NovelToon NovelToon
PENANTIAN CINTA HALAL

PENANTIAN CINTA HALAL

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: ZIZIPEDI

Aila Rusli tumbuh dalam keluarga pesantren yang penuh kasih dan ilmu agama. Diam-diam, ia menyimpan cinta kepada Abian Respati, putra bungsu Abah Hasan, ayah angkatnya sendiri. Namun cinta mereka tak berjalan mudah. Ketika batas dilanggar, Abah Hasan mengambil keputusan besar, mengirim Abian ke Kairo, demi menjaga kehormatan dan masa depan mereka.

Bertahun-tahun kemudian, Abian kembali untuk menunaikan janji suci, menikahi Aila. Tapi di balik rencana pernikahan itu, ada rahasia yang mengintai, mengancam ketenangan cinta yang selama ini dibangun dalam doa dan ketulusan.

Apakah cinta yang tumbuh dalam kesucian mampu bertahan saat rahasia masa lalu terungkap?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZIZIPEDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PENANTIAN CINTA HALAL

Dalam diam, Bayu termangu.

Tatapan matanya menusuk keluar dari balik jendela kamar. Pandangan itu kosong namun tajam, menerobos tembus pandang kaca, menabrak langit yang mulai meredup. Dunia seperti ikut menggulung perih dalam dadanya.

Topeng cantik itu...

Wanita yang beberapa malam lalu ia yakini sebagai pendamping hidup ternyata menyimpan pemikiran culas dan kebohongan keji. Dan kebohongan, sekuat apapun ditutupi, akan tetap kalah oleh kebenaran yang akhirnya menampakkan wajahnya sendiri.

Sayup, terdengar suara rem mobil mengerem keras di halaman depan. Bayu segera bangkit. Langkahnya tenang, namun bahunya tegang. Hatinya panas, tapi wajahnya tetap datar. Ia membuka pintu.

“Pa, Ma. Silakan masuk,” ucap Bayu sopan, dengan suara rendah namun berwibawa.

Seno dan Alza melangkah dengan wajah khawatir.

“Mana Azela? Bagaimana kondisinya?” tanya Alza cemas, tak sabar menahan resah.

“Azela di kamar, Pa,Ma.”

Bayu mengantar mereka ke kamar utama. Alza langsung memeluk tubuh putrinya yang tertidur, sementara Seno menatap Bayu dalam-dalam, matanya penuh pertanyaan.

“Nak Bayu...” Suara Seno berat. “Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Azela bisa senekat ini?!”

Bayu menatap mereka, lalu menunduk hormat.

“Ada hal penting yang harus saya sampaikan. Boleh kita bicara di ruang tengah saja?”

Seno mengangguk. Mereka pun menuju ruang keluarga.

Bayu duduk tegak, punggungnya lurus. Bahunya seperti memikul beban besar.

“Maaf, Pa. Ma. Saya tahu ini berat. Tapi saya harus jujur. Saya tidak bisa membawa Azela kembali ke rumah Papa dan Mama tanpa penjelasan terlebih dahulu.”

Seno menyipit. “Apa maksudmu...Nak Bayu? Apa yang sebenarnya terjadi?”

Bayu menarik napas dalam. Suaranya tenang, tapi penuh tekanan.

“Azela sedang hamil... tiga bulan.”

Kalimat itu keluar dengan tegas, tanpa jeda, tanpa bimbang.

Seno langsung bangkit dari duduknya.

“Apa maksudmu?! HAMIL?! Kamu jangan ngarang bicara...! Azela tidak bilang apa-apa pada kami! Sebelumnya.”

“Dengar dulu, Pa.”

Namun Seno keburu menyerbu Bayu, tangannya mencengkeram kerah kemeja menantunya itu.

“BERANI-BERANINYA KAMU FITNAH PUTRIKU! KALAU KAMU TAK MAU NIKAHI DIA, KENAPA TIDAK DARI DULU! DASAR LAKI-LAKI KEJI!”

“Papa! Hentikan!!” bentak Alza, menahan tangan suaminya dengan gemetar.

“Dengar dulu penjelasan Nak Bayu!”

Seno terdiam. Nafasnya berat. Dadanya naik-turun menahan amarah. Bayu pun merapikan kemejanya, tapi wajahnya tetap dingin.

“Saya tidak menuduh, Pa. Saya hanya menyampaikan hasil pemeriksaan dokter.”

Seno terduduk kembali. Matanya memerah.

“Kenapa kamu harus kembalikan Azela ke kami, Nak...?” Alza bersuara lirih.

Bayu menunduk sejenak. Lalu ia angkat wajah, matanya berkilat penuh luka.

“Karena pernikahan kami tidak sah. Azela sedang mengandung anak dari laki-laki lain. Saya tidak tahu siapa. Dan saya tidak ingin tahu.”

Alza menutup mulutnya, tercekat.

“Saya tidak menyalahkan Papa atau Mama. Tapi saya... saya merasa dikhianati. Saya masuk ke dalam pernikahan ini dengan niat suci. Tapi kenyataannya... saya hanya dijadikan penutup aib.”

Bayu menunduk sebentar, lalu menatap mereka dengan sorot tajam dan dalam.

“Dan dalam Islam, pernikahan seperti ini diharamkan. Bukan saya yang mengharamkan, tapi Allah dan Rasul-Nya.”

“Janganlah dikawini wanita yang sedang hamil karena zina, sampai dia melahirkan.”

(HR Abu Daud)

“Tidak halal bagi seorang laki-laki menumpahkan airnya pada tanaman milik orang lain.”

(HR Tirmidzi)

“Itu sangat jelas disebutkan. Jadi saya tidak bisa melanjutkan pernikahan ini. Saya tidak ingin ibadah terpanjang dalam hidup saya, berlandaskan kebohongan.”

Seno memijat pelipisnya. Suaranya bergetar.

“Tidak adakah cara lain, Nak? Setidaknya tunggulah sampai anak itu lahir... Kami mohon... Dampingilah dia. Setelah itu... silakan kamu tentukan jalanmu sendiri...Papa mohon. Karena papa sendiri tak yakin Azela tak melakukan hal nekat lagi, setelah tahu hidupnya hancur.”

Bayu menutup mata. Mengatur napas dalam.

“Saya tidak bisa mendampinginya sebagai suami, Pa. Karena saya bukan suaminya dalam pandangan syariat. Tapi saya juga... tak akan menceraikannya, dalam hukum negara, hingga Azela melahirkan anaknya, agar marwahnya tetap terjaga.”

Seno dan Alza terpaku.

“Maksud Nak Bayu, biar anak itu lahir... setelah itu, terserah. Nak Bayu.”

Alza menangis pelan.

Bayu mengangguk pelan.

"Hanya itu yang bisa Bayu lakukan Ma, Pa."

Alza terisak menatap menantunya.

“Terima kasih, Nak... setidaknya kamu tidak meninggalkannya saat ia di titik tergelap.”

Bayu kembali mengangguk. Lalu Bayu kembali berbicara.

“Apa yang Bayu lakukan Ini, bukan soal cinta... bukan soal pengorbanan. Tapi kemanusiaan belaka.”

Bayu bangkit berdiri, menunduk hormat.

“Sekali lagi, saya minta maaf, Ma,Pa.”

Bayu melangkah ke luar ruangan. Wajahnya tertunduk. Bahunya berat. Tapi langkahnya tetap tegas.

Di balik ketegasan itu, ada luka yang menganga.

Namun Bayu memilih tetap berdiri.

Karena baginya, kejujuran adalah harga diri.

Dan ketaatan kepada Allah adalah prinsip paling tinggi.

Cahaya senja meredup di balik tirai tipis jendela. Azela menggeliat pelan, tubuhnya terasa berat. Saat matanya terbuka sepenuhnya, pandangannya buram karena air mata yang belum kering dari tangis sebelumnya.

Tubuhnya lunglai, namun ia teringat sesuatu. Seseorang. Bayu suaminya.

Dengan susah payah, Azela bangkit, duduk bersandar di kepala ranjang. Ia menoleh. Di sana, di kursi dekat pintu, Bayu masih duduk. Matanya menatap lantai, tatapannya kosong. Tangan kirinya menopang dagu, sementara jemari kanannya menggenggam tasbih kecil hitam.

“Mas Bayu...” suara Azela lirih. Suara yang berat, seperti tercekik oleh rasa bersalah yang menumpuk.

Bayu menoleh perlahan. Matanya dalam, tak menunjukkan keterkejutan. Hanya dingin... tenang... terlalu tenang hingga terasa mengiris.

“Aku minta maaf...,” lanjut Azela dengan suara nyaris tak terdengar. “Sungguh... aku tidak berniat membohongimu, Mas. Aku hanya... tak tahu harus berbuat apa.”

Bayu menghela napas pelan. Ia berdiri dan melangkah mendekati ranjang. Berdiri di hadapan Azela.

“Satu hal yang ingin aku pastikan malam ini, Azela,” ucap Bayu, suara berat dan datarnya seperti palu yang memukul dada Azela.

“Aku telah memaafkanmu... sebagai manusia.”

Mata Azela membulat. Harapannya sekejap muncul.

“Tapi...” Bayu melanjutkan, matanya menatap lurus ke manik mata Azela yang mulai berair,

“...bukan berarti aku akan menjalankan rumah tangga ini seolah semuanya baik-baik saja. Karena ini... tidak benar.”

Azela terisak, bahunya berguncang. Tapi Bayu tetap tegak berdiri.

“Pernikahan kita tak sah di mata agama. Kau tahu itu. Dan aku bukan laki-laki yang akan membangun rumah di atas pondasi haram. Aku bukan lelaki yang bisa berpura-pura tidur di sebelah istri yang tidak halal bagiku...”

Air mata Azela jatuh satu-satu. Sungguh ia ingin menjerit, tapi bahkan suaranya pun patah.

“Selama anak itu belum lahir, kita tidak akan bercerai. Tapi jangan minta aku untuk bersikap seperti suami. Karena aku bukan imam untuk rumah tangga palsu ini.”

Bayu lalu menunduk, menatap Azela yang kini menggenggam ujung selimut dengan tangan gemetar.

“Aku doakan, semoga kau bisa bertaubat. Bukan untukku. Tapi untuk dirimu... dan anakmu.”

Tanpa menunggu jawaban, Bayu membalikkan badan dan meninggalkan kamar. Langkahnya berat. Tapi bukan karena ragu. Karena luka.

Bayu sujud. Lama. Diam. Tubuhnya membungkuk sempurna, dahi menyentuh sajadah seperti tak ingin bangkit lagi. Tak ada manusia yang bisa ia ajak bicara. Hanya Allah tempat satu-satunya untuk menumpahkan kecewa, hancur, dan marah.

“Ya Allah...”

Suaranya bergetar, hampir tak bersuara.

“Aku ikhlas... tapi aku tak kuat.”

“Lidah ini diam, tapi hatiku meronta. Engkau tahu... Engkau Maha Mengetahui. Kenapa hati yang paling ingin menjaga, justru Engkau izinkan untuk disakiti?”

Air mata menetes... menyatu dengan sajadah.

“Kalau ini jalan-Mu untuk menguatkanku... kuatkan aku seutuhnya. Jangan biarkan aku tumbang dalam kecewa.Jangan biarkan aku membenci, tapi juga jangan biarkan aku mencintai yang Engkau haramkan.”

Bayu tetap dalam sujudnya. Lama.

Sampai dingin menyentuh punggung. Sampai malam sepi.

Sampai akhirnya...

kecewanya larut dalam doa yang paling dalam.

Sampai hatinya tahu, hanya Allah yang bisa mengobati luka yang terlalu dalam untuk dijahit manusia.

1
Ita Putri
poor bayu
Ita Putri
jangan" hamil anak almarhum dr.kenzi
R I R I F A
lanjut aku suka cerita yg islami...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!