Dunia Tati hancur, ketika suami yang sangat dia cintai, yang dia harapkan bisa menjaganya, melindunginya. Malah menjualnya ke pria lain. Sedang suaminya sendiri malah selingkuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irawan Hadi Mm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 27
Di tempat berbeda dari tempat kenahasan Junet.
Josep yang hendak menghentikan Brian, harus tertahan langkahnya dengan cekalan yang diberikan Danu padanya. Begitu erat membuat pria itu meringis kesakitan.
"Ugghhhh singkirkan tangan mu! Kau dan bos mu! Sama sama penjahat! Harusnya kalian dijebloskan ke penjara!" sentak Josep, wajahnya terlihat meringis menahan sakit karena cekalan Danu begitu kuat.
Danu menaikkan satu alisnya ke atas, dengan seringai di bibirnya.
"Benarkah? Lalu apa gunanya keberadaan mu di sekitar keluarga Nona, jika mencari tahu keberadaan nya saja tidak becus?" tanya Danu dengan nada mengejek.
Danu sedang menertawakan bagaimana tidak becusnya Josep, buktinya dia tidak bisa menemukan kalau Tati berada di tangan bosnya.
Josep menjawabnya dengan gelagapan,
"A...aku tidak berhasil menemukannya itu juga pasti karena ulah kalian kan! Dimana kalian menyembunyikan Tati? Ada masalah apa kalian dengan keluarga om Temmy? Apa harus menculik Tati dari kedua orang tuanya?" tanya Josep penasaran, "Kalian juga sudah menyerang om dan tante, tindakan kalian itu sudah termasuk kriminal! Ngerti hukum gak sih!" imbuh Josep lagi dengan nada semakin meninggi.
Danu terkekeh pelan. Menurutnya pria yang sedang dia cekal itu benar-benar omong kosong.
"Sayangi nyawa mu, bung! Masih berbaik hati Tuan ku memberi mu kesempatan kedua!" cibir Danu dengan tatapan sinis.
"Aku mengenali mu, Tuan!" timpal Tama, tampak senang begitu mengingat Brian.
"Bagus jika kamu masih mengingat ku, bocah!" ujar Brian, lalu melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga. Menyusul Tati yang sudah naik lebih dulu.
Danu melepaskan cekalan tangannya dari tangan Josep. Salah satu pria kepercayaan Brian itu memilih duduk di salah satu sofa.
"Duduk lah! Kalian masih perlu istirahat!" seru Danu pada Josep dan Tama.
Tapi bukannya kooperatif, Josep masih saja ketus.
"Ini bukan rumah mu! Bersikap lah layaknya tamu, bung!" kesal Josep, ia begitu gak suka dengan sikap Danu.
"Bagi mu aku tamu, tapi tidak bagi keluarga ini!" seru Danu dengan nada mengejek. Dia suka sekali bicara asal.
"Dasar pria aneh!" cibir Josep. Ia melangkah menghampiri Tama yang sudah duduk di sofa. Pemuda itu menatap kagum Danu.
‘Beruntung sekali pria ini, bisa menjadi anak buah bos Brian. Pria yang paling berpengaruh di Town Happy. Belum lagi anak perusahaan nya yang begitu banyak, tersebar di berbagai pelosok negeri.’ pikir Tama dengan senyum mengembang di bibirnya.
Sementara yang di tatap, tampak santai melanjutkan pekerjaannya. Dengan memangku laptop di kedua pahanya.
‘Dimana pun tempatnya, harus tetap luangkan waktu untuk cek perusahaan bos. Jangan sampai aku lalai mengecek nya dan menimbulkan kerugian untuk bos Brian!’ pikir Danu.
Josep yang penasaran, kenapa Tama mengenal Brian pun bertanya pada Tama.
"Sejak kapan kamu mengenal pria tadi? Kau tau siapa namanya, Tama?" tanya Josep pada Tama.
Sementara Tama, pria muda itu masih sibuk dengan pertanyaan yang berseliweran di kepalanya.
‘Tapi aku masih bingung, gimana bisa Tati kenal dengan bos dari Town happy? Gak mungkin kan kalo Tati menyinggungnya?’ imbuh Tama.
Josep mengguncang lengan Tama, membuat pria itu tersentak kaget.
"Heh, Tama..."
"Aduh sakit, astaga kau mau membunuh ku, bos?" tanya Tama dengan meringis kesakitan.
"Salah mu sendiri! Aku sejak tadi bertanya pada mu! Katakan pada ku! Gimana kamu bisa mengenal pria tadi?" desak Josep.
"Panjang ceritanya, bos. Panjang sekali!" gumam Tama.
"Dipersingkat lah!" sela Josep yang menjadi begitu penasaran.
"Oke, jadi begini …"Tama menjelaskan secara singkat awal mula pertemuannya dengan Brian.
Ceklek, ceklek.
Tati mencoba membuka pintu kamar kedua orang tuanya, namun sayangnya keadaan pintu di kunci dari dalam.
"Mah, buka pintunya, mah! I..ini aku Tati, mah!" seru Tati dengan nada khawatir.
Di dalam kamar itu sendiri.
Talita gak hentinya menangisi keadaan sang suami. Meski kakinya sudah di obati dengan peluru yang berhasil dikeluarkan dari sana. Tapi mengingat gimana prosesnya, pasti sangat menyiksa.
"Itu benar putri kita, mah! Cepat buka pintunya, mah!" pinta Temmy dengan posisi menyandar di kepala ranjang, dengan wajah pucat, tubuh lemah.
Talita menoleh sesaat ke arah pintu, ia masih mendengar pintu kamar digedor dari luar. Disusul dengan suara Tati yang terisak.
Tok tok tok
"Mah, pah! Buka! Kalian tidak apa apa kan? Aku datang mah, pah! Buka pintunya!" seru Tati dengan terisak.
"Iya, pah! Sepertinya itu benar putri kita!" timpal Tatita, tanpa berniat melepaskan genggaman tangannya dari sang suami.
"Dari tadi juga papa bilang apa, mah! Udah sana cepat buka pintunya!" desak Temmy
Talita mengerutkan keningnya dalam, rasa takut mencuat dalam benaknya.
"Kalo penjahat itu masih di luar, gimana, pah? Ta...Tati dalam bahaya, pah!" gusar Talita.
Geram melihat kelemotan sang istri, membuat Temmy hendak beranjak dari tempat tidur.
"I.. iya iya pah, i... ini mama buka pintunya! Papa tetap di situ! Jangan turun! Ingat jangan turun!" seru Talita dengan panik, ia menatap waspada agar sang suami gak turun dari tempat tidurnya.
Kreek kreek.
Cletek.
"Mama, mama gak apa apa kan? Mereka gak menyakiti mama kan?" cecar Tati dengan khawatir usai melihat Talita membuka pintu kamarnya.
Wanita muda itu bahkan membuat Talita berputar di depannya. Netranya menelisik tubuh sang ibu dengan cermat.
"Mama gak apa-apa, nak! Kamu gimana? Mereka menyakiti mu? Mereka melakukan apa pada mu, nak?" gantian, Talita yang membuat Tati berputar di hadapannya. Mengamati tubuh sang anak.
Tati menggeleng, dengan senyum pahit, ‘Bos mereka yang banyak melakukan hal pada ku, mah! Termasuk menanam benih di dalam rahim ku. Dan aku gak akan membiarkan benihnya tumbuh di dalam rahim ku. Gimana pun caranya aku jangan sampai hamil anak Brian.’ pikir Tati dengan liar.
Talita menarik nafas lega, lalu membelai kepala Tati penuh kasih sayang.
"Sebenarnya apa yang kamu lakukan, Ti? Kamu buat salah apa sampai mereka membawa mu? Salah satu dari mereka, menembak kaki papa kamu, Ti! Papa mu terluka, Ti!" kata Talita dengan wajah gusar.
"Iya mah, Tati tau. Sekarang gimana keadaan nya, mah? Mereka mengobati papa kan? Mereka gak buat luka papa makin parah kan, mah?"
Tak tak tak.
Suara hentakan sepatu mahal Brian, berhasil menarik perhatian Tati dan Talita untuk menoleh ke arahnya.
‘Siapa pria itu? Apa mungkin pria itu salah satu dari penjahat yang menyerang kami, sekaligus pria yang mengobati papa?’ pikir Talita dengan kening mengkerut.
‘Mau apa Brian ikut naik ke atas? Jangan bilang dia menyusul ku? Atau dia takut, aku mengatakan yang sebenar nya pada mama dan papa?’ pikir Tati.
"Apa yang kamu lakukan di sini? Gak bisa kah kamu menunggu ku di bawah saja? Bersama dengan Danu!" celetuk Tati dengan senyum terpaksa yang ia perlihatkan pada Brian.
"Jangan kejam seperti itu pada ku, sayang! Gak ingatkah kamu betapa baik nya aku pada mu hem?" tanya Brian dengan tatapan mengintimidasi.
"Pria ini siapa, Ti?" tanya Talita dengan tatapan gak senang.
***
Bersambung...