Naura Anjani, seorang gadis desa yang menikah dengan pria asal kota. Namun sayang, gadis itu tidak di sukai oleh keluarga suaminya karena dianggap kampungan dan tidak setara dengan menantu lain yang memiliki gelar pendidikan tinggi dan pekerjaan yang memadai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Usai sarapan bersama, Mama Sovi membereskan meja makan sendiri tanpa bantuan Naura.
Menantunya yang satu itu sudah enggan membantunya mengurus rumah.
Terbukti setelah Azriel berangkat mengajar, Naura masuk lagi ke kamar dan tidak keluar lagi kecuali saat mengambil sesuatu di dapur.
Sekitar pukul sebelas siang, ia baru bisa duduk santai dan menonton TV di ruang tengah.
Wanita paruh baya itu masih memikirkan bagaimana cara supaya ia bisa tinggal di rumah baru Naura.
Walaupun Azriel menolak secara halus, ia tidak akan menyerah. Mana mungkin ia rela berpisah dengan anak bungsu kesayangannya?
Ponsel di sampingnya bergetar disusul suara dering. Sepasang matanya fokus menonton acara gosip. Tapi sebelah tangannya meraba ke sofa, lalu menyambar benda pipih itu.
Ditatapnya layar yang menyala. Di sana tertera nama adik perempuannya, Gina.
"Halo, Na, apa kabar? Lama kamu menghubungi sejak kejadian kemarin itu!" sapanya setelah benda pipih itu menempel ke telinga.
"Kabarku baik, Mbak. Mbak sendiri apa kabar? Maaf jadi jarang memberi kabar. Aku sedang repot menyiapkan acara empat bulanannya Dewi."
"Lho, sudah empat bulanan saja, nih? Rasanya baru kemarin Dewi menikah, Na," ujarnya.
"Ya begitulah, Mbak. Mungkin sudah rezeki Dewi dikasih momongan lebih cepat," jawab Tante Gina.
Obrolan demi obrolan pun berlangsung. Pasangan adik-kakak itu jarang saling berkabar.
Anak perempuan wanita baru menikah sekitar dua bulan yang lalu. Tapi sekarang sudah hamil empat bulan saja.
"Bagaimana dengan menantu kamu yang dari desa itu, Mbak? Sudah isi dia?" celetuk Tante Gina mulai usil.
Mama Sovi mencebikkan bibirnya. "Tidak usah bahas dia lah, Na. Tidak ada gunanya juga. Sudah berbulan-bulan menikah, masih begitu-begitu saja."
"Sabar ya, Mbak," timpal Tante Gina. Di balik kata sabar wanita itu terselip intonasi mengejek. Tante Gina ikut-ikutan tidak menyukai Naura. "Oh ya, aku sampai lupa. Aku menghubungi Mbak karena ingin mengundang kalian sekeluarga di acara empat bulanannya Dewi. Jangan lupa datang, ya! Ajak semua anak dan menantu kamu, Mbak."
"Kapan acaranya, Na? Aku pasti datang dengan anak-anak," jawabnya.
"Besok, Mbak," sahut Tante Gina.
"Baiklah, Na. Sampai bertemu besok, ya." ucapnya sebelum mengakhiri panggilan.
**
**
Sore harinya ketika Azriel baru tiba di rumah. Ia dihadang oleh mamanya di ruang tengah.
"Aku pikir Mama sedang di kamar," gumam Azriel basa-basi.
"Tidak, Mama dari tadi di sini nonton TV." Azriel menganggukkan kepala. "Mama hanya mau kasih tahu kamu. Tadi Tante Gina telepon, dia mengundang kita ke acara empat bulanan Dewi, sepupu kamu. Kamu dan Naura harus ikut besok. Mbak dan Mas kamu semuanya ikut. Tapi kita bertemu di sana saja," jelas Mama Sovi panjang lebar.
"Oh, iya. Nanti aku kasih tahu Naura, Ma." Mama Sovi mengangguk. "Sudah itu saja, kan?" tanya Azriel balik.
"Iya. Hanya itu saja."
"Ya sudah aku masuk ke kamar ya, Ma," gumam Azriel lalu masuk ke dalam kamarnya.
**
**
Naura mulai memilah barang-barang yang akan ia masukkan ke dalam koper besar sebelum pindah ke rumah barunya.
Koper merah besar itu ia buka dan diletakkan di sebelahnya. Sementara Naura duduk bersila di depan lemari pakaian di bagian bawah.
Meskipun barang-barang Naura tidak terlalu banyak. Tapi yang namanya orang pindahan pasti lumayan repot.
Maka dari itu Naura mulai menyicil merapikan barang-barangnya dan Azriel.
Agar saat mereka pindah nanti, mereka hanya tinggal angkut saja.
Ia berencana membawa sebagian barang ke rumah barunya dengan menggunakan taksi online.
"Assalamualaikum..."
Naura menoleh ke belakang dan mendapati suaminya yang baru saja pulang.
"Waalaikumsalam, Mas." Naura beranjak, ia mencium punggung tangan suaminya.
"Kamu sedang apa, Ra?" tanya Azriel mengintip aktivitas Naura.
Naura ikut menoleh. "Kan aku sudah bilang ke kamu mau nyicil bawa barang kita," jawabnya.
"Oh." Azriel mengangguk kecil.
Pria itu melepas kancing pada lengan bajunya lalu menggulungnya hingga sebatas siku.
"Tadi Mama bilang padaku kalau kita semua diundang ke acara empat bulanan Dewi, Ra," ucapnya.
"Dewi? Sepupu kamu yang baru nikah dua bulan yang lalu itu?" tanyanya, dan diangguki oleh Azriel. "Kok, cepat sekali, sudah empat bulanan saja, Mas?" celetuknya. Lalu Azriel menegur istrinya cepat.
"Tidak, maksud aku..." Naura kemudian diam. Ia sudah tahu jawabannya dari sorot mata suaminya.
"Ya sudah, kapan, Mas?"
"Besok katanya. Acaranya malam. Paling kita berangkat setelah aku pulang mengajar, Ra," timpal Azriel.
"Iya Mas!"
**
**
"Mama sudah berangkat, belum?"
Mama Sovi sibuk sendiri. Ia mencari sepatu yang ingin ia pakai di acara empat bulanan keponakannya hari ini.
Naura dan Azriel sudah siap dari tadi. Tapi semuanya menjadi lebih lama karena mamanya yang ingin terlihat wah di hadapan orang-orang.
Padahal itu bukan acaranya.
"Ini mau berangkat. Tidak tahu, nih! Naura lama sekali! Padahal Mama sudah selesai dari tadi," celetuk wanita itu menumpahkan kesalahannya kepada Naura. Beruntung, Naura tidak mendengarnya.
"Selalu Naura!" timpal Rere sinis. "Tinggalkan saja lah, Ma! Kenapa pakai diajak segala? Toh, tidak diharapkan juga kedatangan Naura!"
"Ssst, tidak boleh begitu, Re. Kan lumayan kalau ada Naura. Bisa jadi hiburan untuk kita semua," bisik wanita itu.
Seketika otak jahatnya dan Rere langsung tersambung.
Rere langsung paham maksud ibu mertuanya.
"Oke deh, Ma." Rere menambahkan, "Aku dan Mas Rangga sudah mau berangkat. Mungkin lima belas menit lagi kami sudah sampai."
"Ria dan Rio bagaimana, Re?"
"Sepertinya mereka sudah berangkat duluan, Ma. Tadi aku chat, tidak dibalas," jawab Rere.
Sambungan telepon pun berakhir antara mertua dan menantu tersebut.
Setelah mendapat sepatu yang ia cari, wanita itu berlari keluar menyusul Azriel dan Naura. Mereka berdua sudah menunggunya sangat lama.
Naura jengah, hampir saja ia mengajak suaminya agar meninggalkan ibu mertuanya saja.
"Ayo berangkat sekarang! Mama jadi telat karena kalian." Wanita itu bersungut-sungut.
Naura dan Azriel saling tatap. Tapi Azriel kemudian mengerjapkan mata, seolah mengisyaratkan, "Sudah, iyakan saja. Daripada semakin lama."
Naura beranjak, ia berniat duduk di kursi depan bersama Azriel. Tapi ibu mertuanya malah menyerobot.
"Kamu duduk di belakang saja sana!"
Naura mengusap dada. Ia mengalah pada ibu mertuanya, daripada nanti ribut dan mereka tidak jadi pergi.
***********
***********
smoga Azriel sll berada di jln yg lurus...
tunggu sja mm sovi apa yg km tabur... kelak akn km tuai hasilnya.... ank dan mantu" parasitmu yg akn mnenggelamkn dirimu... beserta mereka jga ikut tnggelam...
dan smoga saja azriel bukan suami yg bodoh dan mudah di hasut.... di manfaatkn mereka....
sumpah..... hidupnya cm bikin ssh org lain....
se kali" lah seatap dgn mantu" kbanggaan dan ksayanganmu.... agr km tau mna yg manusia ber adab dan mna yg hnya manusia parasit tak tau diri...
biar mrtuamu tau wujud asli mantu" sengkuninya....
krna tak ada luka yg paling mnyakitkn selain pnghianatan...
syukur" kalian para kturunan dajjal di poligami.... biar tau rasa kalian....
intinya km g suka dgn mnantumu yg dri kmpung hidup senang.... km maunya mantu dri kmpung itu trtindas.... jdi babu... jdi pngasuh cucu"mu dri menantu"mu yg yg km anggp perempuan karir trpndang.... dan sll km bela"in