Dalam Sekuel kedua mengisahkan tentang lika-liku kehidupan Khaira Althafunnisa putri Hani dan Faiq dalam menemukan cinta sejati. Khaira telah menetapkan hatinya pada Abbas, seorang lelaki sederhana yang telah menggenggam hatinya sejak awal. Dengan kepergian Abbas meyakinkan Khaira bahwa mereka akan sehidup sesurga, hingga ia menutup hatinya untuk siapa pun yang mencoba mendekati dan meminangnya. Alexsander Ivandra seorang Ceo New Star Corp., tidak percaya yang namanya cinta sejati. Setelah diselingkuhi Sandra, kekasihnya yang seorang artis juga model termahal yang merupakan artis dibawah naungan manajemen artis miliknya, sulit bagi Ivan untuk mempercayai seorang wanita, hingga akhirnya pertemuan pertama hingga kesekian kali dengan Khaira membuat Ivan merasakan ada yang berbeda. Mampukah Ivan menaklukkan hati Khaira yang terlanjur membeku untuk memulai hubungan baru dengan seorang pria. Bagaimana cara Ivan untuk membuktikan bahwa perasaannya benar-benar tulus, bukan sekedar cinta biasa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leny Fairuz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Sementara itu di ruangan Helen, Adi melihatnya sedang menikmati makan siang dibantu seorang perawat rumah sakit, ketika ia baru saja memasuki ruangan.
“Mas, aku ingin segera kembali ke rumah…” lirih Helen begitu menyelesaikan makan siang. Ia meminta agar perawat segera membersihkan dan membawa bekas makan siangnya. Ia ingin bermanja pada suami tampannya yang kini tampak dingin. Helen yakin, dengan rayuannya sikap dingin Adi akan segera mencair.
“Cepatlah sehat. Aku juga ingin membicarakan beberapa hal padamu.” ujar Adi datar sambil menghenyakkan tubuhnya di sofa. Ia melirik jam di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul 12. Wajar saja perutnya terasa lain. Adi bangkit dari sofa.
“Aku ingin makan di luar, apa kamu menginginkan sesuatu?” Adi menatap Helen sekilas. “Aku akan menggaji seorang perawat untuk melayanimu selama masa pemulihan…”
Sesak di hati Helen melihat perubahan sikap Adi yang mulai berubah, tiada kelembutan seperti biasa. “Aku masih kenyang.” Helen menjawab lirih.
Tanpa mengucap sepatah kata lagi, Adi berjalan meninggalkan Helen dalam kesendirian. Ia belum bisa memutuskan langkah yang akan ia tempuh selanjutnya. Hanya keinginannya untuk berkumpul kembali bersama Hani dan anak-anak sangat kuat di dadanya. Ia yakin, semua akan mendukung keinginannya, apalagi dengan finansial yang ia miliki, maka mudah baginya untuk menyatukan keluarga yang telah tercerai berai.
Adi teringat mamanya belum kembali, karena masih membesuk Hasya, dengan langkah berat Adi berjalan menuju ruang perawatan anak. Melihat pintu yang tidak tertutup rapat membuatnya melangkah masuk ke dalam.
“Assalamu’alaikum…” Adi mengucap salam agar tidak mengejutkan semua yang hadir. Matanya tertuju pada tempat tidur yang hanya menyisakan Hani dan Hasya yang masih terbaring.
“Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.” Kembali semuanya kompak menjawab.
Adi menatap sekelilingnya. Darmawan dan si kembar beserta Gigi dan Fery duduk di sofa yang tersedia di ruangan itu. Sementara mamanya dan tante Marisa juga berada di antara mereka. Ia melihat mamanya berusaha mengajak si kembar berbicara.
“Bagaimana kabar si kecil?” Adi berjalan menghampiri Hani yang duduk di tempat tidur sambil membelai rambut Hasya yang sedang berbaring sambil meminum susu dari botol. Matanya sendu menatap Hasya yang masih tergolek lemah.
“Dokter sudah membolehkan membawanya pulang besok.” Ujar Hani tanpa memandang wajah Adi. Ia sadar tatapan Marisa dan Darmawan mengarah pada mereka, sementara Fery dan Gigi masih bertukar cerita dengan si kembar bersama Linda.
Adi menatap Hani dan Hasya dengan berbagai perasaan. Ingin rasanya ia merengkuh tubuh mungil itu ke dalam pelukannya. Aroma Chamomile yang pernah sangat dekat dan mengisi hari-harinya di masa lalu, terasa menyegarkan penciuman Adi.
Ia mengulurkan tangannya menyentuh rambut kriwil Hasya. Matanya berkaca-kaca. Ini kali kedua ia bisa menyentuh darah dagingnya yang terlalu kuat bersemayam di kepalanya. Bibir Adi bergetar tak tau harus berkata apa.
Hani menatap Adi sekilas. Ia melihat raut wajah Adi yang tampak sedih melihat keadaan Hasya. Timbul keinginan di hati Adi mencium si kecil, tetapi ia malu untuk mengatakan kepada Hani, dan Hani dapat melihat gerak-gerik Adi yang tampak bingung.
Ia bangkit dari tempat tidur dan menegakkan tubuhnya yang tadi ikut bersandar di tempat tidur Hasya. Hani mengarahkan pandangan kembali pada Hasya, “Apa om ini boleh menciummu, sayang?” suara Hani begitu lembut yang dibalas Hasya dengan anggukan.
Mendengar ucapan Hani, Adi merasa sedih sekaligus lega. Kesedihan yang ia rasakan karena mendengar putrinya memanggilnya dengan sebutan lain. Ia segera merapatkan tubuhnya pada tempat tidur Hasya.
“Ya, Allah perasaan apa ini?” detak jantung Adi berlari cepat ketika hidungnya mencium aroma bayi yang begitu menenangkan. Ia memejamkan mata merasakan kehangatan melingkupi hatinya, begitu bibirnya mendarat di kening Hasya.
“Cudah unda?” suara kenes Hasya membuat Adi membuka matanya. Mata bulat Hasya memandangnya dengan raut menggemaskan.
“Ya, sayang…” Hani tersenyum tipis sambil menganggukkan kepala.
Adi sadar, Hani mengalihkan pandangan ketika tatapan mereka bertemu. Dan ia kembali merasakan kesedihan akan hal itu. Tapi melihat senyum yang tercetak di bibir Hani membuatnya cukup senang.
“Assalamu’alaikum…” suara laki-laki mengejutkan keheningan yang tercipta sesaat.
“Papa…” Hasya berseru kesenangan. Sudah seharian ia tidak melihat sosok itu yang kini datang hanya menggunakan kaos santai dengan celana kain sambil membawa paper bag yang berisi mainan.
“Dedek belum boleh teriak-teriak.” Hani berusaha menahan Hasya yang ingin bangkit dan turun dari tempat tidurnya.
“Apa kabar kesayangan papa ini?” Faiq langsung mendaratkan kecupan ke pipi kiri dan kanan Hasya. Tangannya sekilas mengusap kepala Hani yang tertutup jilbab panjang sambil tersenyum yang dibalas Hani dengan senyuman mengembang di bibir mungilnya.
Adi tercekat melihat pemandangan itu. Bagaimana buah hatinya memperlakukan laki-laki lain sehangat itu. Keduanya tampak sangat dekat. Ia tak mampu berbuat apapun.
“Selamat sore tuan Aditama.” Faiq mengulurkan tangannya pada Adi yang langsung disambutnya dengan cepat. “Bagaimana keadaan istri anda, ku dengar ia juga di rawat di sini?”
Adi tertegun mendengar pertanyaan Faiq. Ia hanya tersenyum tipis. “Helen baik-baik saja. Sekarang dalam masa pemulihan.”
“Semoga kalian segera mendapatkan gantinya.” Doa Faiq tulus. Ia tidak ingin berprasangka buruk terhadap Adi dan keluarganya, karena ia yakin Yang Kuasa sudah mengatur yang terbaik untuk setiap hambanya.
Fery dan Gigi berjalan menghampiri mereka yang masih berdiri di samping tempat tidur Hasya. Sementara Hani membereskan paper bag yang tergeletak di atas tempat tidur. Isinya tak lain boneka barbie dan dua buah mobil untuk si kembar.
“Mas nggak usah terlalu manjain dedek. Lihatkan, kalau mas nggak ada, dede nggak mau makan.” Hani cemberut begitu Hasya bersemangat saat Faiq mulai menyuapinya.
“Nggak pa-pa, Rara sayang. Itu tandanya dede sayang papa.” Faiq mengusap kepala Hani dengan penuh kasih membuat Adi yang masih berdiri diantara mereka menelan ludah.
Perasaan gusar merayap dipikirannya, tapi apa yang dapat ia lakukan. Selama ini ia tidak pernah memperlakukan Hani selembut itu. Tetapi lelaki itu, begitu lembut dan sayangnya memperlakukan Hasya dan Hani yang merupakan orang asing dan tidak ada ikatan apapun pada mereka.
“Kapan dede keluar dari sini? Kita harus segera mempersiapkan pernikahan kita.” Faiq menatap Hani dengan lekat. Ia sudah tidak sabar untuk segera menghalalkan perempuan yang begitu ia puja selama ini.
“Deg!” jantung Adi berdetak sangat cepat mendengar pembicaraan mereka. Ia terhenyak, apa yang ia pikirkan. Otaknya serasa buntu.
“Besok kita sudah boleh membawanya pulang.” Darmawan menjawab cepat, “Ayah sudah berbicara dengan dokter yang menanganinya.”
“Fer, bisakah kita keluar. Ada yang ingin kubicarakan padamu.” Adi mengisyaratkan kepada Fery untuk mengikutinya keluar.
Linda terburu-buru mengikuti langkah Adi, “Saya juga ingin pamit. Semoga si kecil cepat sembuh…” Ia mengelus kepala Hasya dan tersenyum ramah pada Hani yang dibalas Hani dengan senyuman sambil menganggukkan kepala penuh hormat.
Baru kali ini Hani melihat senyum tulus yang tergambar di wajah mantan mertuanya. Selama ini jangankan untuk tersenyum, mengajak ia bicara pun sangat jarang dilakukan Linda, kecuali hanya untuk meremehkan dan menghinanya.
Ruangan kembali terasa hangat begitu Adi bersama Fery serta Linda meninggalkan mereka untuk kembali ke tempat masing-masing.
❤❤❤❤
almarhum Adi, Tariq ,Hani ,pastinya bahagia
❤❤❤❤