NovelToon NovelToon
The Secret Of Possessive Man

The Secret Of Possessive Man

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Citveyy

Devan Arenra Michael adalah Laki-laki berumur 21 tahun yang menyukai sahabatnya sejak tiga tahun yang lalu. Takut ditolak yang berujung hubungan persahabatan mereka hancur, ia memilih memendamnya.

Vanya Allessia Lewis, perempuan dengan sejuta pesona, yang sedang berusaha mencari seorang pacar. Setiap ada yang dekat dengannya tidak sampai satu minggu cowok itu akan menghilang.

Vanya tidak tahu saja, dibalik pencarian dirinya mencari pacar, Devan dibalik rencana itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Citveyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 29 Menjauh 1

Vanya tak mau membangunkan Devan yang sudah tertidur pulas. Ia sudah menelfon pak Adi dan supirnya itu sudah ada  di lobby menunggunya.

Namun Vanya tak melihat Michel diruang tamu, hanya ada Lena yang sedang menonton. Tahu kalau Vanya sedang mencari Michel dan Devin Lena segera berdiri menyambut Vanya.

"Papi sama Devin dimana mi?"

"Sudah mau pamit?"

Pertanyaan dibalas pertanyaan. Entah Vanya yang merasa bawa perasaan saja atau bagaimana, sikap Lena selama datang kesini padanya seperti risih padanya.

"Iya mi, Devan sudah tidur, gak enak kalau dibangunin terus antarin aku. Pak Adi jugas sudah ada di lobby."

Lena mengelus pundak Vanya yang masih saja terdiam dan kebingungan. Vanya dapat melihat raut wajah Lena yang berubah sedemikian rupa menatapnya. Entah ia berbuat salahkah atau bagaimana.

"Kamu jangan bergantung terus sama Devan ya. Tapi....untuk saat ini gak papa sih kalau kamu minta bantuan sama Devan,"

Vanya meremas tali tas selempangnya yang ia pegang. Perkataan Lena menusuk hatinya. Vanya masih tetap menunggu perkataan Lena berharap kalau itu semua hanya bercanda saja.

"Tapi...kalau Devan sudah punya pacar jangan bergantung lagi ya. Kamu kan tahu gimana sayangnya Devan sama kamu. Kasihan juga pacar Devan kalau dia lebih mentingin kamu dibanding pacarnya."

Vanya berusaha untuk tersenyum tahu maksud dari semua perkataan Lena. Kenapa rumit sekali jadinya. Vanya sama sekali tak memaksa Devan untuk peduli padanya. Dan lagipun Vanya akan tahu diri jika suatu saat nanti Devan punya pacar.

"Iya mi Vanya akan ingat perkataan Mami."

"Maaf ya kalau mami ngomong kayak gini. Mami cuman gak mau kalau pacar Devan nanti sakit hati. Jadinya kan Devan salah kalau Sakitin pacarnya hehe."

Kekehan Lena hanya dibalas dengan senyum tipis oleh Vanya. Ia ingin pergi secepatnya dari sini karena dirinya seperti tidak ingin melihat Lena. Terdengar salah memang tapi ini isi hatinya.

"Yaudah Vanya pamit, salam sama Devan, papi sama Devin," Belum juga Lena berbicara Vanya lebih dulu menyela." Mi, terimakasih karena sudah peduli sama Vanya selam ini tapi satu hal yang perlu mami tahu. Vanya gak pernah maksa Devan buat peduli sama Vanya. Yaudah aku pergi ya. Aku sayang mami."

Vanya meneteskan air matanya setelah berbalik pergi dari sana. Lena kali ini melukai hatinya. Tapi Vanya juga sadar betul kalau yang dikatakan Lena juga ada benarnya kalau selama ini ia selalu bergantung pada Devan.

•••

Devan membuka kamar Vanya pagi ini karena hari ini hari Minggu maka dari itu Devan rencananya akan mengajak Vanya jalan-jalan.

Devan salah tingkah saat melihat wajah Vanya saaat tertidur. Cantik sekali, itu adalah omongan yang keluar pertama kali dari mulut Devan. Tak pernah sedikitpun Devan mencela Vanya di saat cewek itu tertidur. Rasanya Devan tak sabar pengen nikahin Vanya. Punya anak terus gangguin Vanya yang tertidur. Duh gak sabarnya.

"Vanya bangun."

Cup

"Hmm masih ngantuk," Ucap Vanya dengan suara serak dan balik memunggungi Devan.

"Mami sama papi udah balik loh, jadi gue sendiri lagi."

"Ha?" Vanya langsung bangun dan duduk menghadap Devan. "Kok gak tanya gue. Gue kan mau anterin mereka."

"Mami lupa kabarin Lo."

Garis bibir wajah menurun karena dirinya masih pengen main dengan Devin. Pasti anak itu juga merasakan hal yang sama.

"Devin tadi nangis-nangis gak mau pulang. Katanya mau ketemu dan main sama Lo."

"Kasihan anak gue."

"Jangan sedih gitu dong, nanti mereka kesini lagi kalau Papi sama mami ada cuti."

Vanya hanya menghela nafas pelan, menguap dan kedua kakinya turun dari ranjang.

"Mau kemana?"

"Mau ke kamar mandi? Mau ikut?"

"Yaudah ayo," Balas Devan yang langsung dihadiahi tatapan tajam.

"Tunggu gue dibawah."

"Oke siap nyonya michelle."

•••

Devan lagi-lagi menatap kagum Vanya yang turun dari tangga. Rambut cewek itu masih sedikit basah dan berantakan akan tetapi Devan yang melihatnya terpesona. Mungkin bukan hanya Devan saja sepertinya, cowok diluar sana juga pasti akan terpesona jika melihat wajah Vanya yang masih natural. Tapi sayangnya hanya Devan yang satu-satunya laki-laki ralat setelah Alka yang dapat melihat Vanya dengan wajah bangun tidur, wajah natural, dan rambut berantakan.

Masih ingat dengan Alka? Ya cowok brengsek yang tega menyakiti Vanya. Devan malas sekali mengingat cowok itu. Tapi ada satu yang tidak didapatkan oleh Alka. Mau tahu? First kiss Vanya. Ciuman pertama Vanya didapatkan olehnya.

"Ehem," Denis berdehem sehingga Devan baru mau mengalihkan tatapannya. Cowok itu tersenyum kikuk dan mengusap tengkuknya salah tingkah.

"Kok rambutnya masih basah sayang?"

"Hair dryer aku kayaknya rusak Ma," Beritahunya membuat Vanesa hanya mengangguk sebagai balasan.

"Yaudah beli baru aja."

"Iya pa, kalau gak ada benda itu aku jadi kesulitan. Apalagi besok ada matkul pagi."

"Yaudah gue temani deh," Seru Devan membuat Vanya hanya diam saja.

"Emm nanti aja deh belinya."

"Loh kenapa?" Tanya Devan keheranan bukan hanya Devan saja papa dan mama Vanya juga ikut heran.

"Malas aja keluar, mau nonton drakor aja."

"Yaudah gak papa."

Tidak ada percakapan berikutnya karena Vanya sibuk dengan makanannya begitu pun dengan Devan. Vanya sendiri mengapa lebih banyak diam karena ia merasa harus mulai tidak bergantung pada sahabatnya karena setelah Vanya pikir-pikir tadi malam perkataan Lena sangat benar. Ia sudah cukup membebani Devan selama ini sejak masalah itu.

"Vanya sudah selesai."

Vanya langsung undur diri dan langsung naik ke kamarnya. Sebenarnya ia tak menginginkan semua ini rasanya benar-benar hampa. Tapi Vanya bisa apa, demi janjinya pada Lena ia harus melakukan itu.

"Vanya kayaknya lagi datang bulan deh jadi kayak gitu," Ucap Vanesa membuat suaminya mengangguk mengerti termasuk Devan juga. Karena ia sama sekali tidak tahu aksi dimana Vanya akan mulai berubah.

•••

Vanya menghela nafas lelah saat Devan juga naik ke ranjangnya dan tengkurap seperti dirinya menghadap ke laptop.

Ia mengira cowok itu sudah pergi setelah ia mencuekinya ternyata cowok itu masih ada dan baru saja selesai bermain catur dengan Denis papanya.

"Sana-sana."

Devan bukannya menatap laptop tapi ia lebih sering memandang Vanya. Vanya bukan tak tahu kelakuan Devan. Ia tahu sekali kalau Devan saat ini tengah memandanginya.

"Devan apa-apansih."

Vanya sedikit berdehem tidak ingin terlihat kalau dirinya tengah salah tingkah. Siapa yang tidak salah tingkah coba jika dipandangi terus menerus.

"Lo operasi plastik kan?"

"Ha?"

"Gak usah bohong deh, gue tahu kok,"

"Apaansih gak jelas banget." Gerutu Vanya yang kini mengangkat laptopnya dan memindahkannya. Tidak ingin memperlihatkannya pada Devan.

"Dengar, ini tuh pertanyaan dari lama buat lo dan pertanyaannya gak pernah tuh lo jawab. Lo operasi pas remaja kan? Legal juga."

Vanya menjeda menonton drakornya kemudian melirik sinis Devan. Devan tuh suka sekali menanyakan pertanyaan random ini. Mana ada coba operasi plastik. Ini tuh semua asli dari lahir. Orang papa sama mamanya aja ganteng  dan cantik jadi gak salah kalau dirinya cantik.

"Gue tuh gak fokus nonton karena dengar suara lo, mending lo keluar deh." Usirinya namun Devan mana mau keluar. Sangking jahinya cowok itu menaikkan kakinya ke kaki Vanya membuat cewek itu memberontak.

"Lepas ih!"

"Gak."

"Lepas!"

"Gak."

Vanya menghela nafas sabar biarkanlah Devan melakukan apa yang ia suka. Ia tidak akan perduli dan tetap tidak menanggapinya.

Devan memainkan rambut panjang Vanya dan matanya tak lepas memandang cewek ini lagi. Kalau dipikir-pikir akan mirip siapakah anaknya nanti bersama Vanya. Apa mirip dengan Vanya atau dirinya. Tapi.....Devan maunya semuanya mirip dengannya supaya wajah Vanya gak ada yang menyamainya. Ia ingin wajah Vanya memang diciptakan hanya untuk dirinya seorang.

Lama memandang Vanya Devan jadi terusik mendengar drakor yang ditonton Vanya. Devan bengong namun setelah itu tersenyum smirk. Drakor itu mempertontonkan adegan berciuman sehingga Vanya menjedanya tiba-tiba.

"Kenapa dijeda, ayo lanjut lagi. Gue mau lihat seberapa kuat cewek itu ciuman sama cowoknya."

"Apaansih," Vanya salah tingkah bahkan wajah putihnya sudah memerah.

Tak

Devan memainkan kembali drakor tersebut membuat Vanya melotot melihat adegan ciumannya. Bukan ciuman saja akan tetapi adegan tersebut memperlihatkan adegan dimana sicowok melepas baju sicewek di kamar.

Tangan Vanya sudah ingin kembali menghentikannya namun Devan gercep menahan Vanya.

"Dev---"

"Hust, fokus Vanya. Lo harus ingat detail apa yang mereka lakukan."

Nafas Vanya naik turun berdebar mendengar suara Devan yang mulai agak berubah.

"Cih gitu aja besoknya sudah pagi. Dasar film," Decihnya kemudian menghentikan drakornya.

Vanya bernafas lega karena ternyata sama sekali tidak adegan yang membahayakan lagi. Ia sempat berfikir kalau akan ada adegan diluar pikirannya.

"Vanya."

"Mau coba gak?"

"Ha?"

Cup

1
Istiy Ana
Perempuan tuh butuh kepastian Dev, lebih baik nyatakan ke Vanya apapun yg terjadi
Risfani Nur: Halo terimakasih sudah membaca karyaku, tolong dukung terus karyaku ya terimakasih 😀
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!