Raya yang baru saja melakukan ujian nasional, mendapatkan musibah saat akan datang ke tempat tinggal temannya. Kesuciannya direnggut oleh pria tak dikenal. Raya memutuskan untuk melaporkannya ke polisi. Bukannya keadilan yang dia dapatkan, namun ancaman. Tidak hanya sampai di situ saja, dia dinyatakan hamil akibat insiden itu. Lagi-lagi bukannya keadilan yang dia dapatkan, namun perlakuan buruk yang dia terima.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ROZE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30 Asal Usul yang Tidak Jelas
"Aya, i miss you so much," ucap Livia sambil memeluk Raya dengan erat.
"Kamu kadang sekali ke kampus," lanjutnya.
Kuliah online memang membuat Raya jarang datang ke kampusnya. Belum lagi tugas yang juga bisa dikirimkan melalui email atau chat. Jika dosennya ingin bertemu, baru dia akan datang. Menjadi anak emas di dua jurusan, membuat Raya dipandang dengan tatapan iri oleh orang-orang.
"Aku dengar kamu ngejar kelulusan?"
"Iya, aku ingin cepat lulus, kalau bisa tiga tahun aku sudah lulus. Aku ingin fokus bekerja."
Saat ini, mereka sedang berada di kantin. Ada banyak buku tebal yang Raya letakkan di meja, salah satu alasan kenapa dia ada di kampus saat ini.
"Aya, apa hari Minggu nanti kamu ada waktu?"
"Belum tahu. Biasanya aku akan bersih-bersih rumah, mencuci, mengerjakan tugas kuliah."
Atau mengajak Rean dan Rion jalan-jalan walau hanya ke taman saja, lanjutnya dalam hati.
"Memangnya kenapa?" tanya Raya.
"Aku ingin mengajak kamu jalan-jalan. Entah makan atau nonton. Selama kita kenal, kita belum pernah jalan bersama. Kamu selalu sibuk dengan kuliah dan bekerja."
Raya meringis. Benar apa yang dikatakan oleh Livia. Jangankan untuk jalan-jalan dengan temannya, untuk me time saja dia tidak bisa. Dia bukan remaja pada umumnya.
Tanggung jawabnya begitu besar. ada dua anak yang harus dia nafkahi. Dinafkahi dengan sungguh-sungguh saja, dia dianggap tidak becus oleh pria itu, apalagi jika dia abai?
"Mau ya ya ya?"
"Kita lihat nanti."
Raya tiba di rumah malam harinya. Dia melihat Rean dan Rion yang sibuk dengan berbagai barang yang ada di hadapannya. Alat-alat mewarnai juga buku-buku bergambar.
Perempuan itu menghela nafas berat. Memang susah memberikan pemahaman kepada anak kecil.
Lagi-lagi dilihatnya berbagai bungkus makanan dari restoran.
Ya sudah, penuh baik diam, daripada nanti anak-anaknya mengatakan dia ibu yang jahat.
"Aya, ayo makan. Tadi aku mendapatkan makanan ini dari atasanku yang merayakan ulang tahunnya."
Raut wajah Raya langsung berubah, sedikit lebih cerah.
"Mommy, maafkan Lean dan Lion."
"Mommy sudah memaafkan kalian."
Bel berbunyi, seorang kurir mengantarkan makanan dari salah satu restoran.
Siapa lagi pengirimnya kalau bukan Keanu. Makanan itu diletakkan di atas meja, tidak ada yang bicara.
Setiap kali melihat apa yang diberikan oleh pria itu untuk Rean dan Rion, tumbuh rasa tidak percaya diri dalam hati Raya.
Pria itu benar-benar menggunakan kelemahan Raya.
Bel kembali berbunyi, Keanu langsung masuk disusul oleh Vindra dan Virza.
"Dasar gak punya sopan santun!" ucap Raya dengan ketus.
Hanya Virza yang menunjukkan wajah meminta maaf, meski tidak mengatakan apa-apa.
"Rean, Rion, daddy datang."
"Daddy."
Dipeluknya kedua anak itu, yang dibalas dengan pelukan singkat, sambil melirik takut-takut pada Raya.
"Kalian tidur bersama daddy, yuk."
"Tidak boleh!"
"Kamu tidak berhak melarang mereka."
"Aku berhak, karena aku ibu yang melahirkan dan membesarkan mereka."
"Daddy, kami di sini saja."
"Kamu lihat saja, apa yang akan aku lakukan."
Keesokan harinya, Raya dijemput paksa oleh seorang pria saat dia bekerja, dan saat ini dia sedang berada di salah satu restoran.
"Berikan kedua anak itu kepada keluarga kami."
"Tidak akan."
"Kalau kamu tidak mau memberikan mereka dengan cara baik-baik, maka saya akan merebut mereka dengan cara saya sendiri," ucap Justin.
"Anda adalah seorang ayah. Apa Anda mau anak Anda direbut oleh orang lain? Bahkan kalau nyawa taruhannya, maka Anda pasti akan mempertahankan anak Anda, bukan? Seperti itulah saya."
Justin menatap lekat perempuan muda yang ada di hadapannya ini. Entah apa yang ada di pikiran pria itu setiap kali melihat Raya.
"Keanu akan menikah dengan perempuan lain, dan perempuan itu yang akan menjadi ibu untuk mereka."
"Kenapa tidak meminta saja cucu dari perempuan itu? Apa dia mandul?"
Terdengar jahat saat Raya mengatakan perempuan lain mandul. Tapi dia memang bisa menjadi jahat demi mempertahankan anak-anaknya.
"Kamu hanya gadis yatim piatu yang asal usulnya tidak jelas, tidak berhak mengajari kami apa yang bisa dan tidak bisa kami lakukan."
Asal usul yang tidak jelas!
Raya benci saat ada yang mengatakan itu, meski kenyataannya, asal usulnya memang tidak jelas.
Jangan-jangan dia juga anak hasil hubungan terlarang? Anak hasil pemerkosaan?
Apa Rean dan Rion juga akan bernasib sama dengannya jika orang-orang tahu kalau mereka anak di luar nikah?
Raya menatap kosong punggung Justin yang pergi begitu saja. Bibirnya bergetar, menahan isak tangis yang selalu dia tahan selama ini.
...****************...
"Sayang, mommy mau jalan dulu, ya, sama teman mommy. Kalian mau mommy bawakan apa?"
"Es klim."
"Oke. Mommy tidak akan lama."
Hari ini Raya dan Livia akan pergi ke mall, karena gadis itu minta ditemani untuk membeli baju.
Sebenarnya Raya sangat malas untuk pergi, tapi dia juga tidak enak pada Livia jika selalu menolak ajakan gadis itu.
"Aya!" panggil Livia sambil melambaikan tangannya.
Livia mengajak Raya masuk ke salah satu butik ternama yang ada di mall itu.
"Menurut kami yang mana?"
"Yang ini saja."
Raya menunjuk dress yang tidak terlalu terbuka.
Livia memilih satu dress lagi yang akan dia berikan untuk Raya. Tidak perlu bilang pada perempuan itu, karena Raya pasti akan menolak.
"Kita ke sana dulu, ya."
"Kamu mau beli baju untuk keponakan kamu?"
Raya tersenyum saja. Bukannya dia tidak mau mengakui Rean dan Rion sebagai anaknya, tapi dia hanya tidak mau nanti akan ada banyak pertanyaan. Apalagi kalau sampai banyak orang yang tahu kalau Rean dan Rion anak di luar nikah. Dia ingin menjaga psikis kedua anaknya, meski mungkin psikis kedua anak itu tidak bisa dia jaga sepenuhnya karena besar tanpa kehadiran seorang ayah, lalu ayahnya datang tiba-tiba, juga melihat kedua orang tuanya yang ternyata tidak akur.
Livia membaca pesan yang masuk di ponselnya, sementara Raya memilih baju.
"Sudah?"
"Sudah."
"Kita makan dulu, ya."
Livia mengajak Raya ke salah satu restoran yang tidak jauh dari mall itu.
"Aku pulang saja, Liv."
"Tidak, kita harus makan dulu."
Raya merasa sudah terlalu lama meninggalkan Rean dan Rion. Meski ada Nina bersama si kembar, tetap saja dia cemas. Bagaimana nanti kalau Rean dan Rion dibawa paksa oleh pria itu?
"Maaf, Livia terlambat."
Orang yang ada di dalam ruangan VIP itu menatap ke arah pintu, membuat Raya juga akhirnya berhenti melangkah.
"Aya, ayo sini."
Raya mengangguk sedikit, lalu duduk di sebelah Raya dengan tidak nyaman.