Kisah yang menceritakan tentang keteguhan hati seorang gadis sederhana, yang bernama Hanindya ningrum (24 tahun) dalam menghadapi kemelut rumah tangga, yang dibinanya bersama sang suami Albert kenan Alfarizi (31 tahun)
Mereka pasangan. Akan tetapi, selalu bersikap seperti orang asing.
Bahkan, pria itu tak segan bermesraan dengan kekasihnya di hadapan sang istri.
Karena, bagi Albert Kenan Alfarizi, pernikahan mereka hanyalah sebuah skenario yang ditulisnya. Namun, tidak bagi Hanin.
Gadis manis itu, selalu ikhlas menjalani perannya sebagai istri. Dan selalu ridho dengan nasib yang dituliskan tuhan untuknya.
Apa yang terjadi dengan rumah tangga mereka?
Dan bagaimana caranya Hanin bisa bertahan dengan sikap dingin dan tak berperasaan suaminya?
***
Di sini juga ada Season lanjutan ya say. Lebih tepatnya ada 3 kisah rumah tangga yang akan aku ceritakan. Dan, cerita ini saling berkaitan.
Selamat menikmati!
Mohon vote, like, dan komennya ya. Makasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shanayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29
Hanin dan Kenan, memasuki Villa mewah yang berlokasi di sekitar pantai Kuta. Hanin berdecak kagum sepanjang langkah kakinya. Matanya liar menatap sekelling. Mengaggumi dalam hati, karya seni yang terpajang di sana. Dimulai dari luar, hingga ke dalam ruangan. Semua terasa sangat menakjubkan.
Kenan melirik sang istri disela langkahnya. Terlihat senyum kecil terukir di bibir pria itu. "Tutup mulutmu. Nanti kemasukan lalat." Kenan menaikkan dagu Hanin yang sempat turun.
Aksi Kenan membuat Hanin merona. Dia malu karena berekspresinya terlalu berlebihan.
"Maaf mas." Dia, tersenyum kecut.
Mereka memasuki sebuah kamar. Rasa takjub Hanin kembali meradang, ketika melihat pemandangan yang tersaji. Kamar mewah, dengan pemandangan langsung ke samudra. Sungguh sangat memanjakan setiap mata yang memandangnya. Hanin berlari kecil menuju pintu kaca besar yang mengarah ke laut.
"Subhanallah...Indah sekali.." Hanin membuka pintu kaca besar. Berjalan menuju balkon. Menikmati pemandangan dari lantai dua villa. Hanin menutup mata, menghirup udara sedalam mungkin, mencoba menikmati setiap anugrah yang di tersedia.
"Apa kau suka dengan tempat ini?" Suara Kenan membuyarkan konsentrasinya. Pria itu memeluk pinggang Hanin dari belakang.
"Suka, tempat ini indah sekali. Tapi mas, kalau melihat betapa mewahnya villa ini, pasti sewanya sangat mahal." Hanin, tak berani memutar tubuh.
"Yah, lumayan. Tapi, kita menginab disini gratis." Kenan mulai menyandarkan kepalanya ke bahu sang istrinya.
"Lo, kok bisa gratis, apa mas kenal dengan pemilik Villanya?" Hanin bingung.
"Bukan hanya kenal. Tapi, akulah pemiliknya." Kenan mulai mengecup pipi Hanin lembut.
Hanin sedikit menggeliat, dia masih belum terbiasa dengan perlakuan manis sang suami.
"Waw.. seberapa kayanya pria ini?" Gumamnya dalam hati.
Suara ketukan pintu, mengurai kemesraan yang terjadi di balkon kamar itu. Kenan melepas pelukannya, dan berjalan menuju arah suara.
"Uh.. syukurlah." Hanin bernafas lega. Karena, suara ketukan pintu berhasil melepaskannya dari situasi canggung tadi.
"Ceht.. Kau mengganggu ku saja. Tidak bisakah kau datang 30 menit lagi?" Kenan berdecak kesal pada sang tamu.
"Maaf tuan, ada hal penting yang harus saya laporkan." Pria itu menunduk hormat.
"Masuklah!" Kenan memberi jalan. Menggiring tamunya keruang tengah Villa itu.
"Apa hal penting itu? Cepat katakan! Istriku sedang menunggu di sana." Kenan menunjuk ke arah kamar.
"Apa tuan Kenan sekarang sudah mulai memamerkan kemesraan mereka padaku?" Tamu tadi, yang tak lain adalah asisten Berryl mulai menggerutu.
"Saya ingin melaporkan. Kalau nona Afril, adik tuan. Sekarang sudah tiba di rumah besar."
Ucapan Berryl berhasil membuat Kenan sedikit terkejut. "Apa, Kenapa adikku bisa pulang tiba-tiba? Apa orang-orangmu tidak melaporkan sebelum dia pulang ke sini?" Kenan berucap dengan sedikit nada emosi.
Berryl kembali menunduk. "Maaf tuan. Orang kita mengatakan kalau nona Afril berhasil mengecoh mereka. Karena itu mereka tidak tau kalau nona sudah balik ke tanah air seorang diri."
"Berarti mereka tidak bekerja dengan kompeten. Pecat saja, aku tidak ingin mempekerjakan orang seperti itu untuk melindungi keselamatan adikku." Kenan berdiri.
"Pergilah, percepat jadwal kerja kita disini. Usahakan semuanya bisa selesai dalam 2 hari. Setelah itu, kita segera pulang. Aku harus menarik telinga gadis nakal itu." Kenan meninggalkan asisten Berryl disana.
"Baik tuan." Berryl menunduk. Setelah bosnya hilang dari pandangan, baru dia berjalan menuju pintu keluar.
***
Di sebuah kamar.
"Ita, apa kau tau kemana kakakku?" Afril bertanya pada kepala pelayan.
"Maaf nona, tuan hanya berkata kalau beliau pergi selama 4-5 hari kedepan. Tapi, tuan tidak bilang kemana mereka pergi." Ita menjelaskan.
"Mereka?" Afril mengernyitkan dahinya. "Apa kakakku pergi membawa wanita itu?" Dia bertanya.
"Iya, nona."
"Brengsek, ternyata kak Nesya benar. Gadis itu sudah berhasil mengalihkan kakakku." Afril mengepalkan tangannya geram.
"Pergilah. Siapkan cemilan sore buatku." Titahnya.
"Baik, nona." Ita menunduk, kemudian berlalu.
Ditempat lain..
Hanin mengerjabkan mata beberapa kali. Dia mrndapati dirinya tertidur di kasur berukuran besar itu. Dirinya melihat sekeliling, mencari pria yang tadi menemaninya mengobrol.
"Kemana, mas Kenan pergi? Apa dia sudah pergi bekerja?" Hanin bangkit. Berjalan menuju kamar mandi. Namun, baru beberapa langkah dia melihat secarik kertas terletak di atas meja.
"Mandilah, nanti malam aku akan membawamu kesuatu tempat." Itulah tulisan yang tertulis di kertas kecil itu.
Hanin tersenyum, dan melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi.
Tak lama bersiap, Hanin masih tengah menusukkan jarum ke dalam jilbabnya, saat mendengar suara ketukan dari luar. Dia tersenyum.
"Asisten Berryl. Kenapa anda disini?" Hanin mengernyitkan kening heran. Saat dirinya baru membuka pintu.
Pria itu menunduk. "Maaf nona. Tuan meminta saya untuk menjemput anda."
"Oh, baiklah. Tunggu sebentar, aku mengambil tasku dulu." Hanin berjalan kembali masuk.
"Berryl, apa anda tidak merasa kalau anda berutang kata maaf pada saya?" Hanin membuka suara, ketika mereka sudah berada di mobil.
"Memangnya apa yang telah saya lakukan nona?" Berryl bertanya.
"Apa anda benar-benar lupa, atau hanya pura-pura tidak ingat. Bukankah beberapa waktu lalu anda menculik saya?" Hanin mencoba menghakimi.
"Kalau masalah itu, saya tidak merasa bersalah sama sekali nona. Saya hanya menjalankan perintah suami anda. Lagi pula, membantu seseorang yang sedang jatuh cinta bukanlah satu kejahatan." Berryl masih terlihat santai, seperti biasanya.
"Hah, apa yang kuharapkan darinya. Dia dan tuannya, memiliki sifat yang sama. Suka seenaknya sendiri." Hanin menggerutu.
"Apa anda mengatakan sesuatu nona?" Berryl pura-pura tak mendengar.
"Tidak, kemudikan saja mobilnya dengan baik."
Hanim lebih memilih diam.
Tak lama mereka membelah keramaian. Sampailah mobil itu, kesebuah restoran. Hanin merasa ada yang aneh ketika dirinya melangkah masuk. Tak terlihat satupun tamu disana. "Apa mereka sudah mau tutup?" Dia melangkah masuk.
"Silahkan nona, tuan sudah menunggu anda di ruangan VVIP." Seorang pelayan sudah menghampiri dirinya.
"Baiklah." Hanin sedikit kikuk.
"Lewat sini nona." Pria paruh baya tadi menuntun Hanin menuju lantai atas. Dan, gadis itu mulai mengikuti setiap langkah kaki pria itu.
"Silahkan nona." Pria itu menunjuk, ke arah pintu. Seakan memerintahkannya untuk masuk.
Hanin memgangguk, sambil tersenyum. Gadis itu, mulai menarik pelan pintu. Mengintip kedalam. Dia mulai mendengar suara musik mengikuti langkahnya.
Terlihat, dalam ruangan itu sudah didekor secantik mungkin. Dengan beberapa lampu warna-warni, balon dan bunga bergantungan disana sini. Tak lupa lilin-lilin bersusun indah di lantai. Seakan menunjukkan jalan untuknya.
Hanin terus melangkah, hingga akhirnya dia dapat melihat suaminya yang tengah berdiri, dengan memegang seikat bunga mawar ditangannya.
Kenan, mendekat. Dia tersenyum kearah sang istri. "Selamat datang sayang" Kenan memeluk pinggang Hanin. Mencium mesra kening gadis itu.
"Makasih mas." Hanin menerima bunga yang diberikan oleh suaminya.
Kenan menarik kursi, mempersilahkan istrinya itu duduk.
"Mas, kenapa tidak ada orang lain disini?" Hanin melihat sekeliling.
"Aku menyewa semua tempat ini." Kenan mendudukkan dirinya.
"Lalu, kenapa dekorasi disini sangat romantis?"
Hanin bertanya.
"Karena aku ingin kau tau, bahwa dirimu sangat spesial bagiku. Aku akan memberikanmu yang terbaik, dan akan terus membahagiakan mu, hingga ke akhir hayat ku." Kenan meraih tangan Hanin. Lalu, menciumnya.
TBC
Jangn lupa bantu vote, like, dan jadikan favorit ya..
Makasih
bejad n laknat 🙏
sorry gwa baca sampe sini