Seorang kultivator legendaris berjuluk pendekar suci, penguasa puncak dunia kultivasi, tewas di usia senja karena dikhianati oleh dunia yang dulu ia selamatkan. Di masa lalunya, ia menemukan Kitab Kuno Sembilan Surga, kitab tertinggi yang berisi teknik, jurus, dan sembilan artefak dewa yang mampu mengguncang dunia kultivasi.
Ketika ia dihabisi oleh gabungan para sekte dan klan besar, ia menghancurkan kitab itu agar tak jatuh ke tangan siapapun. Namun kesadarannya tidak lenyap ,ia terlahir kembali di tubuh bocah 16 tahun bernama Xiau Chen, yang cacat karena dantian dan akar rohnya dihancurkan oleh keluarganya sendiri..
Kini, Xiau Chen bukan hanya membawa seluruh ingatan dan teknik kehidupan sebelumnya, tapi juga rahasia Kitab Kuno Sembilan Surga yang kini terukir di dalam ingatannya..
Dunia telah berubah, sekte-sekte baru bangkit, dan rahasia masa lalunya mulai menguak satu per satu...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Junot Slengean Scd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB.29 KEMBALI KE DUNIA FANA
Xiau Chen melangkah keluar dari gerbang cahaya. Angin lembut dari Dunia Fana menyentuh kulitnya, membawa aroma tanah basah, daun-daun musim gugur, dan sedikit asap dari perapian jauh. Dunia ini… tampak tenang. Namun ia tahu ketenangan itu hanyalah tipuan.
Ribuan jarak di atas daratan, cahaya matahari menyinari kota-kota dan lembah-lembah fana. Dari kejauhan, siluet gunung-jungkat tinggi, dan menara-menara tinggi sekte bercampur dengan kabut pagi, terlihat seperti lukisan hidup. Tapi Xiau Chen tahu: di balik ketenangan ini, kegelapan menunggu — sisa fragmen Mo Tian telah menyebar, bersembunyi, mengintai setiap celah kekuatan manusia dan makhluk fana.
Ia menatap tangannya sendiri. Setengah bercahaya putih, setengah berurat hitam pekat. Dua energi beradu dalam dirinya — bukan hanya kegelapan dan cahaya, tapi sejarah dan takdir yang telah lama terpisah.
“Ruang Alam Suci telah mengajarkanku banyak hal,” gumamnya, “tapi dunia fana… membutuhkanku di sini, lebih dari sebelumnya.”
Langit bergetar pelan. Ribuan jiwa fana mengirimkan resonansi qi. Beberapa dari mereka yang pernah mengejarnya, mengintip dari jauh — mata berbinar penuh dendam dan penasaran. Mereka tahu Xiau Chen kembali, dan mereka tahu separuh kitab yang mereka inginkan masih ada di tangan pewaris itu.
Langkahnya mantap. Ia menapak tanah dunia fana, dan seketika energi yang tersisa dari Alam Suci Naga meresap ke dalam bumi ini, membuat rerumputan bergoyang meski tanpa angin, dan sungai-sungai qi beriak sendiri.
Dari kejauhan, di sebuah bukit tinggi yang disebut Puncak Gunung Jiwa, ribuan pedang cahaya membentuk formasi, dan para kultivator dari sekte-sekte hitam dan putih menunggu. Beberapa wajah familiar muncul — mereka yang dulu menentangnya, memojokkan, dan mengejar separuh Kitab Langit Sembilan Surga.
Seorang tetua dari Sekte Cahaya Murni, dengan jubah berlapis emas dan rambut putih panjang, melangkah maju.
“Xiau Chen… akhirnya kau kembali,” katanya, nada suaranya berat dan penuh perhitungan.
“Setengah kitab yang kau bawa… adalah harta dunia fana, dan kami takkan membiarkanmu melangkah begitu saja.”
Xiau Chen menatap mereka dingin, tubuhnya bersinar setengah putih, setengah gelap.
“Jika aku ingin keabadian, aku sudah mencapainya,” katanya tegas, mengulang kata-katanya di puncak Gunung Jiwa dahulu. Tapi kini, kata-kata itu tidak lagi penuh kesombongan, melainkan kepastian.
“Setengah kitab yang kalian incar hanyalah separuh kebenaran. Jika kalian mengejarku karena ingin menguasainya, maka kalian akan menanggung akibatnya sendiri.”
Para kultivator menatapnya kaget. Aura Xiau Chen berbeda — bukan hanya kekuatan yang mereka lihat, tapi juga kesadaran dan kedalaman jiwa. Semua yang pernah mereka kira sebagai manusia fana, kini telah menyatu dengan hukum kosmos dan fragmen Mo Tian.
Seorang pemuda dari Sekte Pedang Surga melangkah maju, mata berbinar merah.
“Kau mengaku memiliki separuh kitab, Xiau Chen. Jika benar, berikan padaku sekarang, atau kami akan mengambilnya dengan paksa!”
Xiau Chen tersenyum tipis.
“Kalau begitu… lihatlah.”
Ia mengangkat pedangnya, Pedang Jiwa Abadi, dan mengaktifkan seluruh energi dari Alam Suci Naga, memanipulasi sisa energi Mo Tian yang ada dalam dirinya. Sebuah gelombang qi murni melesat ke langit, membelah kabut pagi, dan memunculkan ribuan lingkaran cahaya yang berputar di udara, masing-masing memantulkan warna dari sembilan tingkat energi.
Para kultivator mundur selangkah. Aura yang memancar bukan hanya kekuatan, tapi juga hukum dunia. Bahkan pedang mereka yang dilapisi qi murni terasa dingin dan berat saat berada dalam jangkauan energi itu.
Di tengah lapangan, bayangan gelap Mo Tian muncul samar di belakang Xiau Chen, menatap para kultivator dengan tatapan yang menakutkan. “Mereka tidak akan mengerti,” bisik Mo Tian, “bahwa mereka sedang menghadapi gabungan dua jiwa yang bahkan dewa pun takut menyinggung.”
Xiau Chen menatap ke langit, kedua matanya bersinar setengah putih, setengah emas gelap.
“Sekarang aku akan menunjukkan apa artinya memiliki separuh Kitab Langit Sembilan Surga.”
Ia memutar tubuhnya, dan dengan satu gerakan tangan, seluruh formasi lingkaran sembilan langit tercipta di sekelilingnya. Cahaya dan gelap bergabung, memutar cepat, menghasilkan pusaran energi yang memanipulasi ruang dan waktu di sekitarnya.
Para kultivator yang mencoba mendekat, terhenti. Beberapa bahkan terlempar mundur ketika energi primordial menghantam tubuh mereka.
“Kekuatan… itu…” desis seorang pemuda dari Sekte Jiwa Abadi, wajahnya pucat. “Ini bukan hanya qi biasa… ini… hukum alam!”
Xiau Chen menatap mereka dingin. “Setiap dunia punya hukum. Setiap jiwa punya batas. Dan kalian, yang mengejarku demi setengah kitab, telah melanggar batas kalian sendiri.”
Gelombang energi menyapu seluruh bukit, memaksa mereka mundur. Tapi Xiau Chen tidak berniat membunuh — ia ingin memberi peringatan, bukan kehancuran.
Di atas bukit, sebuah sosok bersayap emas — seorang Penjaga dari Dunia Alam Suci yang sebelumnya menemaninya — muncul di udara.
“Kau kembali dengan membawa kegelapan dan cahaya sekaligus,” katanya.
“Sekarang kau harus memutuskan langkah berikutnya. Dunia fana penuh ketamakan. Jika kau tidak berhati-hati, separuh kitab itu bisa memancing perang besar lagi.”
Xiau Chen mengangguk pelan. “Aku tahu. Tapi separuh kitab ini bukan untuk dikuasai orang lain. Ini… untuk menutup apa yang ayah Mo Tian belum selesaikan, dan memastikan dunia fana tidak dihancurkan oleh kegelapan yang tersisa.”
Matanya menatap ke kejauhan, ke arah kota-kota dan lembah-lembah fana yang tak tahu nasibnya.
“Setengah kitab yang aku pegang bukan alat kekuasaan, tapi pedang yang menjaga keseimbangan.”
Bayangan Mo Tian di dalam tubuhnya tersenyum samar. “Kini, pewaris sejati telah kembali. Dan dengan langkahmu berikutnya… segel terakhir akan mendekati kehancuran. Tapi ingat, Xiau Chen… musuhmu bukan hanya di dunia fana. Mereka selalu menunggu di balik cahaya palsu.”
Xiau Chen menundukkan kepala sejenak. Hatinya tenang, tapi kewaspadaannya membara.
Ia tahu bahwa dunia fana akan menjadi medan pertempuran berikutnya — tempat di mana sekte-sekte hitam dan putih akan mengadu kekuatan, dan di tengahnya, ia sendiri harus menjaga keseimbangan antara cahaya dan gelap, antara separuh kitab dan sisa Mo Tian yang ada di dalamnya.
Dengan satu langkah mantap, ia meninggalkan bukit Gunung Jiwa. Cahaya putih dan hitam berputar di sekelilingnya, memancarkan sinar yang menenangkan sekaligus menakutkan. Dunia fana menyambutnya, tetapi tidak ada yang tahu — di dalam tubuh Xiau Chen, rahasia ribuan tahun Alam Suci Naga kini hidup kembali.
“Ini baru permulaan,” gumam Xiau Chen. “Dan aku tidak akan lagi membiarkan dunia fana diselimuti keserakahan atau ketidakadilan. Aku akan menemukan separuh kitab yang hilang… dan bila dewa-dewa lama muncul lagi, aku akan tunjukkan pada mereka, bahwa naga suci masih hidup. Dan bahwa cahaya dan kegelapan bisa bersatu dalam satu jiwa.”
Langit dunia fana bergemuruh. Angin membawa bisikan masa lalu dan aroma tanah. Kota-kota, hutan, dan gunung-gunung bergetar lembut oleh resonansi energi Xiau Chen. Satu babak baru dimulai — babak di mana pewaris Alam Suci Naga dan pemilik separuh Kitab Langit Sembilan Surga berjalan kembali di dunia fana, membawa dua jiwa yang menjadi satu, dengan kekuatan yang belum pernah dilihat oleh manusia atau dewa manapun.
Di kejauhan, dari balik kabut dan gunung, mata-mata kultivator mengintip. Mereka yang dulu menganggapnya lemah, kini hanya bisa menelan ludah. Sementara itu, bayangan Mo Tian tersenyum samar di balik tubuh Xiau Chen, menunggu saat segel terakhir hancur dan rahasia yang lebih gelap terungkap.
Xiau Chen mengangkat pedangnya, dan cahaya putih serta hitam berputar di udara membentuk simbol naga dan kegelapan yang tak bisa dihapus oleh dunia fana. Ia telah kembali. Dan dunia fana tidak akan pernah sama lagi..