Seorang lelaki bernama Muhammad Zayn Malik berusia 22 tahun yang hampir saja di hajar massa karena sebuah kesalahpahaman dan ditolong oleh seorang Kiai pendiri salah satu pesantren.
Saat itu ia sangat ketakutan karena hampir saja nyawa nya hilang seketika. Lelaki itu dibawa oleh Kiai ke pesantren miliknya. Saat itu pernikahan putri satu-satunya akan di berlangsungkan dengan seorang ustadz. Namun karena suatu kesalahan yang dilakukan oleh ustadz tersebut, ustadz itu tiba-tiba saja membatalkan pernikahannya sehari sebelum hari H. Kiai Hanan beserta keluarga tak dapat berkata lagi. Lelaki yang ditolong Abah Hanan mengajukan diri untuk menikahi putri Kiai tersebut agar keluarga besar kiai Hanan tidak menanggung malu, hal itu ia lakukan demi membalas kebaikan kiai Hanan. Dan ia pun resmi menjadi suami dari Zahra gadis 21 tahun tersebut walaupun tanpa adanya cinta diantara merekra.
Follow Ig Author @winda_srimawati
Baca juga karya pertama Author yang berjudul PENANTIAN KEKASIH HALAL
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ke Curug
Di hari terakhir Zahra tinggal dirumah kedua orang tuanya. Zahra mengajak Zayn untuk ke Curug yang lokasinya tidak jauh dari kediaman Kiai Hanan. Ia juga ingin semakin dekat dan mengenal suaminya itu. Sedikit demi sedikit Zahra telah mengetahui bagaimana karakter Zayn.
Sepertinya Zahra sendiri sudah mulai ada perasaan dengan kekasih halalnya. Entah kapan perasaan itu tumbuh, yang pasti seiring berjalannya waktu, rasa nyaman itu muncul setiap kali bersama sang suami.
Perlahan Zahra mendekati Zayn yang tengah duduk di sofa yang ada di kamar mereka. Zayn tampak serius dengan laptopnya, entah apa yang dikerjakan oleh Zayn.
"Mas sibuk?"
Mendengar suara istrinya yang mendekat, Zayn menutup laptopnya dan beralih menatap netra indah Zahra.
"Kenapa? Mas hanya mengecek keuangan Cafe."
Ya, walaupun Zayn masih mahasiswa tingkat akhir, ia telah memiliki bisnis sendiri, yaitu sebuah cafe yang lumayan terkenal di kota tempat tinggalnya. Makanya sewaktu Zayn mengatakan ingin menikahi putri seorang Kiai kepada kedua orang tuanya, orang tuanya tidak mempermasalahkan itu, karena Zayn sudah memiliki penghasilan sendiri. Namun cafe ini dikelola oleh orang kepercayaan Zayn. Zayn hanya mengecek laporan bulanan yang dikirim oleh orang kepercayaannya kepada Zayn.
"Hhmm, kan kita nanti sore kembali kerumah mama. Bagaimana sebelum pulang kita ke Curug yang ada di dekat sini, Zahra yakin mas pasti suka. Kata mama mas itu memiliki jiwa petualang. Tapi kalau mas mau sih."
Zahra menundukkan kepalanya, takut jika suaminya itu menolak, walaupun selama ini Zayn tidak pernah menolak keinginan Zahra sama sekali, tetap saja terkadang Zahra takut mengganggu kesibukan suaminya.
"Boleh, mas juga sudah lama sekali tidak ke Curug ataupun ke wisata alam lainnya."
"Terimakasih mas,"
Zahra refleks memeluk Zayn. Pandangan mereka bertemu, entah perasaan apa yang kini mereka rasakan. Jarak yang semakin terkikis membuat gelenyar aneh dalam diri mereka masing-masing. Perlahan tatapan itu semakin intens, pandangan Zayn kini beralih menatap bibir mungil sang istri, entah kenapa ia ingin merasakan rasa manis itu. Perlahan ia mendekati wajahnya dengan wajah sang istri. Jantung Zahra semakin berdebar kala suaminya mendekati wajahnya dengan wajah Zahra. Refleks Zahra menutup mata, perlahan Zayn mengecup ranum merah sang istri, semakin dalam dan intens, Zahra hanya diam tanpa membalas apa yang dilakukan suaminya.
Tok.. Tok.. Tok..
Suara ketukan pintu membuat aktivitas mereka terhenti, baik Zayn dan Zahra sama-sama canggung, Zahra segera memakai cadarnya dan membuka pintu.
"Assalamu'alaikum, maaf Ning kalau bibi mengganggu, itu motor yang Ning minta sudah ada di depan."
Ternyata asisten rumah tangga mereka yang mengetuk pintu. Zahra memang meminta tolong untuk menyewa motor trail untuk pergi kecurug tersebut, karena perjalanan kesana hanya ada jalan setapak yang cukup kecil dan pas untuk motor saja.
"Wa'alaikumsalam, baik bi, terimakasih."
"Sama-sama ning, ini kunci motornya ning. Kalau begitu bibi permisi, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Zahra pun menutup pintu kembali dan menghampiri suaminya yang sudah mengganti pakaian.
"Mas ayo, itu motornya sudah di depan."
"Motor?"
"Iya, kita kesana pakai motor trail, karena tidak bisa menggunakan mobil. Jalannya kecil dan hanya muat untuk kendaraan roda dua. Zahra tadi juga sudah izin dengan Abah dan Ummi."
"Ya sudah, ayo mas juga sudah siap."
Zahra sudah lebih dulu mengganti pakaiannya sewaktu Zayn sibuk dengan laptopnya. Akhirnya mereka keluar dari kamar bersamaan. Kebetulan sewaktu mau keluar rumah, Ashraf baru saja memasuki rumah.
"Mau kemana Zay? Dek?"
Ashraf melihat adik dan iparnya yang seperti ingin pergi dengan pakaian santai. Karena Ia melihat Zahra menggunakan rok celana yang biasa ia gunakan jika berwisata ke alam.
"Kecurug kak, mas Zayn kan belum pernah kesana, jadi Zahra mau ajak mas Zayn kesana. Ya sudah, kalau begitu kita berdua pergi ya kak."
"Hati-hati kalau begitu, oh iya, jagain Zahra ya Zay, Zahra ini terkadang ceroboh."
"Siap InsyaaAllah kak."
"Assalamu'alaikum," salam Zahra dan Zayn bersamaan.
"Wa'alaikumsalam."
Zahra menyerahkan kunci motornya kepada Zayn. Zayn melihat motor trail berdiri di halaman rumah. Ternyata istrinya itu seniat ini untuk mengajaknya pergi ke Curug, sampai menyewa motor trail segala. Ada perasaan yang tak bisa ia jelaskan, yang pasti Zayn merasa bahagia saat ini karena sang istri berusaha untuk memahami dirinya. Ia jadi ingin melakukan apapun untuk kebahagiaan Zahra, ia ingin perlahan memahami dan menerima Zahra sebagai wanita satu-satunya dalam hidupnya.
Kini mereka telah menaiki kendaraan roda dua itu menyusuri jalan setapak menuju sebuah Curug yang tidak terlalu jauh dari pesantren, hanya memakan waktu kurang lebih dua kilometer. Zayn menarik tangan istrinya untuk mengeratkan pelukannya di pinggangnya sendiri. Saat ini diantara mereka tidak ada jarak, karena badan mereka benar-benar menempel diatas kendaraan roda dua itu. Ini pertama kalinya baik Zahra maupun Zayn pergi berdua menggunakan motor, terlebih ke wisata alam. Hingga akhirnya mereka tiba juga di Curug tersebut. Zayn segera memarkirkan kendaraan roda duanya di depan saung yang memang ada disana. Nampak pemandangan yang indah dan air yang jernih.
"MasyaaAllah, ternyata tidak ada yang berubah sama sekali. Mas suka disini?"
"Suka, terimakasih sayang."
Deg!
Lagi-lagi dada Zahra kembali berdebar, ini kedua kalinya Zayn memanggil dirinya dengan sebutan sayang. Sepertinya ia harus membiasakan diri untuk panggilan tersebut. Zahra melihat Zayn perlahan merubah sikapnya dengan dirinya, semakin hangat dan lembut.
"Sama-sama mas. Yuk kesana."
Zahra menunjuk sebuah bebatuan yang ada di tepi Curug itu. Mereka duduk disana, banyak yang mereka obrolkan, baik hobi dan kegiatan mereka sebelum menikah.
"Kamu dulu sering kesini?"
"Kalau Zahra lagi capek dan butuh refreshing pasti kesini. Karena ini tempat yang paling dekat dari rumah."
"Sama siapa? Sendiri?"
"Tidak mas, mana boleh Zahra pergi sendiri, kalau tidak sama kak Ashraf, pasti sama Hawa."
Zayn mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia pikir Zahra pergi dengan Azlan. Mana mungkin juga jika Zahra pergi berdua dengan yang bukan mahramnya. Perlahan Zahra berdiri, Zayn hanya memperhatikan apa yang dilakukan oleh istrinya. Saat Zahra melangkah, kakinya tergelincir di salah satu bebatuan, Zayn yang tak jauh dari Zahra berlari dan mendekap erat tubuh sang istri.
Lagi-lagi pandangan itu bertemu. Entah kenapa Zayn tidak bisa mengalihkan pandangannya dari binar indah sang istri. Tatapan itu semakin dalam, tak lama hujan rintik-rintik membasahi bumi Pertiwi. Refleks mereka berdiri tegap. Zahra menarik tangan Zayn menuju saung yang ada disana, mereka berteduh di dalamnya. Saung itu tampak bersih dan lengkap ada kasur kecil dan lampu penerang serta sebuah kursi rotan didalamnya. Mereka duduk berdua disana memandang ke arah luar menatap hujan yang tengah merindukan bumi.
...----------------...
...To Be Continued...