NovelToon NovelToon
IBU SUSU PUTRIKU WANITA GILA

IBU SUSU PUTRIKU WANITA GILA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / Balas Dendam / Ibu Pengganti / Cinta Seiring Waktu / Ibu susu
Popularitas:10.5k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

Davian Meyers ditinggal oleh istrinya kabur yang mana baru saja melahirkan putrinya bernama Cassandra Meyers.

Sayangnya Cassandra kecil justru menolak semua orang, selalu menangis hingga tidak mau meminum susu sama sekali.

Sampai dimana Davian harus bersedih hati karena putri kecilnya masuk rumah sakit dengan diagnosa malnutrisi. Hatinya semakin hancur saat Cassandra kecil tetap menolak untuk menyusu. Lalu di rumah sakit Davian menemukan putrinya dalam gendongan seorang wanita asing. Dan mengejutkannya Cassandra menyusu dengan tenang dari wanita tersebut.

Akan tetapi, wanita tersebut tiba-tiba pergi.

Demi kelangsungan hidup putrinya, Davian mencari keberadaan wanita tersebut lalu menemukannya.

Tapi bagaimana jika wanita yang dicarinya adalah wanita gila yang dikurung oleh keluarganya? Akankah Davian tetap menerima wanita itu sebagai ibu susu putrinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 25. KESALAHAN FATAL

Malam itu rumah terasa asing bagi Olivia. Setiap sudut yang dulu hangat kini berubah jadi dinding dingin yang mengekang. Sejak sore, setelah keputusan Davian diumumkan, ia tidak lagi diperbolehkan memegang Cassandra kecuali saat menyusuinya. Bayi mungil itu kini tidur di kamar khusus bayi, dengan Emily yang selalu berjaga.

Olivia duduk di ranjang kamarnya yang gelap, memeluk lututnya erat-erat. Matanya bengkak karena menangis tanpa henti. Dadanya terasa sesak, napasnya terengah-engah seperti baru saja berlari, padahal ia hanya duduk di sana.

Pintu kamarnya terkunci dari luar. Davian tak ingin Olivia diam-diam masuk ke kamar bayi tengah malam, sesuatu yang biasa wanita lakukan sebelumnya untuk tidur di samping Cassandra.

"Cassandra ...," bisiknya lirih. Air mata mengalir lagi. "Mama di sini, Nak. Mama di sini ...."

Namun suara itu hanya tenggelam di dalam kesunyian. Tidak ada tangisan bayi yang menjawab. Tidak ada suara napas kecil Cassandra yang biasanya membuatnya bisa tidur. Yang tersisa hanya hampa, dan hampa itu terasa seperti jurang yang siap menelannya.

Di ruang kerjanya, Davian duduk termenung. Gelas bourbon di tangannya hanya disentuh, tidak diminum. Peter berdiri di dekat jendela, menatap ke luar, ke halaman gelap yang diterangi lampu taman.

"Kau yakin ini jalan terbaik?" Peter akhirnya bertanya.

Davian tidak segera menjawab. Ia hanya menutup mata, mengatur napas. "Kalau kubiarkan dia terus menganggap Cassandra anaknya, dia tidak akan pernah sembuh dari kebohongan itu. Aku tidak bisa membiarkannya hidup dalam ilusi."

"Tapi ..." Peter menoleh, suaranya melembut, "... kau tahu betul betapa Olivia menggantungkan hidupnya pada bayi itu. Mungkin Cassandra satu-satunya yang membuatnya bertahan."

Davian membuka matanya, tatapannya penuh luka yang disembunyikan. "Aku tahu. Tapi sampai kapan? Sampai Olivia kehilangan batas antara kenyataan dan delusi? Aku tidak mau melihatnya semakin tenggelam. Lebih baik sekarang dia merasakan sakit ini, daripada terus hidup dalam kebohongan."

Peter terdiam. Ia bisa mengerti alasan Davian, tetapi hatinya tetap menolak melihat Olivia dicabut dari satu-satunya sumber kedamaiannya.

"Aku khawatir," Peter berkata pelan. "Aku khawatir luka ini justru akan menghancurkannya lebih jauh, Dav."

Davian menatap meja kerjanya, jari-jarinya mengepal. "Kalau itu harga yang harus dibayar demi kebenaran, maka biarlah begitu."

Pagi berikutnya, Olivia diberi kesempatan menyusui Cassandra. Emily membawakan bayi itu ke kamar Olivia.

Saat pintu dibuka, Olivia langsung menoleh, matanya berbinar penuh kerinduan. Begitu Cassandra diletakkan di lengannya, ia mendekap erat bayi itu, seolah takut jika disentuh sedikit saja, bayi itu akan direnggut lagi. Air matanya jatuh membasahi pipi kecil Cassandra.

"My Baby ... Mama di sini ... Mama merindukanmu ....," bisiknya gemetar.

Cassandra mengisap pelan, tenang di pelukannya. Olivia merasa sejenak damai, seakan dunia kembali utuh. Tapi begitu Emily memberi isyarat waktu habis, Olivia langsung panik.

"Tidak! Jangan bawa dia pergi! Biarkan dia di sini ... tolong ...," Olivia memohon, matanya liar, suaranya pecah.

Emily menunduk, merasa iba, tapi tetap menjalankan perintah. Cassandra diambil dengan hati-hati. Olivia berusaha memertahankan, tapi tubuhnya terlalu lemah dibanding tenaga Emily.

Pintu ditutup kembali. Olivia terjatuh ke lantai, memeluk udara kosong di dadanya, menangis histeris.

Hari-hari berikutnya terasa seperti neraka bagi Olivia. Ia hanya boleh bertemu Cassandra beberapa kali sehari untuk menyusuinya. Selebihnya, ia terkurung dalam kamarnya sendiri.

Setiap malam, ia duduk di dekat dinding, menempelkan telinganya berharap bisa mendengar tangisan Cassandra dari kamar sebelah. Kadang ia membisikkan doa, kadang ia hanya menangis diam-diam hingga tubuhnya lelah dan tertidur di lantai.

Sementara itu, Davian tetap bersikap tegas. Ia tidak bergeming sedikit pun meski mendengar kabar Olivia sering menangis hingga pingsan.

"Kita tidak boleh goyah," katanya pada Peter suatu sore. "Kalau kita mundur, semua usahanya untuk keluar dari delusi akan sia-sia. Dia harus belajar menghadapi kenyataan."

Peter menatap sepupunya itu lama, lalu menghela napas berat. "Aku hanya takut kita kehilangan Olivia. Dia sudah terlalu hancur, Dav. Kumohon hentikan ini. Aku tahu dia salah, tapi jangan siksa dia seperti ini."

Davian mengalihkan tatapan, menatap ke jendela yang diterpa cahaya senja. "Mungkin itu resiko yang harus ditanggung. Tapi aku tidak akan biarkan dia terus menipu dirinya sendiri atau menipu Cassandra dengan cerita palsu."

"Kau gila, Dav," umpat Peter yang pergi dari ruangan, tak ingin mendengar kekeras kepalaan Davian.

Olivia, di sisi lain, mulai kehilangan arah. Ia tidak lagi makan dengan teratur. Kadang ia hanya duduk diam di kursi, menatap kosong ke lantai. Kadang ia menulis nama Cassandra berulang-ulang di buku catatan lusuh, hingga halaman penuh coretan tangisan.

Suatu malam, ia bahkan berbicara pada bayangan dirinya di cermin. "Mereka bohong ... mereka sama ... mereka bohong ... mereka mengambil bayiku."

Namun bayangan itu hanya menatap balik, membisu, memantulkan kesedihannya yang semakin dalam.

Setiap kali ia memeluk Cassandra untuk menyusui, ia merasa diberi kehidupan baru. Tapi setiap kali bayi itu diambil darinya, ia merasa dipaksa mati berkali-kali.

Keputusan Davian yang semula dimaksudkan untuk sedikit menghukum wanita itu atas kebohongannya, justru menjadi awal kehancuran Olivia yang nyata.

Karena sejak Cassandra dijauhkan, Olivia kehilangan satu-satunya kedamaian dalam hidupnya.

Hari-hari berubah menjadi kabut tebal bagi Olivia. Waktu seolah tak lagi memiliki arti. Pagi, siang, dan malam melebur menjadi satu kesunyian yang sama: hampa. Setiap kali pintu kamarnya dibuka hanya untuk memberikan kesempatan menyusui, itu menjadi satu-satunya momen di mana ia merasa bernapas. Tapi setelah Cassandra diambil kembali, hatinya seperti dipukul palu besi, hancur berkeping-keping.

Olivia mulai kehilangan kemampuan berbicara. Emily mendapati Olivia kini hanya diam seperti boneka tanpa jiwa. Tidak makan, minum, bahkan bergerak. Satu-satunya yang membuktikan kalau Olivia hidup hanya gerakan dadanya yang naik turun ketika bernapas.

Emily merasa iba, tapi tak berani menentang Davian.

Suatu sore, Peter mendatangi Davian di ruang kerja. Ia membawa secangkir kopi, menaruhnya di meja. Namun tatapannya penuh kerisauan.

"Aku baru saja melihat Olivia," katanya pelan.

Davian menoleh dari tumpukan dokumen. "Bagaimana keadaannya?"

Peter menghela napas berat. "Seperti mayat hidup. Matanya kosong, langkahnya goyah, seolah hanya tubuhnya yang hidup, sementara jiwanya sudah pergi. Aku takut, Davian ... aku takut kita telah membuatnya benar-benar kehilangan pegangan. Di mataku dia seperti kehilangan kewarasan. Dia benar-benar menjadi gila sungguhan."

Davian terdiam. Tangannya menggenggam pena erat-erat, tapi tak ada kata keluar.

"Apa kau masih yakin keputusanmu benar?" Peter mendesak, terkesan marah.

Davian menutup matanya sejenak, lalu membuka kembali. Sorot matanya tetap keras, meski ada retakan halus di sana.

"Kau lihat sendiri akibatnya," suara Peter meninggi. "Dia hancur, Davian! Hancur! Dia bukan sekadar kecewa, dia kehilangan satu-satunya alasan hidupnya. Kau mencabut napas dari paru-parunya. Kau pikir dia bisa bangkit dari ini? Keputusanmu membuatnya benar-benar menjadi gila!"

Davian berdiri, berjalan ke jendela, menatap langit sore yang berwarna merah keemasan. Hening beberapa saat, sebelum akhirnya ia berucap lirih, "Kau yakin itu bukan bagian dari kebohongannya yang lain? Bukankah dia juga melakukan hal itu di keluarganya sebelum kita membawanya ke rumah ini?"

Peter menunduk, mengepalkan tangan. Ia tidak bisa membantah, tapi hatinya menolak cara ini. "Dia tidak bohong, Dav. Kau ... aku ... kita membuatnya kehilangan kewarasannya. Dia memang salah karena berbohong, tapi bukankah dia sendiri yang mengatakan kalau dia punya alasan untuk berbohong menjadi gila?"

Kata-kata itu membuat Davian terdiam. Dadanya sesak, meski wajahnya tetap keras.

Hari-hari terus berjalan. Olivia semakin tenggelam. Ia menolak makan, tubuhnya semakin kurus, wajahnya pucat. Ia lebih sering duduk di lantai, memeluk kakinya, menatap kosong. Sesekali ia menulis nama Cassandra di dinding dengan ujung jarinya, seolah itu bisa memanggil bayi itu hadir.

Malam berikutnya, Davian memutuskan mengawasi Olivia dari kejauhan. Ia berdiri di balik pintu kamarnya yang sedikit terbuka. Dari celah itu, ia melihat Olivia duduk di lantai,

"Mereka bohong ... mereka sama seperti yang lain ... mereka pembohong ... mereka mengambil bayiku juga," gumam Olivia lagi dan lagi.

Davian menutup mata, kepalanya menunduk. Ia merasakan sesuatu menusuk dadanya perih, getir, seperti menelan pisau. Ia baru sadar ... kalau dirinya telah mengingkari janji pada Olivia. Bahwa Davian akan menjaganya, dan tidak membiarkan Olivia kehilangan bayinya lagi.

Yang berbohong di sini bukanlah Olivia, tapi Davian sendiri. Dan Davian mengutuk dirinya. Ia sadar, keputusannya telah membawa Olivia ke jurang paling gelap dalam hidupnya. Ia telah membuat keputusan yang salah.

1
Nor aisyah Fitriani
wahhhh ada bom yang akan siap meledak
Jelita S
mungkinkah ada konspirasi disini???
Casie mungkin anaknya Davian dengan Olivia?,,dan mungkin ini semua permainan Raymond?
Jelita S
Akhirnya,,,,Casie cepat satukan mom and Dady mu y😀😀
Archiemorarty: Benar Cassie
total 1 replies
Ir
kau yang mulai kau yang mengakhiri
kau yang berjanji kau yang mengingkari
Archiemorarty: Aku bacanya sambil nyanyi wehhh
total 1 replies
Hasbi Yasin
sadar juga davian takut kehilangan olivia
Archiemorarty: Siapa yang nggak takut kalau pas liat doi sekarat
total 1 replies
Jelita S
sabar y babang Davian
Jelita S
peter kamu Daebak🫰
Archiemorarty: Terbaik emang Abang Peter /CoolGuy/
total 1 replies
Annida Annida
lanjut tor
Archiemorarty: Siap kakak, terima kasih /Determined/
total 1 replies
Hasbi Yasin
hukuman nya kejam banget si davian udah di peringatin sma peter gk mau jdi olivia bunuh diri deh
Archiemorarty: Manusia nggak ada yang sempurna, kadang kalau emosi kan suka gitu, salah ngambil keputusan
total 1 replies
Jelita S
Biarkanlah ini mnjadi tragedi yg menyadarkan Davian untuk lebih peka lgi terhadap Olivia
Archiemorarty: Benar, karena gimana pun Davian juga manusia biasa /Cry/
total 1 replies
Ir
hayoo lhooo pian tanggung jawab luuu
kalo sampe Raymond tau wahh abis citra mu piann, di sebar ke sosial media dengan judul
" PEMBISNIS MUDA DAVIAN MAYER, MENJADI MENYEBABKAN SEORANG WANITA BERNAMA OLIVIA MORGAN BUNUH DIRI " tambah bumbu pelecehan dll wahh habis karir 🤣🤣🤣
Ir: hahahhaa 🤣🤣🤣
total 2 replies
Ir
kan jadi gila beneran ck
bisa diskusi baik² bisa di omongin baik² , suka banget ngambil keputusan saat emosi
Ir
ada dua sudut pandang berbeda secara aku pribadi, kan dari awal emang Olivia ga bilang dia gila, orang² aja yg bilang dia gila termasuk emak tirinya, nah seharusnya pian sama Peter jangan langsung menghakimi setidaknya tanya dulu alasan kepura²an nya itu tujuan nya apa, dan untuk Olivia kenapa ga jujur setelah pian tau kebohongan nya dia, apa aja yg selama ini dia alami di rumah Morgan dan selama menikah dengan Raymond
Archiemorarty: Hahahaha....sabar kawan, Olivia juga udah ngalamin banyak hal buruk. Dia cuman takut nggak bisa bareng Cassie lagi
total 3 replies
Ir
Olivia itu lebih ke trauma, takut, patah hati, kecewa, kehilangan dan semua itu Olivia pendem sendiri ga ada tempat buat di berkeluh kesah ga ada yg menguatkan, mental orang beda² jangan kan Olivia, aku aja sampe sekarang kalo ada tlp di jam 2/3 tiga pagi rasanya masih takut, karna jam itu aku pernah dapet kabar adek ku koma, sedangkan posisi aku lagi kerja di luar kota sampe akhirnya jam 2 siang dapet kabar dia udah ga ada, mungkin keliatan nya cuma hal sepele tapi bagiku itu membuat ku trauma
Archiemorarty: Benar, karena mereka nggak ngerasain rasanya.
total 3 replies
Hasbi Yasin
jadi gila beneran kan biarlah casandra kehilangan olivia biar davian ngrasa bersalah
Archiemorarty: hehehe....apa itu damai buat othor
total 1 replies
Jelita S
aku jga jdi dilema Thor mau mengasihani siapa
Archiemorarty: Drama dikit buat mereka
total 1 replies
Nor aisyah Fitriani
lanjutt terussa
Archiemorarty: Siap kakak
total 1 replies
Jelita S
kasihan Olivia tpi kenyataan harus tetap diterima🔥🔥🔥🔥
Archiemorarty: Benar itu
total 1 replies
Jelita S
aduh misteri apalagi kah ini???????????
Archiemorarty: Muehehehe
total 1 replies
Ir
wait suami, kapan mereka menikah kak 😳😳😳
Archiemorarty: Hooh..saya masih belum move on dari bapak Rion dan Lili /Sob/
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!