NovelToon NovelToon
Mengulang Waktu Untuk Merubah Takdir

Mengulang Waktu Untuk Merubah Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Raja Tentara/Dewa Perang / Kelahiran kembali menjadi kuat / Romansa Fantasi / Time Travel / Reinkarnasi / Mengubah Takdir
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Wira Yudha Cs

Di kehidupan sebelumnya, Max dan ibunya dihukum pancung karena terjebak sekema jahat yang telah direncanakan oleh Putra Mahkota. Setelah kelahiran kembalinya di masa lalu, Max berencana untuk membalaskan dendam kepada Putra Mahkota sekaligus menjungkirbalikkan Kekaisaran Zenos yang telah membunuhnya.
Dihadapkan dengan probelema serta konflik baru dari kehidupan sebelumnya, mampukah Max mengubah masa depan kelam yang menunggunya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wira Yudha Cs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 29 SALJU PERTAMA

Sebelum matahari terbit, Max dan kedua pengawalnya pergi meninggalkan mension. Ansel masih tertidur pulas di kamarnya. Akhir-akhir ini, bocah kecil itu patuh dan mau bermain dengan pengasuhnya. Max cukup puas akan perubahan ini. Ia pun dapat meninggalkan mension-nya dengan tenang.

Hari ini, dia berencana pergi ke gerbang masuk wilayah Utara untuk menanyakan perihal tebu liar yang tumbuh di hutan wilayah ini. Akibat insiden ular raksasa yang mengamuk di Desa Willow, Max mengurungkan niatnya untuk membeli tebu di sana. Sebab, dia menyaksikan sendiri semua perkebunan dan lahan pertanian di desa tersebut mengalami kerusakan yang sangat parah.

Meski matahari belum terbit, aktivitas penduduk Utara — terutama di ibu kota — sudah berjalan seperti biasa. Lampu-lampu di pinggir jalan masih menyala dengan indah. Aroma lezat makanan bakar tercium hampir di sepanjang jalan. Max yang tidak sempat sarapan di mension, meminta pengawalnya untuk berhenti sejenak di depan rumah makan mewah.

Yas dan Hainry yang baru pertama kali menginjakkan kaki di tempat mewah itu merasa sungkan menerima ajakan makan dari sang majikan. Namun, mereka tetap menerimanya dengan memesan makanan paling murah. Max tidak mempermasalahkannya. Dia tahu kedua pengawalnya tidak biasa makan di tempat seperti itu. Sejujurnya, dia sendiri juga baru pertama kali makan di sana. Sesekali memanjakan perut tidak ada salahnya, pikir Max saat itu.

"Hainry, aku turut berdukacita atas kehilanganmu," ujar Max usai meneguk segelas air putih.

Hainry yang berwajah lesu menatap tuannya dengan sendu. "Terima kasih, Tuan. Untungnya mereka telah dimakamkan dengan layak," ujarnya dengan sedikit senyuman.

Max awalnya meminta Hainry untuk tidak bekerja terlebih dahulu karena masih dalam suasana berkabung. Namun, pria itu tetap memaksakan diri dan ingin kembali bekerja. Meski raut kesedihan itu masih ada, dia berusaha keras untuk terlihat baik-baik saja. Akhirnya, Max pun membiarkan pria itu bekerja dengan harapan agar Hainry segera melupakan kesedihannya.

Setelah makan, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Tak butuh waktu lama, mereka pun tiba di gerbang masuk wilayah Utara. Max masih mengenali para penjaga di sana. Dengan semangat, Max turun dari gerbong dan menyapa para penjaga.

"Tuan, apa yang membawa Anda ke sini? Apakah Anda ingin melakukan perjalanan ke luar wilayah Utara?" tanya salah satu penjaga gerbang.

"Tidak. Saya ke sini secara pribadi ingin bertanya kepada Anda," jawab Max dengan lugas.

"Oh, apa yang ingin Anda tanyakan, Tuan?" Penjaga gerbang itu menatap Max dengan penasaran.

"Selama perjalanan ke wilayah ini, saya melihat tebu-tebu liar di hutan wilayah Utara. Apakah itu ditanam oleh seseorang?"

Penjaga gerbang itu mengernyitkan dahi untuk beberapa saat sebelum menjawab. "Semua yang ada di hutan wilayah Utara tumbuh secara alami, Tuan. Tidak ada hak milik siapa pun. Apakah Tuan tertarik pada tebu-tebu liar itu?"

Mendengar hal ini, Max cukup senang. Sudut bibirnya bahkan tersenyum kecil sebelum kembali berkata, "Ya. Dapatkah saya mengambilnya?"

"Tentu bisa, Tuan. Namun, Anda harus menjaga kelestarian hutan. Jangan sampai merusak tumbuhan lain. Jika bisa, tolong lakukan penanaman kembali ketika Anda mengambil tebu-tebu itu," ujar penjaga gerbang dengan ramah.

"Baiklah. Saya akan mengingat hal itu. Terima kasih."

Sebelum pergi, Max bahkan memberikan tiga keping koin emas kepada penjaga gerbang. Mereka menerimanya dengan enggan. Setelah itu, Max dan kedua pengawalnya segera keluar dari gerbang masuk wilayah Utara untuk menuju hutan.

---

Sebelum matahari terbenam, lebih dari seratus batang tebu telah berhasil Max dan kedua pengawalnya kumpulkan. Kebanyakan tebu yang Max jumpai berwarna ungu. Namun, itu tidaklah masalah. Max justru senang karena tebu-tebu itu cukup gemuk, nyaris sebesar tangan orang dewasa. Kandungan air di dalamnya juga banyak dan sangat manis.

Max dan kedua pengawalnya bahkan sesekali menyesap tebu itu untuk memuaskan dahaga. Seperti permintaan penjaga gerbang, Max juga menanam kembali batang tebu di lahan kosong. Karena gerbong tidak begitu luas untuk menampung ratusan batang tebu, Max memasukkan semua tebu-tebu itu ke dalam cincin penyimpanannya.

Melihat hal ini, Yas dan Hainry sedikit terkejut. Namun, mereka tidak berani untuk bertanya. Apa pun yang dilakukan sang tuan, itu adalah rahasia pribadi dan bukan hak mereka untuk menanyakannya.

Saat di perjalanan pulang, sinar matahari yang perlahan terbenam menyinari seluruh penjuru. Namun, warga Utara masih banyak yang beraktivitas di luar rumah. Suasana petang itu sangat hidup dan bersahaja. Lampion-lampion yang tergantung di pinggir jalan sudah dinyalakan dengan indah.

Tepat ketika kereta kuda tiba di halaman belakang mension, matahari sudah sepenuhnya terbenam. Max turun dari gerbong dan menatap langit yang mulai menggelap. Butiran putih kecil perlahan turun ke permukaan. Salju pertama di musim dingin telah tiba.

Hainry dan Yas yang juga melihat salju pertama turun mendongak dengan mata berbinar.

"Tuan, salju pertama di Utara dipercaya membawa berkah. Anda harus membuat keinginan dengan menutup mata," ujar Yas ketika memperhatikan wajah sang tuan yang menatap butir salju penuh kekaguman.

Max sendiri tidak menanggapi. Fokusnya masih terpatri pada butir salju yang semakin besar. Udara dingin segera menyapu wajah tampan itu. Max mengulurkan satu tangan dengan telapak menengadah. Beberapa butir salju segera jatuh di telapak tangan itu dan mencair.

Hainry dan Yas sudah memejamkan mata sembari menautkan jari kedua tangan, lalu mereka mulai membuat keinginan. Max menoleh, menatap kedua pengawalnya yang tampak serius. Tanpa sadar, pemuda itu pun ikut memejamkan mata dan mulai berujar di dalam hatinya.

"Jika para dewa memang dapat mendengar, maka dengarkanlah permintaanku. Tolong ciptakan banyak kesempatan agar aku bisa menjungkirbalikkan Zenos beserta isinya. Terlebih dari itu, tolong selalu lindungi Anna Froger, di mana pun dia berada."

Setelah mengucapkan kalimat terakhirnya, Max membuka mata dengan tenang. Ia segera meninggalkan kedua pengawalnya untuk masuk ke mension.

Sementara itu, di lain sisi, Anna Froger sedang berdiri di depan jendela kamar. Sudut bibir pucatnya tersenyum ketika menyaksikan butir demi butir salju perlahan turun ke permukaan tanah. Segera, sekelebat wajah-wajah yang dirindukannya hadir satu per satu mengisi kekosongan relung hatinya.

"Waktu terus berlalu, kumohon, lakukanlah yang terbaik agar semua itu tidak lagi terulang. Aku yakin, kamu pasti bisa melakukannya. Terlebih dari itu, aku mohon jaga ‘dia’ dengan baik. Beri dia kasih sayang yang belum sempat kita berikan di dua kehidupan sebelumnya," ucap Anna dengan lirih.

Tanpa sadar, bulir bening perlahan turun membasahi wajah cantik itu. Dadanya sesak setiap kali memikirkan ‘mereka’. Namun, Anna tidak bisa berbuat gegabah atau semua akan kembali seperti semula. Dia hanya bisa mendoakan ‘mereka’ agar selalu baik-baik saja.

Tepat pada tengah malam, seluruh lampion di ibu kota diterbangkan secara bersamaan. Segera, pekatnya malam menjadi indah dengan kilauan cahaya yang berasal dari ribuan lampion.

Max, dengan Ansel di gendongannya serta sang ibu, menyaksikan hal itu di halaman belakang mension mereka. Ansel tampak sangat antusias, sesekali menunjuk langit dengan senyum bahagia.

Butir salju turun semakin deras. Angin dingin berhembus begitu lembut. Seiring berjalannya waktu, ribuan lampion yang berterbangan hanya terlihat seperti sekumpulan titik cahaya jingga di bawah gemerlapnya langit malam.

Raut bahagia di wajah Ansel perlahan redup. Mata bocah kecil itu berkaca-kaca. Max tidak melihat hal ini; ia baru terkejut ketika Ansel tiba-tiba memeluk erat lehernya dan membenamkan wajah di pundaknya.

Sebelum Max bereaksi, tubuh pemuda itu segera meremang dan dipenuhi keterkejutan. Suara kecil Ansel terdengar lirih dan menyedihkan di telinganya.

"Ayah, aku merindukan Ibu."

1
Silla Okta
lanjutkan Thor
Pektam110
🙏
Silla Okta
semoga max dan Anna bisa bersama di kehidupan ini,,,, next Thor
Silla Okta
next Thor,,,,, kutunggu selalu update dari mu
Pektam110
luv yu tu😍
Silla Okta
next Thor,,,,,, kutunggu up mu selalu luv yu
Silla Okta
next Thor
Dewiendahsetiowati
hadir thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!