"Sampai kapan kamu akan berlindung di ketiak mama? Kalau sikap kamu manja seperti ini mana ada laki-laki yang mau menikahi kamu. Abang tahu kamu sering dimanfaatkan oleh pacar-pacar kamu itu 'kan?"
"Abang, jangan meremehkan aku. Aku ini bukan gadis manja seperti yang kau tuduhkan. Aku akan buktikan kalau aku bisa mandiri tanpa bantuan dari kalian."
Tak terima dianggap sebagai gadis manja, Kristal keluar dari rumahnya.
Bagaimana dia melalui kehidupannya tanpa fasilitas mewahnya selama ini?
Yang baca wajib komen!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nirwana Asri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baper
Kristal sampai di rumah sakit. Ketika dia memasuki ruangan Ruli sedang bersandar sambil memainkan handphonenya.
"Mas, kamu sudah sadar?" tanya Kristal sambil berhambur ke pelukan laki-laki itu.
"Kamu siapa?"
"Hish jangan pura-pura amnesia yang sakit bukan kepalamu," cibir Kristal.
"Oh iya lupa," jawab Ruli sambil terkekeh. Kristal memukul dada Ruli. Namun, sesaat kemudian dia memeluknya.
"Kamu kangen kan sama aku?" goda Ruli.
"Tentu saja. Kenapa kamu tidak bangun-bangun. Kamu tidak tahu betapa khawatirnya aku." Ruli mengecup kening Kristal sayang. "Maaf."
"Ehem."
Suara deheman itu membuat sepasang sejoli itu menoleh. Kristal bahkan mendorong tubuh Ruli hingga dia meringis kesakitan. "Sayang kamu mengenai lukaku," protesnya.
"Maaf aku tidak sengaja," ucap Kristal yang merasa bersalah.
"Kakak, bagaimana kabarmu? Maaf kamu terluka karena aku." Amara sangat sedih melihat kakaknya celaka karena dirinya.
"Ini semua bukan karena kamu. Jangan terus menyalahkan diri sendiri. Oh ya apakah kamu sudah berterima kasih pada Kristal karena dialah yang menyelamatkan kamu."
"Iya, terima kasih banyak, Kak Kristal. Kakak tahu dari mana kalau aku dibawa Vano ke hotel?"
"Waktu itu aku baru saja lembur. Kebetulan hotel itu milik keluargaku. Saat aku keluar dari toilet aku tidak sengaja melihatmu sedang mabuk. Lalu aku mengikutimu dan juga menghubungi mas Ruli."
"Kakak kenal Vano?" Kristal mengangguk.
"Dia cuma masa lalu yang sudah kubuang."
"Ya jelas, sudah ada aku sekarang yang akan jadi masa depanmu," sahut Ruli. Wajah Kristal merona setelah mendengar penuturan Ruli.
"Ish bikin baper aja." Kristal menahan senyum.
"Kristal apa yang kamu bawa itu?" tanya Lira saat melihat rantang yang dibawa oleh calon menantunya itu.
"Oh iya sampai lupa. Ini makanan dari mana, Tante. Bagaimana kalau kita makan sama-sama?" usul Kristal.
"Sayang, aku juga mau mencicipi masakan calon mertuaku." Lagi, Ruli selalu membuat Kristal meleleh dengan perkataan yang keluar dari mulutnya.
"Ah, kita pulang saja, Ma. Dunia hanya milik mereka berdua," sindir Amara. Semua orang terkekeh.
"Jangan pulang dulu. Habiskan makanannya. Tante pasti belum makan bukan? Amara ayo makan dulu!" Ajak Kristal.
Akhirnya mereka makan bersama di ruangan Ruli. Seolah-olah sedang piknik keluarga. Kristal juga menyuapi makanan ke mulut Ruli sesuai permintaanya.
Tiba-tiba dokter yang memeriksanya datang. "Wah sedang makan siang bersama ya? Maaf mengganggu acara makan siang kalian." Kristal dan yang lainnya menghentikan makannya. "Silakan, Dok," ucap Kristal mempersilakan dokter untuk memeriksa kekasihnya.
"Istrinya perhatian sekali ya, Pak. Dari semalam saya lihat dia begitu khawatir."
Ruli mengulas senyum di wajah tampannya. "Tentu saja, Dok." Ruli membenarkan omongan dokter itu. Meski yang dibenarkan hanyalah masalah kekhawatiran Kristal bukan yang lain.
"Lukanya masih belum kering ya, masih butuh waktu istirahat di sini beberapa hari. Jangan banyak bergerak supaya masa penyembuhannya lebih cepat."
"Terima kasih, Dok."
"Baik, saya permisi. Kalian bisa lanjut makan siangnya," pamit sang dokter wanita yang masih terlihat muda itu.
Mata Ruli mengikuti dokter itu sampai keluar ruangan. "Dokternya cantik ya?" Sindir Kristal.
Ruli terkekeh mendengar ucapan Kristal yang bernada cemburu. "Cantik."
Kristal mengepalkan tangan sambil menggertakkan giginya. "Tapi lebih cantik yang sedang berdiri di depanku kini," sambung Ruli.
"Bohong banget. Aku pulang aja." Tapi nyatanya apa yang dilakukan Kristal malah berlawanan dengan omongannya. Gadis itu duduk di tepi brankar yang sedang ditempati Ruli. Amara dan Lira yang melihat jadi geleng-geleng kepala.
Ruli menyelipkan anak rambut yang menutupi wajah cantik Kristal. "Jangan cemberut gitu, nanti wajahnya cepat keriput," ledek Ruli.
Kristal memajukan kepalanya. "Biar saja, kalau nggak ada yang mau sama aku, biar jadi perawan tua," jawab Kristal sewot tapi dengan nada pelan karena tak mau didengar oleh keluarga Ruli.
"Mama, aku tidak bisa membiarkan anak gadis orang ini jadi perawan tua. Apa setelah ini bisakah mama melamarnya untukku?" teriak Ruli.
"Hish, malu-maluin," protes Kristal. Dia merasa malu di hadapan Lira dan Amara.
Amara sangat senang kakaknya yang sedingin es itu bisa jadi orang yang berbeda ketika di dekat Kristal. Dia benar-benar membuat Ruli berubah. Amara juga melihat sang mama menerima Kristal. Jadi tidak ada alasan baginya untuk tidak menyetujui hubungan kakaknya itu. Apalagi Kristal telah berjasa padanya.
"Tenang saja, setelah kamu sembuh mama akan membawa banyak seserahan ke rumah Kristal," jawab Lira tak mau kalah.
Kristal merasa sangat beruntung mendapatkan kekasih seperti Ruli. Apalagi keluarganya merestui hubungan mereka. "Ah, apakah aku akan nikah muda?" batin Kristal hingga dia senyum-senyum sendiri.
Di tempat lain, Agung menyampaikan pada Alex bahwa hari ini dia bertemu dengan Kristal di depan rumah sakit.
"Adikmu bilang dia akan izin hari ini," kata Agung.
"Papa sudah cerita padaku kalau semalam terjadi insiden di hotel yang melibatkan Ruli dan adiknya," jawab Alex.
"Apa Ruli itu nama pacarnya?" tanya Agung yang belum pernah mendengar nama itu. Alex mengangguk. Lagi-lagi Agung merasa sesak di bagian dadanya ketika mendengar mengenai Kristal yang telah memiliki pacar lagi. Seandainya boleh berharap, Agung ingin kembali pada Kristal dan memperbaiki hubungan mereka.
Alex menepuk bahu Agung. "Kamu sudah move on 'kan? Jangan mengharapkan gadis manja itu lagi. Dia akan menyulitkanmu saja."
Agung tersenyum miring. "Dia itu adikmu, Bos. Kenapa malah menyebutnya gadis manja?"
"Carilah wanita lain yang lebih dewasa, Gung. Kamu berhak bahagia dengan wanita yang sesuai dengan kriteriamu."
"Sayangnya dari dulu kriteriaku seperti Kristal, Bos." Agung berkata dalam hati.
"Gung, sementara kamu yang handle kerjaan Kristal." Perintah Alex pada asisten pribadinya. Agung mengangguk paham. Setelah itu dia keluar dari ruangan Alex. Agung menghela nafas usai menutup pintu.
"Apa benar dia bukan jodohku. Aku masih berharap memiliki benang merah dengannya," gumam Agung lirih.
Usai pulang kerja, Agung janjian dengan Amar dan Andi di sebuah kafe. Biasanya Alex akan ikut karena mereka satu geng sejak SMA. Namun, Alex tidak bisa meninggalkan Sandra sendirian di rumah selama hamil kecuali ketika bekerja. Dia lebih suka menghabiskan sisa harinya dengan sang istri dan anaknya.
"Woi, Gung," panggil Andi yang sudah lebih dulu duduk di meja yang mereka pesan.
Agung berjalan ke arah teman-temannya. "Kalian sudah lama?" tanya Agung sambil menarik kursi.
"Ah, tidak. Kita baru saja sampai. Alex nggak ikut?" tanya Andi.
"Istrinya sedang hamil muda," jawab Agung.
"Wah tokcer juga tuh kecebongnya si Alex," puji Andi.
"Kecebong-kecebong? Kalau ngomong tuh difilter kita sedang berada di tempat umum," protes Amar.
"Lah bener 'kan? Aku aja satu nggak dapat-dapat," keluh Andi. Di usia pernikahannya yang sudah lebih dari lima tahun dia dan istrinya belum memiliki keturunan.
"Sabar, usaha harus disertai doa baru ada hasilnya." Amar menasehati.
"Iya, Tadz," ucap Andi dan Agung secara bersamaan.
"Nah lo kapan nikah Gung?" Tanya Andi.
Agung paling galau kalau ditanya soal kapan nikah. Pertanyaan yang selalu menjadi momok para jomblowan-jomblowati 🤣
Kira-kira Agung jawab apa ya?
*
*
*
Sambil nunggu up seperti biasa othor mau iklan novel teman