Elena hanya seorang gadis biasa di sebuah desa yang terletak di pelosok. Namun, siapa sangka identitasnya lebih dari pada itu.
Berbekal pada ingatannya tentang masa depan dunia ini dan juga kekuatan bawaannya, ia berjuang keras mengubah nasibnya dan orang di sekitarnya.
Dapatkah Elena mengubah nasibnya dan orang tercintanya? Ataukah semuanya hanya akan berakhir lebih buruk dari yang seharusnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahael, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29: Kabur
Semua situasi canggung ini seolah mengharuskan kita mundur lima jam sebelumnya….
“Lyra, siapkan barang-barang untuk kita pergi. Katanya malam ini kaisar akan menghadiri pesta kekaisaran yang sudah menjadi tradisi. Aku harus tampil cantik di sampingnya,” kata Viona dengan mata berbinar.
Ellios yang kebetulan mendengar itu, terdiam sejenak, mencoba mencerna kalimat yang tak sengaja ia tangkap. Ia menoleh ke arah Viona, memperhatikan wajah bahagianya di bawah naungan gazebo. Seketika itu juga, Ellios mulai merencanakan sesuatu di dalam benaknya.
Sepanjang perjalanan menuju kamarnya, Ellios mencuri-curi pandang pada Elena yang berjalan di belakangnya.
Aku harus menyingkirkannya dulu. Akan sangat berbahaya kalau dia tahu rencanaku.
Dengan pikiran itu, Ellios memutuskan untuk tidur lebih awal malam itu. Ia menyuruh Elena pergi dari kamarnya, berdalih ingin beristirahat lebih cepat.
Elena yang tak curiga hanya menunduk dan mengangguk. “Baiklah, Tuan muda. Semoga malam anda nyaman,” tuturnya lembut.
Begitu Elena pergi, Ellios memastikan langkahnya benar-benar hilang dari pendengaran. Ia langsung bangkit dari kasur, meraih selimut putihnya, dan berjalan ke arah balkon. Matanya menatap ke bawah, menelan ludah.
“Ternyata tinggi sekali….”
Ia menatap selimut di tangannya, mencoba mengukur panjangnya. “Ini nggak cukup untuk turun.” Ia akhirnya mengobrak-abrik isi lemari, mencari apapun yang bisa membantu.
Ia menemukan selimut cadangan dan beberapa kemeja. Entah cukup atau tidak, ia berniat mengikat semuanya.
Hingga…
BRUK!
PRANG!!
Kakinya tersandung kain yang terjatuh dari tangannya, menabrak meja dan membuat gelas di atasnya terjatuh. Suara pecahan kaca bergema di lorong.
“Sial!” umpat Ellios lirih.
Tanpa ia sadari, pintu kamarnya tiba-tiba didobrak. Ellios terlompat kaget.
“YANG MULIA!!!”
Kedatangan Elena membuat Ellios terpaku. Elena juga terdiam, menatap Ellios yang kini berdiri dengan setumpuk kain di tangan.
“A-apa yang anda lakukan…?” tanyanya, suaranya pelan namun penuh keterkejutan.
Hening. Tidak ada yang bergerak. Kamar yang tadinya rapi, kini seperti kapal pecah. Pecahan kaca berhamburan, kain berserakan di mana-mana.
Mata Elena menatap ke bawah, melihat pecahan kaca di dekat kaki Ellios. Ia langsung berjongkok, memunguti serpihan kaca dengan tangan kosong.
“Astaga, banyak sekali pecahan di sini…” gumamnya.
Ellios terpana. Ia menjatuhkan kain yang dipegangnya dan langsung menarik tangan Elena. “Apa yang kamu lakukan?! Mana mungkin kamu memegang serpihan kaca dengan tangan kosong?!” serunya.
Elena menoleh, suaranya tetap lembut. “Tuan muda, anda sebaiknya menjauh. Bagaimana jika anda terluka?”
Ellios terdiam. Elena tetap memunguti serpihan itu satu per satu, membuangnya ke nampan di meja kecil dekat kasur.
Selesai, Elena berdiri dan berjalan cepat ke arahnya. Ia menarik tangan Ellios dengan spontan, membuat Ellios terkejut.
“Untung saja anda tidak terluka sedikit pun,” kata Elena dengan napas lega.
Ellios hanya diam, matanya menatap Elena yang sejak tadi sibuk melindunginya. Dari mengambil serpihan kaca, hingga menenangkan dirinya.
“Apa-apaan ini… Lepaskan!” bentak Ellios, menarik tangannya dan memalingkan wajah.
Ia bingung. Bagaimana harus merespon kebaikan ini…?
“Jadi, apa anda bisa menjelaskan kenapa kamar anda berubah seperti kapal pecah?” tanya Elena, akhirnya memecah keheningan.
Ellios pura-pura tidak tahu. “Ada kucing masuk kamarku… Aku mengejarnya, tapi dia lompat dari balkon,” bohongnya.
Elena menatapnya lama. Mustahil. Kamar ini di lantai dua dan tak ada pohon yang bisa dipanjat kucing.
Namun, Elena hanya menunduk. “Baiklah. Kalau begitu, saya akan membereskannya agar anda bisa beristirahat.”
“TIDAK!”
Ellios berteriak saat Elena mulai mengambil kain-kain yang sudah ia kumpulkan.
“A-apa…?”
Elena terkejut, belum pernah ia mendengar Ellios berteriak seperti itu. Dengan cepat, Ellios merebut kembali kain-kain itu dan menatap Elena dengan mata tajam.
“Kalau kamu berisik, aku akan membunuhmu sekarang. Di sini!” suaranya dingin dan menekan. Wajahnya terlihat menakutkan di bawah cahaya remang kamar.
Elena menelan ludah, suaranya kecil, “Tuan muda… Apa saya membuat anda marah?”
“Sudah kubilang… Berhentilah! Kamu selalu membuatku kesal!” geram Ellios.
Ia hanya ingin membuat Elena takut dan pergi meninggalkannya. Tapi Elena tetap diam, menatapnya dengan tatapan tenang. Apa dia meremehkannya hanya karena Ellios lebih muda?
Ellios menatapnya, kesal.
“Tuan muda, jika saya salah, saya minta maaf. Tapi izinkan saya membersihkan ini agar anda bisa beristirahat,” kata Elena, suaranya lembut dan tulus.
Ellios meremas kain di tangannya, frustasi. Ia membalikkan badan, berjalan ke balkon, tak peduli lagi pada Elena.
Dia harus kabur malam ini. Saat ibunya pergi bersama kaisar, inilah kesempatan satu-satunya. Ia tidak akan melewatkannya.
Dengan cepat, Ellios mulai mengikat kain-kain itu menjadi tali, Elena mengamatinya dengan wajah cemas.
Begitu Ellios melemparkan tali kain itu ke bawah, Elena melihat niatnya.
“...!”
Elena langsung berlari, menarik tubuh Ellios hingga keduanya jatuh ke lantai.
“APA YANG ANDA LAKUKAN?!” Elena menatapnya, napasnya terengah.
Ellios terpaku. Elena menatap matanya dalam-dalam. “Bagaimana bisa anda berniat melompat dari lantai dua?!”
Ellios mengerutkan alis. “Apa maksudmu?”
Elena menunjuk pagar balkon. “Anda ingin lompat, kan?!”
Ellios berkedip beberapa kali, akhirnya sadar. Ia berdiri, melepaskan diri dari Elena.
“Kamu pikir aku bodoh?! Aku nggak mau lompat—aku cuma ingin turun dengan tali kain ini!”
“Lalu kenapa anda mau turun dari balkon?!”
“AKU INGIN BERTEMU KAK THEON, DASAR BODOH!!”
Mereka akhirnya saling berteriak, dan Ellios tak sengaja membeberkan niatnya. Ia menatap Elena dengan panik. Tapi di balik kepanikannya, ada aura berwarna biru, kuning, dan merah yang bercampur dan membingungkan matanya.
Apa itu…?
Elena mendekat, berjongkok di depannya. Tatapannya tegas, penuh keyakinan.
“Kalau anda ingin pergi, maka izinkan saya ikut bersama anda!”
Ellios menatapnya, ragu. Namun, tangan kecilnya terulur, menggenggam tangan Elena.
Perasaan rumit memenuhi hatinya. Apa sebenarnya yang ia rasakan?
To Be Continued.