinya.
"Ha ha ha ha ha, geli... Hentikan... Hentikan..." Teriak Nindi.
"Salah sendiri kamu nakal."
"Ampun... Ampun..."
Tristan pun melepaskan pelukannya dan menatap sang istri.
"Ayo kita ke sana?" Ajak Tristan menunjuk ke arah restoran yang berada di dekat pantai dengan pantai sebagai pemandangan.
"Ayo, aku sudah lapar," jawab Nindi.
Tristan pun menarik tangan sang istri seperti biasanya, Nindi pun tak keberatan karena sudah terbiasa dengan perlakuan suaminya yang posesif itu.
"Begini ya rasanya punya suami posesif," batin Nindi yang seakan baru sadar suaminya itu terlalu posesif.
Sampailah keduanya di restoran dan memesan es kelapa muda sebagai penghilang rasa haus. Keduanya pun memesan beberapa makanan untuk mengisi perut kosong mereka.
Bersambung....
