Lasmini adalah seorang gadis desa yang polos dan lugu, Ketenangannya terusik oleh kedatangan Hartawan, seorang pria kota yang bekerja di proyek pertambangan. Dengan janji manis dan rayuan maut, Hartawan berhasil memikat hati Lasmini dan menikahinya. Kebahagiaan semu itu hancur saat Lasmini mengandung tiga bulan. Hartawan, yang sudah merasa bosan dan memiliki istri di kota, pergi meninggalkan Lasmini.
Bara, sahabat Hartawan yang diam-diam menginginkan Lasmini. Alih-alih melindungi, Hartawan malah dengan keji "menghadiahkan" Lasmini kepada Bara, pengkhianatan ini menjadi awal dari malapetaka yang jauh lebih kejam bagi Lasmini.
Bara dan kelima temannya menculik Lasmini dan membawanya ke perkebunan karet. Di sana, Lasmini diperkosa secara bergiliran oleh keenam pria itu hingga tak berdaya. Dalam upaya menghilangkan jejak, mereka mengubur Lasmini hidup-hidup di dalam tanah.
Apakah yang akan terjadi selanjutnya terhadap Lasmini?
Mungkinkah Lasmini selamat dan bangkit dari kuburannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli Priwanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masuk perangkap dan kecurigaan Bara
Pagi harinya, mentari bersinar malas di balik tirai kamar Prabu. Ia sudah rapi dengan setelan jas hitam yang elegan, bersiap menjalankan peran barunya sebagai perpanjangan tangan "Pewaris Sancaka Group."
Sementara itu, di kediamannya, Hartawan terbangun dengan bayangan Lasmini/Suci Sancaka masih memenuhi benaknya. Pelukan Kinanti semalam terasa hambar, wajah istrinya benar-benar kabur di tengah desakan hasrat yang ia yakini sebagai ambisi murni terhadap kekayaan Suci Sancaka.
Hartawan sedang memimpin rapat pagi di Hotel Cansebu ketika ponselnya bergetar. Sebuah nomor tak dikenal muncul di layar. Ia permisi keluar dan mengangkat panggilan itu dengan alis berkerut.
"Halo?"
"Selamat pagi, Bapak Hartawan. Saya Prabu, dari perwakilan Sancaka Group. Saya menghubungi Anda atas permintaan Nyonya Suci Sancaka, oh iya...ini adalah nomer ponselnya Bu Suci, anda bisa save." Suara Prabu terdengar profesional dan berwibawa, jauh dari kesan pria yang menemani Lasmini kemarin.
Jantung Hartawan berdegup kencang.
"Sancaka Group? Ada keperluan apa?"
"Nyonya Suci Sancaka sangat terkesan dengan potensi Hotel Cansebu dan sedang mempertimbangkan untuk melakukan investasi strategis," kata Prabu, nadanya datar namun penuh makna. "Beliau berniat menanamkan modal saham yang signifikan di hotel Anda, dengan imbalan persentase keuntungan yang wajar, tentu saja. Beliau ingin bertemu langsung dengan Anda siang ini untuk membahas surat kerjasama."
Wajah Hartawan langsung berseri, matanya memancarkan keserakahan yang hampir tak tertahankan. "Investasi? Tentu saja! Ini... ini berita yang sangat baik! Saya akan segera menyiapkan ruang pertemuan."
"Sempurna," balas Prabu. "Nyonya Suci juga meminta agar Anda didampingi oleh orang kepercayaan Anda, yang mengurus keamanan dan operasional. Mungkin Bapak Bara?"
Permintaan itu langsung membuat Hartawan waspada. Kenapa harus Bara? Tetapi prospek kekayaan Sancaka Group segera menenggelamkan keraguannya. Lasmini—tidak, Suci Sancaka—pasti ingin memamerkan kekuatannya atau mungkin ia tertarik pada Bara? Hartawan tersenyum licik. Biarkan saja. Semakin Bara terlibat, semakin mudah ia mengendalikan semua.
"Baik, Tuan Prabu. Kami tunggu Anda dan Nyonya Suci di Hotel Cansebu, pukul dua siang ini," tutup Hartawan, suaranya dipenuhi kegembiraan yang dibuat-buat.
Pertemuan di Hotel Cansebu
Tepat pukul dua siang, Prabu tiba di Hotel Cansebu, tak sendirian. Ia berjalan berdampingan dengan Lasmini, yang kini menjelma sempurna sebagai Suci Sancaka.
Lasmini mengenakan setelan bisnis berwarna krem pucat yang berkelas, rambutnya disanggul rapi, dan aura dingin nan mahal memancar darinya. Ia tidak lagi menggunakan gaun zamrud provokatif, melainkan tampilan yang menampilkan kekuasaannya. Prabu berjalan tegap, tampak seperti tangan kanan yang loyal dan protektif.
Hartawan dan Bara sudah menunggu di ruang VIP. Hartawan, dengan senyum ramah yang dibuat-buat, segera menyambut.
"Nyonya Suci Sancaka, sebuah kehormatan besar bagi kami. Saya Hartawan, dan ini adalah Bara, asisten dan kepala keamanan saya." Hartawan mengulurkan tangan.
Lasmini menyambut uluran tangan Hartawan dengan sentuhan singkat dan dingin, tatapannya menusuk tajam, seolah sedang menilai sebuah properti yang akan dibelinya, bukan seorang pria.
"Silakan duduk, Tuan Hartawan," ujar Lasmini dengan suara yang terkontrol, tanpa emosi, dan sedikit lebih dalam dari suara Lasmini yang dulu.
Mereka duduk mengelilingi meja kaca bundar. Hartawan berusaha memecah keheningan yang mencekam.
"Tuan Prabu sudah menjelaskan niat baik Nyonya. Kami sangat berterima kasih atas minat Sancaka Group di hotel kami. Hotel Cansebu adalah aset yang sangat berpotensi..."
Lasmini mengangkat tangan, memotong perkataan Hartawan dengan gerakan elegan.
"Tuan Hartawan, saya tidak datang untuk mendengar presentasi. Waktu saya berharga. Saya akan langsung pada intinya."
Ia mengeluarkan map tebal berisi berkas kerjasama—yang isinya sudah disiapkan Prabu dengan skema saham miliknya.
"Sancaka Group siap menanamkan tiga puluh persen modal saham di Hotel Cansebu. Sebagai imbalannya, kami akan mendapatkan sepuluh persen dari total keuntungan operasional per bulan. Kami juga meminta satu kursi non-eksekutif di dewan direksi, yang akan diisi oleh Tuan Prabu."
Hartawan terkesiap. Tiga puluh persen modal! Itu adalah suntikan dana yang luar biasa besar untuk mengembangkannya menjadi hotel bintang lima.
"Sepuluh persen dari keuntungan dan satu kursi dewan direksi... Itu sangat wajar, Nyonya Sancaka! Kami setuju!" Hartawan hampir tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya.
Prabu tersenyum tipis, puas. Semudah ini Hartawan terjebak dalam jebakan harta.
Sementara itu, Bara di sudut ruangan mengamati setiap gerakan Suci Sancaka, matanya tidak berkedip. Ia meremas jimat taring macan di saku celananya. Wanita ini, aura gelap yang ia rasakan semalam kini tertutupi oleh lapisan kemewahan dan kesombongan. Namun, matanya... mata itu sama dengan mata Lasmini saat ia mengancamnya dulu.
Bara memutuskan untuk menyela.
"Maaf, Nyonya Sancaka," kata Bara, suaranya serak. "Sejauh yang saya tahu, Sancaka Group bergerak di bidang pertambangan dan properti di luar negeri. Kenapa tiba-tiba tertarik pada hotel di sini? Dan kenapa Anda ingin langsung menanamkan saham, bukannya investasi kecil-kecilan dulu?"
Pertanyaan Bara membuat Hartawan mendelik kesal.
"Bara!" tegurnya pelan.
Lasmini menoleh, tatapannya kini fokus sepenuhnya pada Bara. Senyum dingin tersungging di bibirnya.
"Tuan Bara. Ini adalah keputusan bisnis," jawab Lasmini santai. "Saya tidak perlu menjelaskan strategi investasi saya kepada Anda. Tapi jika Anda penasaran... Saya tertarik pada tantangan. Dan saya suka mengambil risiko. Apakah Anda keberatan dengan kekayaan saya, Tuan Bara?"
Lasmini membiarkan pertanyaan itu menggantung, menantang Bara. Aura dominasi yang dipancarkannya begitu kuat hingga Bara merasa terintimidasi, namun di saat yang sama, ia merasakan tarikan aneh, perpaduan antara takut dan ketertarikan, seperti sisa-sisa mantra yang mencoba menembus pertahanannya.
"Tidak, Nyonya. Hanya saja... Saya sudah mencari informasi tentang Anda, Nyonya Suci Sancaka," kata Bara, suaranya kembali tegar.
"Tapi tidak ada catatan apa pun. Seolah-olah Anda muncul dari udara. Bahkan Mbah Loreng, orang yang sering saya mintai pandangan, tidak bisa menerawang siapa Anda sebenarnya. Ia hanya bilang, Anda bukan wanita sembarangan."
Mendengar nama Mbah Loreng, Lasmini tersentak sesaat, sedikit rasa panik melintas di matanya sebelum dengan cepat ia kuasai. Prabu, yang melihat perubahan ekspresi itu, segera menyadari betapa kuatnya penangkal yang dimiliki Bara.
Lasmini tertawa kecil, tawa yang meremehkan.
"Oh, jadi Anda percaya pada dukun, Tuan Bara? Itu sungguh kolot. Jika Anda mencari saya di internet, wajar Anda tidak menemukan apa pun. Saya selalu bekerja di balik layar, mengurus aset-aset rahasia di luar negeri. Dan soal Mbah Loreng Anda..." Lasmini sedikit memajukan tubuhnya, mencondongkan kepalanya ke arah Bara, tatapannya menyala penuh ancaman.
"Katakan padanya, agar dia tidak ikut campur urusan orang kaya. Atau dia akan tahu akibatnya."
Ancaman itu jelas dan dingin. Hartawan segera menyela, panik.
"Mohon maaf, Nyonya Sancaka. Bara hanya terlalu protektif pada perusahaan ini. Mari kita lanjutkan. Tuan Prabu, bisakah kita mulai mengurus surat-suratnya?" Hartawan memberikan tatapan membunuh kepada Bara.
"Tentu," jawab Prabu, menyerahkan dokumen kepada Hartawan. "Surat-surat ini akan diverifikasi oleh pengacara kami. Begitu ditandatangani, Nyonya Suci akan segera mentransfer modal sahamnya."
Hartawan mengambil dokumen itu dengan tangan gemetar. Impiannya akan kekayaan dan kehidupan mewah kini berada tepat di depan mata. Ia melirik Lasmini, yang kini kembali memasang wajah dingin dan angkuh.
Dasar wanita licik! Pikir Hartawan, tetapi senyum penuh nafsu segera menggantikan amarahnya. Tak apa. Kau boleh memasang harga tinggi, tapi semua kekayaanmu akan jadi milikku juga. Aku akan mendapatkanmu, Suci Sancaka, dan hartamu!
Prabu dan Lasmini beranjak pergi setelah pertemuan selesai, meninggalkan Hartawan yang sudah terbuai oleh janji kekayaan.
Di sisi lain, Bara berdiri mematung di dekat jendela, melihat mobil mewah Lasmini pergi. Kalung taring macannya terasa hangat di genggamannya.
"Wanita ini... dia bukan hanya penipu. Dia adalah bahaya," bisik Bara dalam hati, namun di saat yang sama, bayangan Lasmini yang menggoda kembali melintas di benaknya, membuatnya harus berjuang melawan bisikan gairah yang didorong oleh mantra yang patah namun masih meninggalkan jejak. Ia harus tahu siapa Suci Sancaka sebenarnya.
Bersambung...
aku GK berani bc tp. cuma intip sinopsis.. keliatan serem banget