Kau Hancurkan Hatiku, Jangan Salahkan aku kalau aku menghancurkan Keluargamu lewat ayahmu....
Itulah janji yang diucapkan seorang gadis cantik bernama Joana Alexandra saat dirinya diselingkuhi oleh kekasihnya dan adik tirinya sendiri.
Penasaran ceritanya???? Yuk kepo-in.....
Happy reading....😍😍😍😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahyaning fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 : Harga Diri Terinjak-injak
“Bu Rosa kenal dengan Joana?” tanya Brata dengan nada sopan.
“Iya. Tentu saja saya kenal. Dia ini—mantan pacar putra saya. Dulu, saya pikir dia akan jadi mantu saya. Eh, ternyata hubungannya dengan putra saya malah gagal. Saya nggak nyangka bisa ketemu di sini?” ujar Rosa tersenyum lembut.
“Wah, sungguh disayangkan. Sekarang—dia pacar cucu saya, Tyo?” ucap Brata dengan senyum khasnya.
“Ah, iya? Syukurlah kalau begitu. Joanna bisa move on. Tapi—sebenarnya saya masih menginginkan dia jadi mantu saya loh, Pak Brata? Ternyata jodohnya cucu Anda?” guyon Rosa, membuat semua orang di sana tertawa hangat.
Bram sudah terlihat marah, menatap Jo begitu tajam tanpa mengatakan apa-apa.
“Jodoh nggak ada yang tau, Bu Rosa?” timpal Firman ikut bergabung dengan obrolan seru itu.
Kembali mereka semua tertawa kecil.
Sementara di tempatnya berdiri, Jo meringis canggung. Dia tak menatap Bram, sengaja mengabaikan pria itu, karena sedang kesal hati, tidak diberitahu kalau sudah ada di kota. Padahal suaminya juga sempat menghilang tanpa kabar selama 2 minggu. Malah sekarang tiba-tiba muncul di pesta perusahaan keluarga kakek Brata.
Tyo dengan penuh perhatian mengajak Jo ke gerai makanan. Sengaja pria itu menggamit pinggang Jo, tujuannya supaya aktingnya lebih meyakinkan.
Justru Bram terbakar hatinya, melihat kemesraan mereka. Dia merasa geram, cemburu, dan marah. Namun karena keberadaannya masih di pesta orang lain, ia berusaha untuk menahan rasa panas di dadanya tersebut.
Tangannya terkepal erat. Rahangnya mengeras. Bahkan sorot matanya tajam menatap pasangan itu yang sudah menjauh dari pandangan mata menuju gerai makanan.
Justru Rosa yang malah sibuk diajak ngobrol keluarga Brata.
Terlihat dari kejauhan, Jo tersenyum lebar saat pria yang bernama Tyo itu mengajaknya mengobrol. Keduanya terlihat begitu akrab. Tubuh keduanya saling mendekat , tidak terlalu menempel, tapi terlihat dari kejauhan pria itu seperti memeluk Jo.
Bram mengatupkan rahangnya, giginya bergemeletuk karena amarah yang memuncak saat melihat mereka terlalu dekat. Tangan Rosa yang menjadi sasaran.
Bram remas tangan istrinya dengan kekuatan penuh membuatnya memberi pekikan tajam, mengagetkan semua yang ada di sekitar.
Jantung Bram berdegup keras, seolah setiap detik memompa kebencian yang lebih dalam terhadap apa yang dilihatnya.
“Ada apa, Bu Rosa?” tanya Intan, istri Firman, mamanya Tyo.
“Ah, tidak,” sahut perempuan itu, lalu menoleh ke arah suaminya yang ternyata juga terkejut.
“Maaf, Sayang. Nggak sengaja?” ucap Bram merasa bersalah, begitu tersadar dirinya sudah meremas tangan sang istri dengan kuat.
Sementara di tempat gerai makanan, Jo tersenyum lebar saat Tyo mengambilkan kue kesukaan Jo dan satu cup es krim berukuran jumbo tanpa perlu dia mengantri.
Senyumnya langsung mengembang seperti kue bolu yang dikasih pengembang.
“Gimana? Enak nggak?” tanya Tyo penuh antusias.
“Enak. Ini cheese cake. Kue kesukaan aku, Kapten?” ujar Jo.
“Sudah ku duga….?” gelaknya.
“Es krimnya gede banget, Kapt?”
“Biar kamu kenyang?” kekeh Tyo melihat cup es krim berukuran jumbo di tangan Jo.
“Tapi ini terlalu besar. Aku kekenyangan?”
“Ya sudah setengahnya buat aku?” ujar Tyo, tanpa aling-aling, tiba-tiba dia sudah menyendok es krim Jo dan langsung memasukkan ke mulutnya sendiri.
Mata Jo mengerjap, lalu kemudian dia tertawa kecil.
Ada-ada saja pria di depannya itu.
Tawa Jo yang manis, dengan bibir yang merekah bagaikan bunga di musim semi, tajam menusuk pandangan Bram yang terpaku dari kejauhan. Sedang dia, terisolasi dengan keluarga Tyo di sudut yang berbeda, hatinya terasa teriris-iris, memendam api cemburu yang berkobar-kobar melihat Jo tertawa riang dengan pria lain. Bram, dengan napas yang tersengal-sengal dan genggaman tangan yang mengeras, tidak mampu menyembunyikan rasa tidak sukanya yang kian membara.
“Kapt, aku ke toilet dulu?” pamit Jo pada Tyo.
“Mau ku antar?”
“Ah, tidak usah. Aku bisa sendiri?” ujarnya sambil tersenyum kecil.
Setelah berpamitan Jo langsung mencari kamar mandi terdekat. Gara-gara kebanyakan minum, ia jadi kebelet pipis.
Tak sampai setengah jam, gadis itu keluar dari kamar mandi. Namun Jo begitu terkejut melihat keberadaan Bram yang berdiri di depan kamar mandi dengan melipat kedua tangannya di depan dada sambil menatapnya tajam.
“Daddy?” mata coklat Jo membulat sempurna sangking terkejut melihat keberadaan sang suami di depan pintu kamar mandi.
“Ikut aku….?” tanpa meminta izin, Bram menarik tangan Jo menjauh dari tempat pesta.
“Dad—apa yang kau lakukan? Sakit?” pekik Jo, karena suaminya terlalu kuat mencengkram erat tangannya.
Namun Bram tidak perduli dengan teriakan istrinya, justru Bram membawanya ke sebuah kamar kosong di hotel itu yang dipesannya lewat layanan aplikasi.
“Dad, tanganku sakit?”
Begitu pintu kamar hotel dibuka, Bram mendorong tubuh istrinya dengan kasar hingga tubuh Jo terpental ke tempat tidur.
“Awww,” teriak Jo, “Dad, kau menyakitiku?”
“Apa saat kau tak bersama suami mu sifat mu seperti ini, Jo? Tebar pesona pada semua pria?” ejek Bram dengan penuh amarah.
“Dad….?”
“Ck, kau ini benar-benar perempuan murahan?” teriak Bram, menggebu-gebu.
“Murahan?”
Satu kata Bram sudah menghancurkan harga dirinya.
“Yah,kau perempuan murahan? J*l*Ng!” ejek suaminya dengan suara menggelegar. Untung setiap kamar hotel ada peredam suara, hingga suara Bram yang tinggi tidak terdengar dari luar.
Jo tersenyum miris. Air matanya mengalir tanpa ia minta.
Dadanya sesak, seperti ditindih berton-ton beban kehidupan.
“Murahan? Sekarang Daddy mengataiku J*l*Ng?” Jo tersenyum kecut.
Ternyata benar, bagi suaminya, dia hanyalah penghangat ranjang saja. Predikat istri hanyalah sebuah gelar.
“Bukankah Daddy yang menjadikan ku murahan? Menjadikan ku j*l*Ng?” Jo kembali tertawa kecut, “Murahan—Daddy anggap aku seperti pekerja $3k$, setelah puas terus dilupakan?” seru Jo, matanya menatap nyalang, penuh amarah dan kekecewaan. Suaminya sendiri menyebut dirinya murahan dan J*l*Ng.
“J*l*Ng….?” Jo terkekeh kecil, “Yah, Daddy benar. Aku memang J*l*ng—-tapi justru perempuan J*l*Ng sepertiku lah yang banyak dicari pria-pria di luaran sana….?”
“Pria-pria yang butuh belaian, karena tidak mendapatkan dari istrinya yang sah?” teriak Jo, sambil tersenyum miris.
“Dan Daddy salah satunya….?” kata Jo, menantang.
Bram semakin mengepalkan tangannya kuat. Rahangnya mengeras. Matanya menatap tajam penuh amarah.
“Daddy tidak bisa menjaga kesetiaan, karena Daddy butuh belaian dari perempuan sepertiku, iya kan?” Jo terkekeh meremehkan.
“Tante Rosa sudah tidak bisa melayani Daddy? Karena nafsu Daddy sangatlah besar? Tante Rosa bahkan tidak bisa membuat anu Daddy berdiri? Hahaha?”
“Harusnya perempuan tak berguna seperti itu yang harus DADDY tinggalkan. Bukan aku?” ucap Joanna, lepas kendali karena kesal sekali dengan suaminya.
“Harusnya Daddy tinggalkan saja Tante Rosa di China, Dan kembali padaku? Bukankah Daddy butuh tubuh ku untuk dipuaskan?”
“DIAM KAU?” bentak suaminya, “Kau tidak berhak bicara seperti itu tentang Rosa dengan mulut kotormu, J*l*Ng….?” sentak Bram, matanya merah karena amarah yang menumpuk dalam dirinya.
“Akan aku ajari kau bersikap sopan dan bertutur kata yang baik?”
Bram melepaskan semua pakaian yang menempel di tubuhnya, membuat pria 44 tahun itu telanjang bulat seperti bayi yang baru lahir. Seketika tubuh Jo meremang ketakutan.
Takut karena mata Bram menatapnya murka, bukan tatapan penuh cinta dan sayang seperti biasanya.
“Daddy mau apa?” terdengar kepanikan dari pertanyaan Jo. Ia sadar, kamar hotel itu hanya ada mereka berdua.
Tubuhnya beringsut mundur, hingga tubuhnya mentok ke sandaran tempat tidur.
“Daddy jangan macam-macam? Kita sedang ada di pesta?” peringat Jo menyadarkan suaminya.
“Pesta ----di ballroom. Dan di kamar---- pesta kita….?” ucap Bram, netranya tajam menatap Jo.
“Dad—-jangan main-main?” Jo mulai ketakutan. Karena tidak biasanya sang suami menyeringai seperti itu.
“Kenapa? Takut? Tadi, kau begitu sombong? Sekarang biar aku ajari apa itu sopan santun?”
Srekk….
Dalam sekali tarikan, gaun cantik yang dipakai Jo rusak di tangan suaminya.
“Gaunku?” pekik Jo terkejut, karena gaunnya koyak.
“Dad—ini dibelikan Kapten Tyo, setelah di laundry aku akan mengembalikannya. Kenapa di robek?”
“Apa? Gaun ini dibelikan pria lain?” tangan Bram semakin mengepal.
“Bukankah pernah ku bilang, jangan pernah menerima apapun dari pria lain selain aku suamimu. Ternyata,kau ini benar-benar tidak mau menurut dan mendengar ya?”
Bram dengan kasar menyatukan bibirnya dengan bibir Jo. Gadis itu berusaha untuk meronta, namun karena tubuh sang suami yang besar dan tinggi, tak mampu Jo mendorong meski beberapa geseran.
Bram bergerak cepat, tangannya yang besar dengan kasar menyentak gaun yang dikenakan Jo. Kain itu robek, suara koyakannya memecah keheningan, meninggalkan Jo tanpa perlindungan apapun pada kulitnya yang putih mulus. Dia merasa dirinya tidak berdaya, saat gaun terakhir itu akhirnya terlepas sepenuhnya.
“Dad—-keterlaluan!” marah Jo.
Bram tidak perduli, bahkan kini tangannya bergerak melepas kain penutup gunung kembar, dan bagian inti yang masih menempel di tubuh hingga sang istri benar-benar polos tak memakai apapun.
Ciuman yang brutal. Tangan Bram yang meremas dengan kasar, membuat Jo terisak-isak, namun tetap saja Bram tidak perduli.
Bahkan saat pria melakukan penyatuan tanpa pemanasan terlebih dahulu, itu membuat Jo merasa kesakitan di bagian intinya. Jo hanya bisa pasrah menerima apa yang Bram lakukan pada tubuhnya.
Air matanya terus mengalir, bahkan sekarang hatinya terasa sakit, karena telah dilecehkan oleh suaminya sendiri.
Seandainya Bram bertindak lebih lembut, mungkin Jo akan menyerah dengan suka rela. Namun, dengan setiap tindakan brutal dan paksaan yang kasar, Bram tidak hanya melukai tubuh Jo tetapi juga menghancurkan harga dirinya. Setiap gerakannya meninggalkan luka yang tak hanya memar fisik, namun juga membakar jiwa Jo yang lemah. Perasaan hancur dan kehilangan menguasai dirinya, seakan dia telah kehilangan kendali atas dirinya sendiri dalam genggaman Bram yang tak kenal ampun.
Berkali-kali Bram memaksakan kehendaknya. Berkali-kali tubuh Jo terlonjak-lonjak karena gerakan kasar suaminya. Bukan kenikmatan yang Jo dapatkan justru harga diri yang serasa di injak-injak sampai luluh lantak tak tersisa.
Kini ia hanya pasrah, sepasrah pasrahnya, saat Bram mengajaknya bercinta dengan banyak gaya dan dimana pun tempatnya, hingga ia benar-benar lemas tak berdaya. Begitu mata terpejam, barulah sang suami melepaskan diri dari penyatuan itu.
To be continued....
Komen dong biar rame.....
Hehehehe.....
up tiap hari dong kak makin seru nich/Smile//Smile//Smile/
thor buat jo bangkit n bisa buktiin kl mm nya emang dicelakai ma istri barunya bpknya. dan jo bisa bangkit n sukses walaupun ada anak bram. n buat bram n anaknya menyesal udah ninggalin jo
adil dan seimbang sakitnya
dan anak istrinya
untuk yg udh bunuh maminya jo di penjara tanpa di tolong