"Apa yang mereka lihat itu tidak benar. Aku tidak melakukan apapun dengan dia di kamar hotel itu. Mereka salah sangka, aku tidak ingin menikah dengannya!"
Pernikahan bahagia dengan pasangan yang dicintai adalah sesuatu yang diimpikan setiap manusia begitu juga Bianca, tetapi impian itu kandas setelah dia terjebak di sebuah pernikahan yang tidak dia inginkan.
Menikah dengan pengusaha kaya, tetapi melalui sebuah peristiwa yang tidak sengaja, terekspos media mereka tidur berdua di kamar hotel.
Entah mereka akan dapat saling mencintai atau malah berpisah di meja pengadilan, hati memang tidak bisa diperkirakan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudhi Nita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perbincangan Dengan Pak Anton
Bianca merasa takut saat Key mulai memasuki kamar. Dia menunduk, tidak berani menatapnya.
"Kenapa kamu keluar dari kamar? Apa sudah merasa sehat!"
Dia bertanya atau membentakku?
"Sudah sehat."
"Kerjakan tugasmu!"
"B-baik." Meski kepalanya masih sedikit terasa berdenyut, tapi Bianca berusaha mengerjakan tugasnya, menyiapkan mandi sore dan baju ganti untuk suaminya.
Benar kan, dia kembali bossy seperti sedia kala.
Key tersenyum tipis saat gadis itu mulai menjalankan tugasnya.
Dia sudah sehat, ternyata.
Malam itu, Bianca kembali berbaring di sofa. Key bisa tertidur pulas karena gadis itu telah sehat kembali. Hanya Bianca yang masih membuka matanya, karena seharian dia hanya tidur. Bianca duduk di sofa, kemudian menengok ke tempat tidur Key, melihat pria itu tidur kedinginan tanpa selimut. Dia beranjak berniat untuk membenarkan selimut.
Saat selimut itu ia bentangkan dan membungkuk, ternyata kakinya terpeleset, lalu bibirnya menempel ke bibir Key. Sontak pria itu terperanjat lalu bangun.
"Hey! Kenapa kamu?? Mencoba menciumku ya?"
"Ti-tidak Key, aku membetulkan selimut," ujarnya sambil mengusap bibir, lalu berlari keluar menuju ke bawah mengambil segelas air putih, kemudian berkumur lalu menelan air itu, saking gugupnya.
"Aih, kenapa malah aku telan?? Harusnya kukeluarkan air kumur bekas ciuman itu! Kenapa juga aku malah menciumnya sih??"
Dia merutuki ciuman pertamanya yang seharusnya bukan untuk pria itu, meski tidak sengaja.
Sementara di kamar, Key terlihat tenang lalu menggelengkan kepala melihat gadis itu, kemudian kembali terlelap.
Bianca semakin tidak bisa memejamkan mata. Dia mencoba berkeliling. Rumah itu sangat sepi. Tak ada orang yang bisa diajak bicara menemaninya. Eh, ada seseorang di ruang baca.
Dia manusia kan?
Bianca mencoba masuk, lalu mendekati pria itu. Pak Anton!
Dengan ragu, Bianca memanggilnya pelan.
"Pak Anton?"
Pria paruh baya itu menengok, semula terkejut melihat gadis itu tapi kemudian tersenyum pada Bianca.
"Bianca, kenapa belum tidur?" Dia memegang sebuah buku tebal tentang kehidupan.
"Saya belum bisa tidur."
"Duduklah, jika mau menemani saya di ruangan ini."
Gadis itu duduk di sebelah Pak Anton, menatapnya sebentar. Wajahnya sedikit mirip dengan Key, tetapi sifatnya lebih lembut. Mungkin sifat dingin Key diturunkan oleh mendiang ibunya.
"Pak Anton, kenapa belum tidur?"
Pria itu menghela napas, sepertinya ada hal yang mengganggu pikirannya. Hingga malam ini dia belum bisa tidur.
"Banyak sekali hal yang kupikirkan Bianca. Oh ya, terima kasih telah menemani Susan. Meski dia bukan anak kandungku, tapi dia sudah aku anggap anakku sendiri. Hanya dia yang mengerti diriku."
Meski heran kenapa malah ayah tiri bukan ibu kandungnya yang berterima kasih, tak urung Bianca mengangguk. "Dia gadis yang baik, Pak Anton."
"Kamu benar Bianca, dia jauh dari sifat ibunya. Eh, maaf malah jadi cerita tentang itu," ujar Pak Anton merasa tidak enak pada gadis itu.
Bianca merasa Pak Anton membutuhkan seseorang untuk diajak bicara. Nada bicaranya berat, seperti terbebani masalah.
"Tidak mengapa, Pak. Saya malah senang jika anda bercerita. Mungkin, saya bisa meringankan beban meski hanya dengan mendengar masalah anda."
Tiba-tiba mata Pak Anton berkaca-kaca. Dia menunduk dan memegang pelipisnya.
"Bianca, kamu gadis yang baik juga. Tak seharusnya kamu menjadi mainan dalam pernikahan ini. Aku minta maaf karena telah menyuruh Key untuk menikahimu, hanya karena ingin membersihkan nama baik perusahaan. Setelah berhari-hari kamu di sini, banyak perubahan pada Key dan rumah ini."
Bianca mendengarkan sambil menunduk, bermain dengan kukunya. Tak ada yang bisa dia katakan pada Pak Anton. Sejujurnya dia menyesali kenapa dia harus berada di rumah ini, meski rasa nyaman mulai menghinggapi, tapi tetap saja dia bukan merupakan bagian dari keluarga ini.
"Aku menikahi Winda untuk menemani sisa hidupku karena istri pertamaku meninggal saat Key berusia 20 tahun. Ternyata Winda adalah wanita dengan jiwa sosialita yang tinggi. Dulu kukira dia wanita sederhana. Ternyata tidak. Pikiranku tidak bisa tenang dengan segala jenis permintaanya."
"Ah, maaf Bianca, omonganku malah melantur kemana-mana," ujar Pria yang terlihat menyedihkan itu.
Bianca tersenyum seolah senyumnya berkata tidak apa-apa. Dia menjadi iba pada pria itu. Pria paruh baya dengan banyak beban pikiran di usia senjanya.
"Mungkin kamu berpikir kenapa kami tidak berpisah. Disamping Winda tidak mau aku cerai, aku kasihan pada Susan. Dia yang sering menghiburku saat sedih."
Bianca mengangguk-angguk. Masalah yang rumit. Satu pihak tidak mau berpisah, tapi pihak satu lagi ingin berpisah tetapi sayang pada anak tirinya.
"Maaf Bianca, malam ini bukannya kamu istirahat, malah berbincang denganku. Kamu tidak rindu pada keluargamu?"
Kali ini mata Bianca terasa hangat. Air mata membendung di matanya mendengar kata rindu. Apalagi saat sakit kemarin dia membutuhkan ibunya. Setegar-tegarnya gadis itu ada juga yang membuatnya rapuh.
"Jangan menangis Bianca. Setiap akhir pekan, kamu kan bisa mengunjungi keluargamu."
"Iya, Pak Anton." Gadis itu mengusap air matanya.
"Mm .... Ayahmu kerja apa?"
"Dia ikut sebuah perusahaan, Pak. Terkadang dia pergi ke luar kota untuk mengantar bossnya."
"Ibu kamu?"
"Dia seorang ibu rumah tangga yang baik," jawab Bianca mulai berbinar menceritakan keluarganya.
"Ada berapa saudaramu Bianca?"
"Saya masih punya seorang adik lelaki yang selalu memeluk jika saya pulang."
"Namanya Brian?"
"Pak Anton, tahu?" Hampir gadis itu menjerit senang hanya karena pria itu telah mengetahui nama adiknya.
"Dia suka bermain dengan Susan, kan?"
Bianca mengangguk.
"Susan bercerita padaku. Dia merasa hangat berada di keluarga kamu, Bianca. Terima kasih sekali lagi telah menerimanya dengan baik waktu itu. Meski kamu sendiri tidak diterima dengan baik di rumah ini."
"Maaf, Bianca."
Berkali-kali pria itu berterima kasih dan meminta maaf pada Bianca.
"Tidak mengapa, Pak Anton. Ini adalah konsekuensi saya atas kesalahan yang saya lakukan di hotel waktu itu."
"Sebenarnya, apa yang kalian lakukan waktu itu?"
Gadis itu menghembuskan napas pelan.
"Saya merasa lelah setelah membersihkan kamar yang menjadi tugas saya, lalu ketiduran di kamar itu. Ternyata, kamar itu masih dalam penyewaan Key. Entah bagaimana, kami jadi seperti tidur berdua dalam gambar yang diambil oleh wartawan."
"Aku tahu kamu jujur, Bianca. Ternyata kamu pun bukan sengaja untuk memeras Key. Hal itu semula yang ada di pikiranku."
"Tidak, Pak Anton. Saya tidak sengaja."
"Ya sudah, Bianca. Jalani semua dengan sabar ya, maaf aku tidak bisa berbuat apa-apa untukmu. Sudah, ini sudah sangat larut, kembalilah ke kamar. Nanti Key mencarimu."
"Baik, Pak Anton."
"Oh, ya. Terima kasih telah mendengar keluh kesahku, Bianca."
Bianca tersenyum dan mengangguk. Ternyata ini yang membuatnya tidak bisa tidur. Tuhan mempertemukan dengan Pak Anton dan perbincangan dengannya malam ini.
"Selamat malam, Pak Anton."
Semoga kamu bisa menjalani ini semua Bianca.
tapi niatmu jahat.