NovelToon NovelToon
Lelaki Dari Satu Malam

Lelaki Dari Satu Malam

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Keluarga
Popularitas:960
Nilai: 5
Nama Author: Keke Utami

Rinjani hanya ingin hidup tenang.
Tapi semua hancur saat ia terbangun di kamar hotel bersama pria asing. Dan beberapa jam kemudian mendapati kedua orang tuanya meninggal mendadak.

Dipaksa menikah demi melunasi utang, ia pingsan di hari pernikahan dan dinyatakan hamil. Suaminya murka, tantenya berkhianat, dan satu-satunya yang diam-diam terhubung dengannya ... adalah pria dari malam kelam itu.

Langit, pria yang tidak pernah bisa mengingat wajah perempuan di malam itu, justru makin terseret masuk ke dalam hidup Rinjani. Mereka bertemu lagi dalam keadaan tidak terduga, namun cinta perlahan tumbuh di antara luka dan rahasia.

Ketika kebenaran akhirnya terungkap, bahwa bayi dalam kandungan Rinjani adalah darah daging Langit, semuanya berubah. Tapi apakah cinta cukup untuk menyatukan dua hati yang telah hancur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Keke Utami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29. Nafa

Pagi menjelang, Langit terbangun. Ia menatap sekitar dengan cahaya yang remang, kemudian Langit tersadar jika ia sudah di kamar. Bukankah semalam ia duduk bersama teman-temannya dan … minum?

“Astaga! Gue pasti kebablasan mabuk,” Langit mengutuk dirinya sendiri. Perlahan turun dan bangkit mencari segelas air di pantry. Saat pintu kamar terbuka, di pantry sudah ada seorang gadis yang sibuk menyiapkan sarapan pagi ini.

“Rinjani,” tegur Langit. 

Rinjani menoleh, tersenyum, “Mas Langit udah bangun. Mau kopi atau apa pagi ini?”

Langit tidak menjawab, ia melirik jam digital yang menempel di dinding. Waktu menunjukkan masih terlalu pagi dari biasa untuk Rinjani ada di apartemennya.

Langit mendekat, namun saat melewati sofa ia menemukan selimut dan bantal. Seolah tahu apa yang Langit pikirkan, Rinjani kembali berujar.

“Semalam … Non Nafa telepon. Minta saya ke sini,” ujar Rinjani.

Langit mengernyit, “Nafa?” tanyanya.

Rinjani mengangguk, menyimpan sarapan di piring, “Non Nafa sibuk ada tugas kampus. Jadi minta saya jagain Mas Langit. Makanya Non Nafa pulang.”

Sebelah alis Langit terangkat, “Wait! Jadi … Nafa ke sini?” tanya Langit.

Rinjani mengangguk lagi, “Nggak lama setelah Mas Langit antar saya pulang.”

Langit menghela napas dan membuangnya dengan kasar. Berdecak. Ini salah satu dampak jika ia mabuk. Ia akan lupa semuanya.

Dering ponsel yang ada di balik bantal sofa mendengar, Langit mengambil ponsel itu, itu adalah ponselnya, yang semalam tertinggal di sana saat ia mabuk.

“Halo, Pa?” 

Evan menghubunginya pagi ini.

“Ya, nanti aku yang jemput. Safe flight.”

Setelah panggilan terputus. Langit duduk di stool, meminta segelas air pada Rinjani dan menegaknya hingga habis.

“Mama sama Papa udah berangkat. Saya siap-siap dulu,” Langit turun dari stool. Kembali ke kamar dan bersiap menjemput Evan dan Olivia di bandara.

Sedangkan Rinjani, ia mulai membereskan semua peralatan dapur yang ia gunakan. Membersihkan sofa tempat ia tidur semalam. Kemudian menunggu Langit ke luar untuk sarapan yang sudah ia hidangkan.

“Duduk, Rin!” perintah Langit.

Rinjani ikut duduk seperti biasanya. Mulai sarapan bersama Langit yang sudah rapi dengan jas kantor.

“Semua pekerjaan kamu udah selesai?” tanya Langit. 

“Tinggal bersihin apartemen, Mas.”

“Nggak perlu. Saya nggak pulang ke sini lagi nanti. Saya tidur di rumah.”

Setelah mereka sarapan, Rinjani membereskan bekasnya sebelum ia meninggalkan apartemen Langit.

“Ayo, saya antar,” ujar Langit.

Rinjani menurut, langkah kecilnya mengikuti Langit dan meninggalkan apartemen menuju basement. Keduanya segera masuk ke dalam mobil dan melaju ke kediaman keluarga Alexander.

Berselang belasan menit sebab jalanan yang masih belum sepadat yang biasanya, mobil Langit berhenti di depan pagar yang terbuka. Tepat beberapa saat setelah itu mobil Nafa juga keluar. Calon istrinya hanya membunyikan satu klakson saat melihat mobil yang berhenti. Tidak menurunkan kaca atau sekedar menegurnya.

Rinjani terdiam. Memperhatikan air muka Langit saat Nafa berlalu. 

“Makasih, Mas,” ujar Rinjani. Langit hanya mengangguk singkat. Rinjani turun dan masuk ke dalam rumah.

“Non …” Sulis mendekat saat Rinjani sampai di dapur.

“Non tidur di apartemen Mas Langit?” tanya Sulis. 

“Iya, Bi. Semalam Non Nafa telepon dan minta aku ke apartemen Mas Langit. Aku lihat Non Nafa nangis. Tapi … aku nggak bilang ke Mas Langit tadi pagi. Mungkin dia udah tahu.”

Ami yang ikut mendengar juga menimpali, “Semalam juga nangis. Saya pikir mereka berantem.”

“Nggak tahu, Teh. Pas sampai apartemen Mas Langit udah tidur. Terus Non Nafa bilang aku tidur aja di sofa. Udah disediain bantal sama selimut juga,” ucap Rinjani, ia membuang napas, “Kenapa, ya? Tadi waktu nganter aku, mobil Non Nafa pergi gitu aja.”

“Bibi juga nggak tahu, Non,” ucap Sulis.

“Ya udah atuh … ayo masak. Ibu sama Bapak pulang hari ini,” ujar Ami. 

Ketiganya berbagi tugas. Rinjani akan mamasak bersama Ami dan Sulis akan membersihkan rumah tersebut.

**************** 

Olivia mendelik ke arah suaminya. Ia, Evan dan Langit baru saja memasuki rumah mereka. 

“Ma …” 

“Iya, iya … diizinin kerja!” suara Olivia begitu sebal saat menjawab panggilan Evan. Evan tertawa pelan, mengecup puncak kepala istrinya, dan berlalu bersama Langit yang juga tertawa melihat kedua orang tuanya.

“Rin! Tolongin saya,” Olivia memanggil Rinjani yang sejak tadi ikut menyaksikan apa yang terjadi.

“Kamu bawa yang ringan aja,” ujar Olivia, meminta Rinjani membawa paper bag berisi oleh-oleh dari Makassar.

“Nafa udah berangkat?” tanya Olivia sambil duduk di sofa ruang tengah.

“Udah, Bu.” 

“Kamu tolong simpan paper bag warna coklat ke kamar dia, ya,” ujar Olivia.

Rinjani berlalu dengan tiga paper bag warna coklat ke kamar Nafa. Saat masuk kamar tampak cukup gelap. Gorden masih tertutup namun ranjang sudah rapi. Macbook di kasur dibiarkan menyala dan Rinjani mendekati ranjang untuk menyimpan semua paper bag tadi.

Rinjani harsa …

Rinjani menoleh dua kali saat ia tidak sengaja mengintip layar macbook tersebut. Sesaat matanya membulat sempurna dengan apa yang ia temukan di layar desktop. Dengan lancang Rinjani menutup desktop yang menampilkan informasi terkait dirinya, keluarganya, dan bahkan siapa ia sekarang.

“Non Nafa?” Rinjani panik. Mulai ketakutan. Ia tidak ingin diusir dan dikembalikan pada Darren.

** 

Waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang. Evan tidak akan kembali sebab ada rapat di salah satu perusahaan bersama Langit. Dan Nafa mengabari Olivia jika ia akan pulang sore.

Olivia menatap Rinjani yang membersihkan meja. Ia memanggilnya. 

“Rin …” 

Rinjani menoleh, “Ya, Bu?” dan mendekat.

“Temenin saya ke salon, ya. Saya bosen di rumah.”

“Baik, Bu. Saya ganti baju dulu.”

Rinjani pamit ke kamar ART. Tidak lama ia muncul dengan baju yang lebih baik dari sebelumnya. 

“Ayo,” ujar Olivia. Keduanya segera masuk ke dalam mobil. Dengan di kendarai seorang bodyguard mobil melaju menuju salon langganan Olivia. 

“Ayo, masuk,” ajak Olivia. 

Rinjani menggeleng, “Saya tunggu di sini aja, Bu,” ia menolak dan merasa tidak enak.

“Nggak apa-apa. Dulu Sari juga sering saya ajak ke salon,” ucap Olivia sedikit memaksa.

Rinjani ikut, masuk bersama Olivia.

Olivia mulai memilih paket perawatan untuknya dan Rinjani yang tengah mengandung. Setelah itu, mereka benar-benar membiarkan waktu menyita semua kegiatan tersebut hingga petang.

Setelah semuanya selesai, keduanya meninggalkan salon menuju pusat perbelanjaan.

“Saya mau ke Alexander diamond store sebentar.  Kalau kamu capek, kamu bisa tunggu di mobil.” 

Rinjani mengangguk, “Baik, Bu,” ujarnya. Olivia memasuki pusat perbelanjaan bersama bodyguard yang setia mengikutinya.

Sementara Rinjani hanya duduk di mobil, memperhatikan langit yang mulai mendung, mungkin beberapa menit ke depan akan turun hujan. Para pedagang asongan di dekat halte-halte seolah tak peduli dengan cuaca yang bisa saja hujan.

Seorang anak kecil mengetuk kaca mobil. Rinjani membuka pintu.

“Kak mau beli minuman?” tawarnya.

Rinjani tersenyum. Mengangguk. Tidak ada salahnya membeli meski ia tidak haus. Membeli tidak harus butuh. Tapi boleh jadi untuk membantu mereka yang membutuhkan dengan tetap menghargai apa usaha mereka sekarang.

“Beberapa?” tanya Rinjani saat meraih sebotol air mineral.

“10 ribu, Kak.”

Rinjani menyerahkan uang 50 ribu.

“Tunggu ya, Kak … saya tuker ke teman di sana,” anak kecil menunjuk halte, tempat di mana anak-anak seusianya juga ada di sana.

“Kakak mau ikut?” tanyanya. 

Rinjani mengangguk, ikut melangkah menuju halte yang cukup ramai. Di tangan Rinjani air mineral itu sudah habis setengah. Namun perasaannya mendadak berubah, kepalanya mulai pusing, penglihatannya berkunang dan ia segera duduk di halte tersebut. 

1
Nadin Alina
Hebat sih, Rinjani. Yang semula tuan putri mau berjuang untuk hidup🙃
Nadin Alina
next bab Thor....
Nadin Alina
Ceritanya keren, semangat Thor 🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!