NovelToon NovelToon
Guruku Suami Rahasiaku

Guruku Suami Rahasiaku

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Cinta Seiring Waktu / Tamat
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Yunita, siswi kelas dua SMA yang ceria, barbar, dan penuh tingkah, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis saat orang tuanya menjodohkannya dengan seorang pria pilihan keluarga yang ternyata adalah guru paling killer di sekolahnya sendiri: Pak Yudhistira, guru Matematika berusia 27 tahun yang terkenal dingin dan galak.

Awalnya Yunita menolak keras, tapi keadaan membuat mereka menikah diam-diam. Di sekolah, mereka harus berpura-pura tidak saling kenal, sementara di rumah... mereka tinggal serumah sebagai suami istri sah!

Kehidupan mereka dipenuhi kekonyolan, cemburu-cemburuan konyol, rahasia yang hampir terbongkar, hingga momen manis yang perlahan menumbuhkan cinta.
Apalagi ketika Reza, sahabat laki-laki Yunita yang hampir jadi pacarnya dulu, terus mendekati Yunita tanpa tahu bahwa gadis itu sudah menikah!

Dari pernikahan yang terpaksa, tumbuhlah cinta yang tak terduga lucu, manis, dan bikin baper.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12 – Panggilan dari Rumah

Sabtu pagi seharusnya menjadi hari paling tenang untuk Yunita.

Tidak ada bel sekolah, tidak ada guru piket, tidak ada tatapan gosip. Hanya dirinya, udara pagi yang sejuk, dan aroma roti panggang yang menggoda dari dapur kecil mereka.

Ia masih meringkuk di tempat tidur, memakai piyama biru muda bergambar kelinci. Sementara di ruang tamu, Yudhistira sudah bangun lebih dulu. Suara mesin kopi dan gemericik air terdengar lembut.

“Yunita…” suara Yudhistira terdengar dari pintu kamar, nada suaranya lembut tapi berwibawa. “Bangun. Sarapan dulu sebelum roti keburu dingin.”

Yunita menggeliat malas, menarik selimut menutupi wajah. “Lima menit lagi, Pak…”

“Lima menit kamu artinya satu jam,” sahut Yudhistira sambil menyandarkan tubuh di kusen pintu.

“Bapak kok tahu sih?”

“Karena sudah jadi suami kamu hampir tiga bulan.”

“Ck. Masih aja diungkit,” gumam Yunita setengah tidur. “Pernikahan rahasia ini capek tau, Pak.”

Yudhistira tersenyum kecil. Ia mendekat, duduk di pinggir ranjang, lalu mengelus rambut istrinya yang berantakan. “Aku tahu. Tapi ini sementara. Setelah kamu lulus, kita bisa bebas.”

Yunita membuka matanya pelan, menatap wajah suaminya. “Janji ya, Pak?”

“Janji,” jawabnya tegas. “Sekarang bangun, nanti aku yang nyuapin.”

“Nyuuuapin?” suara Yunita naik setengah oktaf. “Bapak kira aku bayi?!”

“Bayi barbar, mungkin.”

“Pak!!”

Yunita akhirnya bangun dengan wajah kesal tapi pipinya merah. Ia duduk di meja makan sambil menatap Yudhistira yang menyiapkan roti bakar dan telur dadar. Suasana rumah terasa hangat sesuatu yang mulai terasa seperti “keluarga kecil”.

Namun kedamaian itu tidak bertahan lama.

Ponsel Yunita yang tergeletak di meja tiba-tiba bergetar keras. Layar menampilkan tulisan: Mama ❤️

Refleks, jantung Yunita langsung melonjak. Ia menatap Yudhistira dengan panik. “Pak… Mama nelpon!”

“Angkat,” sahut Yudhistira santai. “Kalau gak, nanti malah dicari.”

“Tapi suaraku masih kayak orang bangun tidur! Mama pasti curiga kalau aku gak ngurus suami.”

“Kalau begitu, pura-pura lagi ngepel. Ayo, jawab.” ujar Yudhistira

Dengan jantung berdebar, Yunita menekan tombol hijau.

“Ha–halo, Ma?”📱

“Yunitaaa!” suara ceria ibunya langsung membuatnya menegakkan punggung. “Mama kangen! Kamu minggu ini pulang sama Yudhistira, ya?”📱

Yunita menelan ludah. “Eh, iya Ma… soalnya… banyak tugas.”📱

“Ah, tugas terus. Gak ada waktu buat orang tua, ya?”📱

“Bukan gitu Ma, aku cuma—”📱

“Udah, gak usah alasan. Hari ini kalian datang makan siang ke rumah. Mama udah masak banyak. Suruh Yudhistira bawa kamu.”📱

“Maa, tapi—”📱

“Tidak ada tapi. Mama udah telpon Papamu juga. Kalian berdua harus datang, titik.”📱

Klik.

Sambungan terputus.

Yunita menatap ponselnya kosong beberapa detik, lalu memandang Yudhistira yang menyesap kopi tenang-tenang seperti tidak terjadi apa-apa.

“Pak…”

“Hm?”

“Kita dipanggil ke rumah Mama.”

“Bagus dong,” sahutnya tanpa menoleh.

“Bagus gimana?! Aku belum siap ketemu Mama setelah gosip kemarin!”

Yudhistira mengangkat alis. “Mama kamu gak tahu soal gosip itu.”

“Justru itu! Kalau Mama tahu, aku bisa dikulitin hidup-hidup!”

“Tenang,” katanya dengan senyum menenangkan.

“Bapak enak ngomong, yang deg-degan aku!” Yunita mendengus, tapi matanya tak bisa menyembunyikan gugup dan malu. “Mama pasti nanya, ‘Kalian bahagia, kan?’ atau ‘Udah tidur sekamar belum?’ aku bisa pingsan di tempat.”

Yudhistira menahan tawa. “Kalau pingsan, aku gendong.”

“Pak, jangan gombal deh. Aku serius.”

“Aku juga serius.” Ia menatap istrinya lembut. “Santai aja. Mereka kan yang menjodohkan kita, ingat?”

“Iya sih…” Yunita menunduk. “Tapi mereka gak tahu kalau kita pisah kamar.”

“Dan mereka gak perlu tahu soal gosip kemarin. Kita pura-pura biasa aja. Anggap ini cuma makan siang keluarga.”

Yunita menghela napas panjang. “Yaudah, tapi Bapak yang ngomong banyak nanti. Aku takut keceplosan.”

“Baik, Nyonya kecil.”

“Pak, jangan manggil aku gitu!”

----

Satu jam kemudian, mereka sudah di mobil.

Yunita mengenakan blus putih dan rok selutut, sementara Yudhistira dengan kemeja navy dan jeans rapi. Dari luar, mereka tampak seperti pasangan muda yang baru menikah — yang, sebenarnya, memang begitu.

“Pak, nanti Mama jangan bahas soal tidur bareng ya,” kata Yunita gugup sepanjang jalan. “Aku belum siap kalau disuruh pindah kamar oleh orang tua.”

“Tenang, aku paham.”

“Terus jangan terlalu romantis depan Mama juga.”

“Kenapa?”

“Nanti dibilang aku manja.”

Yudhistira menatapnya sekilas, tersenyum. “Tapi kamu memang manja.”

“Pak!”

“Canda.”

Setelah perjalanan 40 menit, mobil mereka berhenti di depan rumah besar bergaya klasik milik orang tua Yunita. Begitu mereka turun, Mama Yunita langsung keluar dengan senyum lebar.

“Yudhis! Yunitaaa! Akhirnya datang juga!” serunya sambil memeluk anaknya erat. “Kamu tambah cantik, nak!”

“Ma, jangan peluk lama-lama, nanti Papa liat,” goda Yunita sambil tersenyum malu.

“Papa kamu udah di taman belakang. Ayo, makan siang bareng.”

Mereka masuk ke dalam rumah. Aroma sup buntut dan sambal bawang menguar di udara. Meja makan penuh makanan mulai dari ayam goreng madu sampai tumis jamur kesukaan Yunita.

Namun suasana makan siang itu cepat berubah jadi “interogasi kecil”.

“Yudhis,” suara ayah Yunita terdengar tenang tapi dalam. “Kamu sibuk banget akhir-akhir ini?”

“Lumayan, Pa. Banyak persiapan ujian,” jawab Yudhistira sopan.

“Dan Yunita, kamu kelihatan agak pucat. Kurang tidur?” tanya papa

“E-eh, gak, Pa! Aku sehat kok!” jawab Yunita gugup

“Bohong tuh,” sela Mama Yunita sambil menatap anaknya tajam. “Kamu kelihatan capek. Jangan-jangan begadang terus ya? Atau suami kamu ini yang bikin kamu gak bisa tidur?”

“M-Maa!” Yunita langsung tersedak nasi. “Jangan ngomong aneh-aneh!”

Papa dan Mama Yunita tertawa keras. Yudhistira pun ikut tersenyum, tapi dengan ekspresi penuh sopan santun khas menantu ideal.

Namun tiba-tiba, Mama Yunita menatap mereka berdua dengan serius.

“Kalian kelihatan makin cocok. Tapi Mama penasaran… kalian udah mulai itu belum?”

Yunita nyaris menjatuhkan sendok. “Eeeeh?! Ma!”

“Kenapa? Kalian udah sah, udah akad nikah. Masa belum juga?”

Yudhistira menengahi dengan tenang. “Kami sepakat menunggu sampai Yunita lulus, Ma. Biar fokus dulu di sekolah.”

Mama Yunita terdiam sejenak, lalu mengangguk puas. “Hmm… baiklah. Mama setuju. Tapi jangan terlalu lama ya. Mama pengen cucu.”

“MAAA!”

Suara Yunita yang melengking membuat seisi meja makan tertawa.

“Tenang, Yun,” bisik Yudhistira pelan, “aku juga belum siap punya cucu sekarang.”

“Pak! Bukan cucu, anak! Eh....maksudnya aku...aduh Pak, jangan godain aku di depan orang tua dong!”

Papa Yunita sampai menepuk meja sambil tertawa terbahak. “Duh, kalian berdua ini lucu banget. Mama kamu dulu juga kayak gitu waktu awal nikah.”

“Papa, jangan cerita masa lalu dong,” protes Mama Yunita dengan pipi merah muda.

Suasana mencair, makan siang pun berlanjut dengan tawa. Namun belum sempat mereka menutup dengan pencuci mulut.

Bersambung

1
sahabat pena
Luar biasa
sahabat pena
makan cuka
sahabat pena
duh kasian.. tp gpp pacaran setelah menikah lbh menyenangkan loh.
Wulan Sari
lha sudah tamat Thor? bahagia seh tapi rasane kurang pingin nambah karena ceritanya gwmesin lucu,....
yo weslah gpp semangat Thor 💪 salam sukses dan sehat selalu ya cip 👍❤️🙂🙏
inda Permatasari: terima kasih kak atas dukungannya 🙏♥️
total 1 replies
bunda kk
bagus
Cindy
lanjut kak
Cindy
lanjut
Cindy
lanjut kak
Wulan Sari
wkwkwk lanjut gokil lihat pasutri itu 🤣🤣🤣
Wulan Sari
yaaaa pelakor muncul🤦🏼‍♀️thor jangan sampai iepuncut lho enggak banget kepincut pelakor namanya laki2 mokondo sudah punya istri kegoda yg lain amit2 😀😀😀maaf lanjuuut trimakasih Thor 👍
Cindy
lanjut
Cindy
lanjut kak
Cindy
lanjut
Cindy
lanjut kak
Wulan Sari
semoga langgeng ya sampai kakek nenek pak guru dan muridnya Aamiin 🤲😀
Cindy
lanjut
Cindy
lanjut kak
Wulan Sari
aku ikut bahagia 💃💃💃
Cindy
lanjut kak
Wulan Sari
cip lanjutkan Thor semangat 💪 Thor salam sukses selalu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!