Fahira Azalwa, seorang gadis cantik yang harus menelan pahitnya kehidupan. Ia berstatus yatim piatu dan tumbuh besar di sebuah pesantren milik sahabat ayahnya.
Selama lima tahun menikah, Fahira belum juga dikaruniai keturunan. Sementara itu, ibu mertua dan adik iparnya yang terkenal bermulut pedas terus menekan dan menyindirnya soal keturunan.
Suaminya, yang sangat mencintainya, tak pernah menuruti keinginan Fahira untuk berpoligami. Namun, tekanan dan hinaan yang terus ia terima membuat Fahira merasa tersiksa batin di rumah mertuanya.
Bagaimana akhir kisah rumah tangga Fahira?
Akankah suaminya menuruti keinginannya untuk berpoligami?
Yuk, simak kisah selengkapnya di novel Rela Di Madu
By: Miss Ra
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 29
"Apa!? Viola pingsan?" sahut Zidan panik, langsung berdiri. Fahira yang mendengar ikut berdiri di samping suaminya dengan wajah cemas.
"Iya, Tuan. Saya harus bagaimana?" suara Bi Inah terdengar gugup di ujung telepon.
"Telepon ambulans sekarang juga! Temani dia ke rumah sakit! Aku dan Fahira segera menyusul!"
***
Kini Zidan dan Fahira sudah berada di rumah sakit, sedangkan Bi Inah telah kembali ke rumah menggunakan ojek. Zidan berjalan mondar-mandir di depan ruang UGD menunggu dokter keluar.
Sementara itu, Fahira hanya duduk sambil terus berdzikir, mengkhawatirkan keadaan madunya saat ini. Tak berselang lama, dokter keluar dan segera disambut pasangan suami istri itu.
"Bagaimana keadaan istri saya, Dok?"
"Bagaimana kondisinya sekarang?"
Keduanya bertanya bersamaan. Dokter memandangi mereka berdua, menghela napas dalam, lalu menjawab pertanyaan Zidan dan Fahira.
"Alhamdulillah, kondisinya baik-baik saja. Dia hanya demam setelah pemeriksaan, dan pasien mempunyai riwayat alergi," jelasnya, membuat Zidan dan Fahira sama-sama bernapas lega.
"Alergi? Dia alergi apa, Dok?" tanya Fahira terkejut, sebab ia yang selalu memasak untuknya.
"Pasien mempunyai alergi minyak wijen. Apa sebelumnya pasien mengonsumsi itu?" tanya dokter sambil menatap keduanya bergantian.
"Iya, saya tadi pagi membuatkan sayuran menggunakan minyak wijen," sahut Fahira merasa bersalah. Zidan yang melihat istrinya merasa bersalah segera memeluk bahunya.
"Baiklah, pasien sudah saya berikan suntik penawar untuk mengobati alerginya. Sebentar lagi pasien akan kembali sadar."
"Baik, Dok. Terima kasih banyak," jawab Zidan, masih memeluk bahu istrinya.
Fahira menatap Zidan dengan tatapan penuh rasa bersalah, dan pria itu terus menenangkannya.
"Sudah, tenang saja. Jangan khawatir, Viola pasti akan baik-baik saja," ujarnya lembut.
"Nai takut Rose marah sama Naina, Bang," sahutnya dengan wajah cemas.
"Dia tidak seperti itu, tenanglah."
Zidan terus menenangkan istrinya, sementara Fahira masih saja merasa takut Viola akan marah padanya karena kesalahannya.
~~
Satu jam berlalu. Viola sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Fahira menunggunya dengan setia di samping ranjang pasien, sementara Zidan sedang menerima telepon dari perusahaannya.
"Baiklah, saya ke sana sekarang!" sahut Zidan sebelum menutup teleponnya.
Ia menghampiri Fahira dan berbicara pelan, "Sayang, aku harus kembali ke kantor. Ada rapat penting yang harus kuhadiri langsung. Kamu tidak apa-apa kalau aku tinggal sebentar?" bisiknya.
Fahira menatap suaminya dan berpikir sejenak, lalu mengangguk. "Iya, Bang. Hati-hati di jalan, ya? Kalau Viola sudah sadar, nanti aku kabari," ujarnya lembut.
"Baiklah, aku pergi dulu sebentar. Tidak akan lama, aku segera kembali."
Zidan mengecup pucuk kepala Fahira, mengusap lembut rambutnya, lalu melangkah keluar dari ruangan, meninggalkan istrinya di sana.
~~
Tiga puluh menit berlalu. Viola membuka matanya perlahan dan mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Ia melihat Fahira sedang membaca ayat suci Al-Qur'an dengan suara merdu yang menenangkan.
"Mbak..."
Fahira menghentikan bacaannya dan menatap Viola yang memanggilnya dari ranjang. "Shadaqallahul'azim," ucapnya pelan, lalu meletakkan Al-Qur'an di atas meja dan melangkah mendekati wanita itu.
"Rose, kau sudah sadar? Apa yang kamu rasakan sekarang?" tanya Fahira lembut, duduk di sampingnya.
"Aku sakit apa, Mbak?" balas Viola dengan suara lemah.
"Viola, maafkan aku ya? Kata dokter, kamu punya riwayat alergi minyak wijen. Tadi pagi aku membuatkan sayuran untukmu dengan minyak itu," jelasnya penuh penyesalan.
Viola mengerutkan kening. Ia sendiri tidak tahu bahwa dirinya punya alergi seperti itu.
"Alergi minyak wijen?" tanyanya heran.
Fahira mengangguk sambil menggenggam tangan Viola dan mengusap punggungnya lembut.
"Aku tidak tahu kalau aku punya alergi itu, Mbak," sambung Viola, membuat Fahira ikut terkejut.
"Loh, kamu sendiri tidak tahu punya alergi? Memangnya kamu nggak pernah mengonsumsi itu?" tanya Fahira penasaran.
"Nggak pernah. Aku bahkan nggak tahu seperti apa bentuk minyak wijen itu."
Keduanya saling menatap, lalu terkekeh bersamaan. Fahira yang tadi khawatir bukan main malah tertawa kecil karena ternyata Viola sendiri tidak tahu kalau dirinya alergi.
Bersamaan dengan itu, dokter datang bersama suster untuk memeriksa kondisi Viola.
"Selamat siang. Bagaimana keadaan Anda, Nona Viola? Apa sudah merasa lebih baik?" tanya dokter ramah.
"Ya, aku sudah lebih baik, Dok," jawab Viola sambil tersenyum simpul.
"Bagus kalau begitu. Saya periksa sebentar, ya?"
Dokter memeriksa kondisi Viola dengan teliti, sementara Fahira berdiri di samping, memperhatikan interaksi dokter dan suster yang begitu lembut dan telaten.
~~
Sore harinya, Zidan datang ke rumah sakit sambil membawa beberapa roti dan buah-buahan kesukaan Viola, terutama apel. Ya, Viola sangat menyukai apel, dan Zidan membawakannya satu kantong penuh.
"Assalamualaikum. Gimana keadaanmu, Vio?" tanya Zidan sambil meletakkan kantong itu di atas nakas.
"Waalaikumsalam. Aku sudah lebih baik, Mas," sahutnya tersenyum.
"Alhamdulillah. Fahira mana? Apa dia pulang?" tanya Zidan, mencari-cari keberadaan istrinya.
"Mbak Aira sedang salat di musala rumah sakit. Sebentar lagi juga kembali," jawab Viola.
Zidan duduk di samping madunya, menatapnya dengan penuh perhatian. Kondisinya memang sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.
"Apa kau mau buah?" tanya Zidan menawarkan.
"Tidak, aku sudah kenyang. Tadi Mbak Aira menyuapiku makanan dari rumah sakit," jawab Viola sambil tersenyum.
"Vio, maafkan Fahira, ya. Dia tidak tahu kalau kau punya alergi minyak wijen. Maafkan kesalahannya," ujar Zidan sambil mengusap kepala Viola lembut.
"Tidak apa, Mas. Aku sendiri juga tidak tahu kalau aku punya alergi itu," jawab Viola.
Zayn tersenyum dan mengecup kening Viola lembut cukup lama. Fahira yang melihat pintu ruangan terbuka pun melangkah masuk, dan betapa terkejutnya ia melihat suaminya sedang mengecup kening madunya.
Zidan tersenyum setelah melepaskan kecupannya. Keduanya saling bertatapan dan tersenyum. Fahira yang sedikit cemburu berusaha menepis perasaannya. Ia menarik napas dalam, lalu mengucapkan salam.
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam," jawab Viola dan Zidan bersamaan, menoleh ke arah Viola yang berjalan mendekat.
"Bang, kau sudah pulang dari kantor?" tanya Fahira sambil menyalami suaminya.
"Sudah, baru saja datang. Kau sudah selesai salat?" sahut Zidan, memeluk bahu istrinya.
"Sudah. Abang belum pulang ke rumah?"
"Belum. Kenapa?"
"Masih bau acem!" ujar Fahira sambil menutup hidungnya, bernada bercanda.
Zidan dan Viola pun tertawa melihat tingkah Fahira. Ia sengaja menciptakan suasana ceria agar rasa cemburu dan perihnya tak terlihat oleh mereka.
...----------------...
Bersambung...
Hay, para pembaca!
Pantengin terus cerita Fahira yaa~ Mohon dukungannya, teman-teman. Jangan lupa tinggalkan jejaknya!
Selamat membaca, semoga suka dengan ceritanya. I love you sekebon buat kalian semua...
See you!
tapi sayangnya semua sudah di lihat Fahira
dan Fahira inilah resikonya mau di madu pasti sakit dan sangat sakit
dan ku harap kamu sedikit tehas ke ubu mertuamu jangan terlalu lemah dan psrah gotu aja
udah ngehadapin dua istri
tiba di rumah ibumu udah ngadepin ibu dan adikmu juga nikmati hidupmu ya zidan pasti bnyk drama nya
gak di madu hati dan pisik sakit
di madu malah tambah sakit